Rabu, 06 Mei 2015

Kasih Adalah Perbuatan

Luk 10:25-37
Manusia adalah homo viator (manusia peziarah). Hidup manusia di dunia ini bagaikan suatu perjalanan yang singkat dan bersifat sementara menuju kehidupan yang abadi. Setiap orang pasti berharap agar ia memperoleh tempat di Surga bukan di Neraka (bandingkan dengan permintaan Yakobus dan Yohanes dalam Matius
10:37). Demikian juga halnya dengan ahli Taurat. Ia mencobai Yesus dengan cara menanyakan apa yang harus diperbuatnya agar memperoleh hidup yang kekal. Pertanyaannya dijawab Yesus dengan sebuah pertanyaan. Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kamu baca di dalamnya? Ahli Taurat tentu paham hukum Taurat sampai sekecil-kecilnya. Ia pun menjelaskan kepada Yesus apa yang diajarkan oleh Taurat Musa untuk memperoleh hidup kekal: “kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu” (Ul 6:5) dan “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Im 19:18).

Kasih adalah kata kunci untuk memperoleh hidup yang kekal. Kasih ini mencakup dua hal: kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Manusia sudah selayaknya mengasihi Allah yang telah lebih dulu mengasihi manusia. Kasih kepada Allah nyata dalam kasih kepada sesama. Namun keduanya tidak identik dan tidak saling menggantikan. Masing-masing memiliki takaran sendiri. Kita tidak dapat mengasihi sesama saja dan berkata bahwa dengan sendirinya kita telah mengasihi Allah. Dalam mengasihi Allah dituntut suatu hati, budi dan kekuatan yang bulat dan tak terbagi, sementara ukuran sejauh mana mengasihi sesama adalah tidak boleh kalah dari kasih terhadap diri sendiri. Dengan demikian hidup seseorang menjadi seimbang dan ia layak menerima kehidupan kekal. Penjelasan dari ahli Taurat ditanggapi Yesus dengan sebuah kalimat pendek, “perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup”. Perkataan Yesus ini dihubungkan dengan relasi perjanjian yang terjadi antara Allah dengan Israel, umat pilihan-Nya. Siapa yang mendengarkan suara Tuhan Allah,  berpegang pada perintah dan ketetapan-Nya yang tertulis dalam kitab Taurat dan mau berbalik kepada Tuhan Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, ia akan hidup. Sebaliknya, siapa yang tidak mau mendengar suara Tuhan dan berpaling dari-Nya, ia akan binasa.
Setelah perbincangan mengenai syarat-syarat untuk memperoleh hidup kekal, ahli Taurat kembali mencobai Yesus dengan cara meminta Yesus untuk mendefinisikan sesama manusia. Sesama bagi orang Yahudi adalah hanya orang-orang yang berasal dari suku Yahudi, selain dari itu dianggap barbar. Untuk menjelaskan sesama manusia, Yesus menerangkan sebuah perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati. Orang yang dirampok dan dipukuli itu bukannya ditolong oleh orang-orang dari bangsa sendiri (imam dan orang Lewi), melainkan oleh orang Samaria. Untuk memenuhi permintaan ahli Taurat, Yesus balik bertanya. Siapakah sesama manusia? Jawab orang itu: “orang yang telah menunjukkan belas kasihan”. Ahli Taurat tidak terang-terangan mengatakan orang Samaria, karena mereka dipandang rendah, najis, tidak murni, berkeyakinan sesat dan bukan umat Tuhan yang sejati. Lalu Yesus berkata kepadanya: “perbuatlah demikian”.

Melalui perumpamaan ini, Yesus menandaskan bahwa sesama bukan hanya mereka yang sama budaya, bangsa, agama, pandangan dengan kita, melainkan semua orang tanpa kecuali. Yesus mau menggenapi apa yang sudah ada dala hukum Taurat. Dengan kata lain Yesus mau mengatakan: “kasihilah semua orang dan kasihilah musuhmu”. Kita harus mengasihi semua orang tanpa pandang bulu. Demikianlah Allah telah mengasihi semua manusia dan dunia dan diperdamaikan dengan Dia melalui darah salib Kristus.
Mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri bisa berarti melakukan kepada orang lain seperti yang kita inginkan terjadi pada diri kita sendiri. Lebih dari pada itu, kita dituntut untuk mengasihi sesama karena mereka itu sebenarnya tidak beda dengan kita juga: sama-sama membutuhkan keselamatan, sama-sama merindukan kehidupan kekal. Dalam Injil, Yesus mengatakan “perbuatlah demikian” kepada ahli Taurat sampai dua kali. Dengan kata lain, Yesus mau mengatakan bahwa teori tentang kasih yang kita ketahui harus diwujud nyatakan. Kini, kata-kata Yesus itu ditujukan kepada kita. Ajaran tentang mengasihi sesama manusia mungkin sudah kita ketahui dan ada di benak kita masing-masing. Kalau kita melihat keadaan dunia kita sekarang ini, masih banyak terjadi perang, dimana-mana ada permusuhan, penindasan, tindakan diskriminatif dan lain sebagainya. Hal ini menandakan bahwa ajaran tentang kasih itu masih sebatas diketahui, belum dilaksanakan. Kasih yang benar-benar kasih, nyata dalam tindakan bukan dalam kata-kata. Perbuatlah demikian, maka engkau\kita akan hidup.

Persahabatan Ala Yesus Bin Sirakh





Yesus bin Sirakh adalah penulis kitab Yesus bin Sirakh. Ia seorang terpelajar dan guru di kalangan bangsa Yahudi. Kitab Yesus bin Sirakh ditulis sekitar tahun 200 atau 175 SM. Kitab ini disebut apokrif oleh Gereja Protestan, sementara Gereja Katolik menyebutnya kitab deuterokanonika. Adalah suatu kesempatan berharga dan menarik membaca kitab ini karena isinya bercerita tentang kebijaksanaan, pengajaran, petuah-petuah dan lain sebagainya yang sangat gampang dicerna, dipahami dan puitis. Isi kitab ini sangat berguna dan relevan bagi manusia hingga zaman sekarang ini. Salah satu topik favorit Yesus bin Sirakh dalam kitab ini adalah persahabatan. Apa dan bagaimana persahabatan ala Yesus bin Sirakh?

1.    Persahabatan yang Benar (6: 5-17)

Tenggorokan yang manis mendapat banyak sahabat, dan keramahan diperbanyak oleh lidah yang manis lembut. Mudah-mudahan orang yang damai denganmu banyak adanya, tetapi hanya satu dari seribu hendaknya menjadi penasihatmu. Jika engkau mau mendapat sahabat, kajilah dia dahulu, dan jangan segera percaya padanya. Sebab ada orang yang bersahabat hanya menurut ketikanya sendiri, tetapi pada hari kesukaranmu tidak bertahan. Ada juga sahabat yang berubah menjadi musuh, lalu menceritakan persengketaan untuk menistakan dikau. Ada lagi sahabat yang ikut serta dalam perjamuan makan, tetapi tidak bertahan pada hari kesukaranmu. Pada waktu engkau sejahtera ia adalah seperti engkau sendiri dan lancing berbicara dengan seisi rumahmu. Tetapi bila engkau ia berbalik dikau serta menyembunyikan diri terhadapmu. Jauhkan diri dari para musuhmu, berhati-hatilah terhadap para sahabatmu.
Sahabat setiawan merupakan perlindungan yang kokoh, barang siapa menemukan orang serupa itu sungguh. mendapat harta. Sahabat setiawan tiada ternilai, dan harganya tidak ada tertimbang. Sahabat setiawan adalah obat kehidupan, orang yang takut akan Tuhan memperolehnya. Orang yang takut akan Tuhan memelihara persahabatan dengan lurus hati, sebab seperti ia sendiri demikianpun temannya.

2.    Bagaimana Memilih Sahabat? (9:10-16; 11:29-13:1)

“Sahabat lama jangan kau tinggalkan; niscaya yang baru tidak sebanding dengannya. Sahabat baru serupa dengan air anggur yang baru, setelah menjadi tua dapat kau minum dengan senang hati. Jangan iri hati kepada hasil orang berdosa, sebab tidak kau ketahui bagaimana akhhirnya. Jangan besenang hati atas kesenangan kaum fasik, ingatlah bahwa ia tak akan terluput hingga masuk dunia orang mati. Jauhilah orang yang berkuasa untuk membunuh, maka engkau tidak akan dikejutkan oleh ketakutan akan mati. Namun jika engkau mendekatinya, jangan berbuat salah apa pu juga, agar ia jangan mencabut nyawamu. Insafilah bahwa engkau melangkah di tengah-tengah perangkap serta berjalan di atas tembok kota. Indahkanlah sesamamu sedapat-dapatnya, dan hendaklah berunding dengan orang bijak. Pembicaraanmu hendaknya dengan orang arif, dan percakapanmu mesti mengenai hukum Taurat dari Yang Mahatinggi. Orang jujur hendaknya menjadi teman makan, dan ketakutan akan Tuhan hendaknya kebanggaanmu.”
“Jangan membawa setiap orang masuk ke rumahmu, sebab orang cerdik ada banyak tipu muslihatnya. Seperti ayam hutan pemikat dalam kurungnya, demikianlah hati orang congkak, seperti mata-mata ia mengintip keruntuhanmu. Seorang pemfitnah memutarbalikkan bahkan yang baik menjadi jahat, dan malahan sifat-sifat terbaik dicela olehnya. Satu bunga api saja menyalakan arang, dan orang berdosa mengadang untuk menumpahkan darah. Berawas-awaslah terhadap orang jahat, sebab yang buruk direncanakannya hendak menodai engkau selama-lamanya. Jika engkau menjamu orang asing, maka ia mengusutkan dirimu serta mengasingkan dikau dari seisi rumahmu. Jika engkau berbuat baik, hendaklah memperhatikan kepada siapakah engkau perbuat, maka engkau mendapat balas budi karena perbuatanmu yang baik. Hendaklah berbuat baik kepada orang bertakwa, niscaya engkau mendapat balasan, kalaupun tidak dari pada dia sendiri, pasti dari Yang Mahatinggi. Tidak ada sesuatu pun yang baik bagi orang yang tekun dalam kejahatan, ataupun bagi yang tidfak bersedekah. Berikanlah kepada orang bertakwa, tapi jangan menolong orang berdosa. Hendaklah berbuat baik kepada orang yang rendah hati, tapi jangan memberikan kepada orang fasik; rotinya hendaklah kau tolak kepadanya, jangan kau beri, supaya karena itu ia jangan menjadi lebih kuat dari padamu. Sebab dua lipat engkau akan mendapat kejahatan penggati semua kebaikan yang kau perbuat kepadanya. Memang juga Yang Mahatinggi sendiri benci kepada orang berdosa, dan kepada kaum fasik ditimpakannya hukuman. Jadi berikanlah kepada orang yang baik, tapi jangan menolong orang berdosa. Di masa kesejahteraan orang tak sampai mengenal sahabat, dan di masa kemalangan musuh tak bersembunyi. Waktu seseorang sejahtera para musuhnya sakit hati, tetapi waktu kemalangan bahkan sahabatpun mengundurkan diri. Jangan pernah menaruh percaya pada musuh, sebab sama seperti tembaga berkarat keburukannya. Pun kalau ia merendahlan diri dan membungkuk jalannya, awaslah terhadapnya dan hendaklah waspada. Hendaklah berlaku terhadapnya seperti penggosok cermin, ingatlah karatnya tidak akan bertahan hingga akhir. Musuh jangan kau tempatkan di sampngmu, nanti engkau sendiri digeser dan ia menduduki tempatmu;  jangan ia kau biarkan duduk di sisi kananmu, nanti ia mencoba merebut tempat dudukmu. Maka kahirnya engkau akan memahami perkataanku serta menyesal sambil teringat kepada nasehatku. Siapa gerangan menaruh kasihan kepada tukang ular yang dipagut atau kepada orang yang mendekati binatang buas? Demikian halnya orang yang menjadi teman orang berdosa, dan terlibat dalam dosa-dosanya. Untuk sementara waktu musuh akan tinggal sertamu, tapi apabila engkau goyah, ia tidak bertahan. Seorang musuh manis dengan bibirnya, tetapi dalam hati merencanakan bagaimana ia dapat menjatuhkan dirimu ke dalam lobang. Seorang musuh menangis dengan matanya, tetapi apabila mendapat kesempatan ia tidak kpuas-puas dengan darah. Kalau kemalangan menimpa dirimu, musuh kau dapat di sana sebelum engkau sendiri, dan pura-pura menolong ia mencengkam tumitmu. Ia menggelengkan kepalanya dan bertepuk tangan, banyak berbisik-bisik dan berubah muka. Barang siapa menyentuh gala-gala mendapat noda dan siapa bersekutu dengan orang congkak menjadi serupa dengannya.”

3.    Bagaimana Cara Memelihara Persahabatan? (22: 19-26; 37:1-6)

“Yang menyentuh mata membuat air mata bercucuran, siapa yang menyentuh hati menimbulkan perasaannya. Melemparkan batu orang menghalau burung, dengan mencaci maki kawan orang memutuskan persahabatan. Bahkan apanila kau hunus pedang terhadap kawan, janganlah putua asa. Masih juga ada jalan kembali. Kalau engkau telah membuka mulut terhadap kawan, jangan khawatir, sebab masih dapar berdamai; terkecuali caci maki, lecongkakan, membuka rahasia dan pukulan cedera, sebab terhadap ke semuanya itu setiap kawan lari. Hendaklah tetap setia kepada sesame dalam kemiskinannya, supaya engkau pun dapat ikut pula dalam kesejahteraannya. Berpautlah kepadanya di masa kesusahan, suapay engkau pun dapat mengambil bagian juga dalam warisannya. Asap dapur dan sulang mendahului api, demikian pula penghinaan mendahului penumpahan darah. Aku tidak malu-malu melindungi kawan, dan tidak menyembunyikan diri terhadapnya. Tetapi jika aku ditimpa kemalangan karena dia, maka siapa saja mendengarnya akan waspada terhadapnya.”
“Setiap kawan akan berkata: “Aku juga seorang kawan,” tetapi ada beberapa kawan yang cuma namanya saja kawan. Bukankah suatu kesedihan yang mematikan, kalau seorang kawan atau teman berubah menjadi musuh? Celakalah pikiran yang buruk! di mana gerangan diciptakan untuk meliputi permukaan bumi dengan penipuan? Ada kawan yang menggunakan teman selama ia dalam kesukaan, tetapi di kala kesukaran berubah menjadi lawan. Ada kawan yang membantu temannya untuk keuntungan sendiri, dan waktu menhadap pertempuran mengambil perisai. Janganlah melupakan seorang kawan dalamperjungan, dan manakala engkau kaya ia jangan lenyap dari inmgatanmu.”

Konsep persahabatan Yesus bin Sirakh ini dilatarbelakangi oleh budaya Yahudi. Akan tetapi konsep persahabatan ini tidak hanya berlaku bagi orang-orang Yahudi saja melainkan berlaku juga bagi siapa saja yang ingin hidup bijaksana. Setiap orang pasti mempunyai sahabat atau teman. Bagaimana kita berlaku sebagai sahabat bagi orang lain dan bagaimana orang lain berlaku sebagai sahabat untuk kita selama ini? Semoga tulisan ini mendorong kita untuk menjadi sahabat yang baik bagi semua orang dan semoga juga tulisan ini memotovasi kita untuk membaca dan mencinta kitab Yesus bin Sirakh. Masih banyak lagi ajaran, nasihat dan petuah dalam kitab ini yang sangat berguna bagi hidup kita.
(Bersahabatlah dan dengarkanlah ajaran orang-orang bijak, maka engkau akan bijaksana!)


SEDEKAH MENURUT AGAMA ISLAM

1.PENGANTAR Sedekah merupakan ibadah sosial bagi umat Islam. Sedekah mempunyai kaitan yang erat dengan orang lain. Adapun alasan umat Isl...