I. Pendahuluan
II. Kisah-kisah Penyembuhan
1. Kisah Penyembuhan Menurut Matius
Setelah kembali dari gunung, Yesus
bersama-sama dengan Petrus, Yakobus dan Yohanes kembali ke tengah-tengah orang
banyak. Yesus menemukan kesengsaraan yang ada di dunia, dalam suatu bentuk yang
sangat mengharukan. Setelah Yesus kelihatan, maka datanglah seorang dari antara
orang banyak itu. Dia adalah ayah dari seorang anak yang sangat menderita.
Matius menyebut bahwa ayah itu “Menyembah Yesus” ; yang artinya, bertelut di
depan Yesus. Ia menyapa Yesus sebagai “Kurie” (tuan dan bukan Tuhan), lalu
berkata kepada Yesus: “ Ya tuan kasihanilah anak hamba yang laki-laki karena ia
gila babi”. Penyakit anak yang disebut dengan “gila babi” rupanya sama dengan
penyakit ayan.[2] Dalam bahasa kedokteran penyakit itu disebut epilepsia.[3]
Matius mengatakan bahwa pada waktu anak itu tiba-tiba pingsan dan jatuh, ia
sering jatuh ke dalam api dan juga sering ke dalam air (bab 17: 15b). Anak itu
sedang berada dibawah kekuasaan setan. Pada jaman itu orang Yahudi terlalu
gampang menganggap bahwa penyakit sejenis epilepsi disebabkan oleh setan-setan.
Dewasa ini, para dokter sering kali kurang menginsafi bahwa kehidupam batin
manusia sangat mempengaruhi timbulnya penyakit, atau dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa penyakit dapat timbul dan menghebat apabila roh dipengaruhi dan
dibelenggu oleh iblis.
Ayah anak yang malang itu mengaku kepada Yesus bahwa ia telah membawa
anaknya kepada murid-murid Yesus, tetapi tidak berhasil.[4] Dr. A. Edersheim mengatakan: Ia menemukan murid-murid
yang paling lemah pada saat kelemahan yang terbesar.[5] Para murid memang mempunyai kuasa untuk mengusir setan
dan menyembuhkan orang yang sakit (Mat 10: 1), tetapi kuasa mereka tidak cukup
kuat melawan setan.[6] Yesus yang selalu penuh kepercayaan kepada Bapa-Nya,
mengeluh atas “angkatan yang tidak percaya dan sesat”. Dengan “angkatan”, Yesus
memaksudkan dengan generasi yahudi dan murid-murid yang masih dipengaruhi oleh
tabiat yang sama seperti pada jaman Musa (Ul 3:5,20). Walaupun Yesus merasakan
pekerjaan-Nya ditengah Israel sesuatu hal yang berat, namun Ia tidak mau
meninggalkan pekerjaan-Nya. Ia meminta supaya anak itu dibawa kepada-Nya, lalu
Ia mengusir setan yang ada dalam tubuh anak itu .
Ketika kesembilan murid selain Petrus, Yakobus dan Yohanes bersama-sama
dengan Yesus, bertanyalah mereka tentang kegagalan mereka dalam mengusir setan
yang ada pada tubuh anak itu. Alasanya menurut Yesus karena mereka kurang
percaya. Yesus meletakkan segala tekanan atas atas kepercayaan kepada kasih dan
kuasa Tuhan. kalau ada kepercayaan atau iman sebesar biji sesawi (biji yang
paling kecil dibandingkan dengan biji-biji yang lain) maka gunung pun akan
dapat dipindahkan. Tuhan Allah adalah Mahabesar, maka kepercayaan tidak
mengenal hal-hal yang mustahil (bab 14:20b). Setan yang masuk ke dalam tubuh
anak itu hanya dapat diusir dengan berdoa dan berpuasa. Maka persiapan yang
baik untuk memakai wewenang dari Allah adalah dalam doa dan puasa. Jika
syarat-syarat ini dipenuhi, tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangi iman.
Akan tetapi mereka masih jauh dari iman yang agung ini. Oleh karena itu,
kesembilan murid itu pun masuk ke dalam kumpulan orang yang sesat dan tidak
percaya.[7]
2.
Kisah Penyembuhan Menurut Markus
Penyembuhan orang yang kerasukan ini
salah satu dari cerita mukzijat yang terpanjang dalam Injil Markus (hanya
pengusiran roh jahat dalam bab 5:1-20 adalah lebih panjang).[8] Dalam cerita tentang penyembuhan anak yang kerasukan
roh, diperlihatkan secara kontras antara kuasa Yesus dan ketidak berdayaan
murid-murid-Nya untuk mengusir roh yang membisukan anak itu. Sewaktu Yesus
berbicara mengenai “angkatan yang tidak percaya”, Ia kiranya berpikir, baik
mengenai khalayak ramai maupun mengenai murid-murid-Nya sendiri yang tidak
mampu mengusir roh jahat itu. Markus menceritakan bahwa ketika orang banyak
melihat Yesus, tercenganglah mereka semua dan bergegas menyambut Dia. seorang
dari mereka berkata: “Guru, anakku ini kubawa kepada-Mu, karena ia kerasukan roh
yang membisukan dia. dan setiap kali roh itu menyerang dia, roh itu
membantingkanya ke tanah; lalu mulutnya berbusa, giginya bekertakan dan
tubuhnya menjadi kejang. Aku sudah meminta kepada murid-murid-Mu, supaya mereka
mengusir roh itu, tertapi mereka tidak dapat”(17-18). Pengakuan dari si ayah
ini menuntut jawaban Yesus. Maka kata Yesus kepada mereka: “Hai kamu angkatan
yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa
lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu kemari! (19)”. Lagi
pula, Yesus menuntut pengakuan iman di hadapan umum bukan dari pada murid-murid-Nya,
melainkan dari ayah anak tersebut. “Tidak
ada yang mustahil bagi orang yang percaya” (all things are possible to him who
believes) (23).[9]
Artinya, semuanya mungkin bagi Allah terhadap orang yang
sudah percaya. Bila ada iman, Allah pasti menanggapinya secara positif.
Meskipun Yesus yang menyembuhkan anak itu (25-27) pengakuan dari si ayahlah
yang lebih ditekankan oleh Markus. Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak
percaya ini!(24). Kemudian menyusul sebuah dialog antara Yesus dan para murid-Nya(28).
Dialog ini bukan hanya kepada keduabelas murid melainkan murid-murid Yesus pada
umumnya. Dalam dialog ini, Yesus membenarkan bahwa kuasa untuk mengerjakan mukzijat-mukzijat
sudah diberikan kepada mereka. Mereka harus menyadari bahwa doa mereka lebih
mampu daripada yang mereka duga.[10] Meskipun dalam keadaan yang hampir tanpa harapan, ketika
doa dan kepercayaan tampaknya tidak ada gunanya, Yesus mengundang para pengikut-Nya
untuk melangkah lebih jauh dan berdoa seperti ayah anak itu.[11] Yesus berpendapat bahwa sangat wajarlah bila doa
murid-murid-Nya yang dipanjatkan kepada Allah dengan penuh iman, tampak
hasilnya dalam peristiwa-peristiwa yang menampakkan kuasa ilahi. Semua
peristiwa ini menjadi sebuah instruksi atau petunjuk kepada murid-murid akan
kekuatan dari iman yang sungguh-sungguh benar.[12]
3.
Kisah Penyembuhan Menurut Lukas
Dahulu kala Musa turun dari gunung
untuk menjumpai sekelompok besar umat Israel yang telah terjerumus ke dalam
penyembahan berhala secara terang-terangan. Demikian juga setelah Yesus
menyaksikan malam gelap yang telah menjadi siang benderang berkat kemuliaan
Mesianis-Nya, kini Ia menyaksikan perubahan siang menjadi malam karena
ketidakpercayaan orang banyak.[13]
Lukas mengisahkan bagaimana si ayah yang penuh kesedihan memohon seraya
mendesah kepada Yesus: ” Guru aku memohon supaya Engkau menengok anakku, sebab
ia adalah satu-satunya anakku (38). Si ayah menceritakan bagaimana anaknya
diserang oleh roh yang membuat anak itu mendadak berteriak. Kemudian roh itu
mengguncang-guncangkanya sehingga mulutnya berbusa. Roh itu terus saja menyiksa
dia dan hampir-hampir tidak mau meninggalkanya (39-40). Sang ayah juga menceritakan
ketidakmampuan para murid untuk mengusir roh itu. Hal ini mengundang reaksi
Yesus. Yesus pun berkata kepada
muridNya: ”Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama
lagi Aku harus tinggal di antara kamu dan sabar terhadap kamu (40)?” Perkataan
Yesus ini mengandung kemarahan.
Lukas bermaksud mengatakan, bahwa Yesus tidak sabar lagi akan ” angkatan
yang tidak perrcaya dan sesat”, yang mencapai keselamatanya bukan dalam imannya
kepada Yesus, melainkan dalam perbuatan-perbuatan manusiawi yang dilakukan
tanpa iman.[14]
Para murid telah memulai missi mereka dengan kuasa untuk mengalahkan ” semua
roh” (bab 9:1), tetapi mereka tidak mampu mengusir roh dari anak itu. Mereka
tetap memerlukan pertolongan. Pelayanan mereka bukan bersifat magis, melainkan
tergantung kepada iman.[15]
Dengan sengaja Lukas menghilangkan ucapan Yesus: ”dengan doa dan puasa”.
Kerajaan setan hanya dapat dihancurkan oleh iman, sebaliknya kerajaan Mesias
yang mulia hanya dapat didirikan oleh iman yang memberikan tempat untuk
penderitaan, sebab Yesus adalah mesias yang menderita.[16]
III. Ciri Khas Ketiga Injil ( Matius, Markus dan Lukas).
1. Matius 17:14-21
Cerita Matius mengenai penyembuhan
anak yang kerasukan jauh lebih singkat daripada Markus. Intinya bukan kekuasaan
Yesus untuk menyembuhkan, melainkan kegagalan para murid untuk menyembuhkan
karena kurang percaya (20).[17]
Sementara si ayah digambarkan sebagai orang yang benar-benar percaya. Matius
menghilangkan dialog Yesus dengan si ayah, padahal si ayah sudah menyembah Yesus
dan menyapa Dia sebagai ”Kyrie” (14b-15). Si ayah yang percaya tidak menemukan
pada murid-murid Yesus kepercayaan yang sepadan, sebab mereka ternyata tidak
mampu mengusir roh jahat (16,19). Seperti nyata dalam sapaan oleh si ayah,
Matius berpikir kepada Tuhan jemaat (murid-murid Yesus). Murid-murid Yesus atau
jemaat ditegur oleh Tuhan yang bangkit karena kurang percaya. Dalam hal ini,
Matius mau mengatakan bahwa kepercayaan yang mutlak perlu untuk menjadi murid
Yesus. Si ayah dalam ceritanya menjadi contoh yang membuat para murid Yesus
menjadi malu.
2. Luk 9: 37-43
Lukas juga mempersingkat ceritanya
dan mengambil cara yang berbeda dengan Matius dalam cerita anak yang sakit itu.
Ia menonjolkan pengusiran roh jahat (tidak lagi bisu) dari si anak. Si ayah
langsung mengajukan permohonanya kepada Yesus, tetapi dia tidak menyapa Dia
sebagai ”Kyrie”, tetapi sebagai ”Guru” atau ”Rabbi” (38). Si ayah nampaknya
sebagai seseorang yang sejak awal mula percaya dengan secukupnya. Lukas juga
menekankan bahwa hadirin atau orang banyak takjub karena kebesaran Allah yang
menyatakan diri dalam pengusiran roh jahat oleh Yesus.
3. Markus 9:14-29
Markus mempunyai cerita yang panjang
dan sangat terperinci. Dalam cerita Markus sesungguhnya ada dua pokok atau tema
yang diceritakan. Yang pertama (ayat 14-17, 18b-20a,25, 28-29) mengenai
murid-murid Yesus yang tidak mampu mengusir roh jahat yang membuat anak itu
menjadi bisu (17) dan tuli (25). Yang kedua, (ayat 18, 20b-24, 26-27) adalah
penyembuhan seorang anak yang sakit ayan. Boleh diterima bahwa dalam Markus
9:14-19 bercampur dua cerita yang aslinya berdiri sendiri dan berbeda sekali.
Cerita yang satu mengenai suatu tema yang cukup lazim dalam karangan Yunani,
yaitu: murid-murid seorang eksorsis (pembuat mukjizat) tidak mampu mengerjakan
apa yag diharapkan. Kemudian gurunya tampil ke depan dan gampang saja berhasil
mengadakan mukjizat. Pusat cerita Markus terdapat dalam perkataa-keluhan Yesus
tentang kurang percaya (19). Dalam ayat ini, Yesus membedakan diri-Nya dengan
angkatan yang tidak percaya, yaitu, baik orang banyak maupun para murid, yang
karena kurang percaya gagal dalam usahanya mengusir roh jahat. Dalam ayat 23
Yesus berkata: ” segala-galanya mungkin bagi orang yang percaya” maka kurang
jelas siapa orang yang kurang percaya itu. Yesus sendiri atau orang lain.
Menurut keterangan si ayah (24) Yesuslah yang dapat dan mesti menambah
kepercayaan si ayah yang sudah percaya tetapi yakin bahwa kepercayaanya tidak
memadai. Dalam penutup, Yesus menandaskan bahwa jenis roh jahat ini tidak dapat
diusir kecuali dengan doa. Doa itu
kiranya diartikan sebagai pengungkapan kepercayaan kepada Allah dan kepada
Tuhan.
IV. Persamaan dan Perbedaan Ketiga
Injil Sinoptik (Mat, Mrk, Luk)
Membandingkan cerita ketiga injil
sinoptik ini, perbedaanya mencolok sekali. Lukas dan Matius sangat
mempersingkat cerita. Kedua-duanya tidak memuat Markus 9:14b-16 mengenai
perdebatan antara murid-murid Yesus dengan orang banyak dan ahli-ahli taurat.
Matius dan Lukas juga menghilangkan dialog antara Yesus dengan ayah anak yang sakit itu (Mrk 9:24) yang dalam
Markus sesungguhnya bagian utama seluruh ceritanya. Perkataan ayah anak yang
sakit yang dalam Markus 9:17 berupa pemberitahuan saja, dalam Lukas 9:33 dan
Matius 17:15 berupa permohonan yang langsung diajukan kepada Yesus. Matius
dalam ceritanya hampir saja menghilangkan bahwa anak itu kerasukan roh jahat,
hal mana suatu unsur penting dalam Markus dan oleh Lukas bahkan sangat
ditonjolkan. Perbedaan yang paling mencolok terletak dalam kata penutup. Dalam
hal ini Matius 17:19 pada dasarnya sama dengan Markus 9:28, tetapi Matius 17:20
sangat menekankan kepercayaan, yang berbeda sekali dengan Markus 9:29. Lukas
sama sekali tidak memuat suatu kata penutup yang serupa dengan Matius atau
Markus, tetapi menyajikan penutup yang sangat berbeda sekali dalam Lukas 9:43a.
Lukas juga sama sekali tidak memuat suatu pertanyaan murid-murid dan juga
jawaban Yesus. Pada Lukas dan Matius anak itu tidak dikatakan bisu. Ketiga
injil sinoptik ini menempatkan cerita penyembuhan dalam konteks yang pada
umumnya sama, yaitu sesudah cerita tentang Yesus yang dimuliakan di sebuah
gunung dan sebelum pemberitahuan kedua tentang penderitaan Anak Manusia.
V. Penutup
Dengan melihat kisah penyembuhan di atas,
dapat dikatakan bahwa dalam ketiga injil sinoptik terdapat kesejajaran
(paralelisme). Walaupun demikian ada juga perbedaan yang sangat mencolok di
dalamnya. Kisah penyembuhan ini disampaikan menurut versi masing-masing dari
ketiga injil sinoptik. Tekanan utama atau inti dari cerita ini, bukanlah kisah
penyembuhan yang dialami oleh si anak yang kerasukan setan, tetapi ketidak
kesanggupan dan ketidakpercayaan para murid dalam mengusir roh jahat. Kuasa
untuk menyembuhkan penyakit, dan kuasa untuk mengusir setan telah diberikan
kepada para murid (Luk 9:1), tetapi mereka belum sanggup untuk melakukanya.
Ketidaksanggupan para murid ini disebabkan, karena mereka kurang yakin, kurang
percaya dan kurang berdoa, sebagaimana yang ditekankan oleh Yesus, bahwa roh
jahat tertentu hanya dapat diusir dengan doa dan puasa. Dengan demikian tidak
ada sesuatupun yang mustahil di dunia ini. (John D)
Buku Referensi
Bergant, Dianne. Tafsir
Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: kanisius, 2002.
Delorme,
J. Injil Markus. Yogyakarta:
kanisius, 1981.
Edersheim,
A. The life and Times of Jesus the
Messiah. Grand Rapids, 1947.
Groenan, C. Tentang
Segala Sesuatu yang Dikerjakan dan Diajarkan Yesus. Yogyakarta: Kanisius,
1977.
Gutzwiller,
Richard. Renungan tentang Matius II. Flores:
Arnoldus, 1968.
Lane,
William. The Gospel of Mark. Michigan:
Grand Rapids, 1989.
Leks,
Stefan. Yesus Kristus menurut Keempat
Injil. Yogyakarta: Kanisius,1987
Lembaga
Biblika Indonesia. Injil Lukas. Yogyakarta:
Kanisius,1981.
Riedel,
K. Tafsir Injil Matius. Jakarta: Gita
Karya, 1963.
[3] Epilepsy (epilepsi)
merupakan penyakit pada suatu susunan saraf, yang timbul sewaktu-waktu berupa
kekejangan disertai dengan pingsan dan perubahan gerak-gerik jiwa, sewaktu
penyakit itu menyerang atau kambuh.
[5] A. Edersheim, The Life
and Times of Jesus the Messiah, (Grand Rapids, 1947, Jilid II), hlm 105.
[9] William L Lane, The
Gospel of Mark, (Grand Rapids: Michigan, 1988), hlm 660.
[12] William L Lane, The
Gospel of Mark, (Grand Rapids: Michigan, 1988), hlm 660.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar