Selasa, 18 Oktober 2016

BUAH-BUAH PEMBENARAN (ROMA 5: 1-11)



PENDAHULUAN
Dalam Roma 5:1-11 Paulus sangat menekankan kasih Allah yang menyelamatkan melalui Yesus Kristus Putera-Nya. Dengan demikian manusia diperdamaikan dengan Allah, berkat iman mereka. Manusia dibenarkan karena iman. Dengan beriman, manusia memperoleh kasih  karunia dan senantiasa berharap akan penerimaan kemuliaan Allah. Hasil dari pembenaran itu adalah cinta kasih Allah yang merupakan jaminan keselamatan yang defenitif. Hidup abadi akan dianugerahkan kepada mereka yang telah dibenarkan karena dan di dalam cinta Allah.[1] Pembenaran Allah (δικαιοσυνη του θεου), (5:1-11) dapat dibagi ke dalam beberapa pokok bagian. Dalam ayat 1-2a, Paulus mengemukakan tema perikop ini yaitu pembenaran menghasilkan damai dengan Allah. Kemudian dalam ayat 2b tema pokok itu menghasilkan dalil yang kedua, yaitu mengenai pengharapan akan kemuliaan Allah. Dalam ayat 3-4, tema pengharapan itu dibahas dan diuraikan secara lebih lanjut. Ayat 5 menunjukkan dasarnya yaitu kasih Allah. Ayat 6-8 menggambarkan perbuatan kasih. Ayat 9-10 menggambarkan hasil perbuatan kasih itu yakni keselamatan dalam hukuman terakhir. Ayat 11 merupakan penutup dari perikop ini. Secara singkat Roma 5:1-11 dapat dilukiskan sebagai berikut[2]:
            Ayat 1-2a         : Pembenaran Menghasilkan Damai dengan Allah.
            Ayat 2b            : Pengharapan akan Kemuliaan Allah.
            Ayat3-4           : Pengharapan.
            Ayat 5              : Kasih.
            Ayat 6-8          : Perbuatan Kasih.
            Ayat 9-10        : hasil Perbuatan Kasih.
            Ayat 11            : Penutup.
Bagian Pertama: Ayat 1-2a: Pembenaran Menghasilkan Damai dengan Allah.
            Bagian pertama ini menekankan damai sejahtera menjadi dasar pembenaran. Orang -orang yang dibenarkan karena iman hidup dalam damai sejatera. Hidup dalam damai sejahtera menunjukkan adanya suatu relasi dengan Allah.[3] Damai sejahtera tidak mengacu pada perasaan batin, perasaan aman sentosa, melainkan pada keadaaan yang berlaku antara Allah dengan manusia. Orang yang berupaya untuk mengerjakan pembenarannya sendiri tidak bisa tidak harus selalu gelisah. Sedangkan orang yang telah dibenarkan karena karya Yesus Kristus tidak perlu lagi merasa gelisah, tetapi sudah hidup dalam damai sejahtera dengan Allah.
            Melalui pembenaran oleh iman dan damai sejahtera dengan Allah, manusia memperoleh kasih karunia. Di atas kasih karunia itulah orang-orang yang telah dibenarkan berdiri dengan kokoh dan teguh. Iman adalah jawaban kita terhadap kasih karunia Allah yang terpenuhi dalam Yesus Kristus yang sering disebut sebagai Adam Baru dan model baru dalam ketaatan kepada Bapa (Bdk. 2 Kor 3:18; 4:4-6; Phil 3:20-21; 1 Kor 15:42-49).[4]
Bagian Kedua: Ayat 2b: Pengharapan Akan Kemuliaan Allah
            Orang beriman atau orang percaya bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Bermegah berarti hidup dalam persekutuan dengan Allah. Kemuliaan Allah menjadi tujuan pengharapan dari orang beriman.[5] Kemuliaan Allah ( δοχα του θεου) adalah kemuliaan milik Allah sendiri, yang akan dinyatakan sepenuhnya pada akhir jaman. Kemuliaan Allah itu adalah cahaya-Nya, keelokan-Nya, kehormatan-Nya, kekuasaan-Nya. Kemuliaan Allah adalah juga kemuliaan yang diberikan kepada manusia ciptaan-Nya, dan seakan-akan merupakan pancaran kemuliaan-Nya sendiri. Kemuliaan dengan arti inilah yang dimaksud dalam ayat ini. Manusia kehilangan sebagian besar kemuliaan itu akibat dosa (Mzm 8). Akan tetapi pada jaman akhir, yang merupakan pula saat kebangkitan orang mati, kemuliaan itu akan dipulihkan (Rom 8:18, 21; 1 Kor 15; 43).[6]
Bagian Ketiga: Ayat 3-4: Pengharapan
             Perkataan pokok dalam bagian ketiga ini adalah kesengsaraan menimbulkan ketekunan (3) dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan (4). Dalam Perjanjian Lama, kesengsaraan itu merupakan hukuman Tuhan atas ketidaksetiaan, tetapi juga cara Tuhan menyiapkan bagi diri-Nya suatu bangsa yang taat. Kesengsaraan itu akan  memuncak pada jaman akhir (Dan 12:1; Zef 1:15). Dalam kitab Mazmur, kesengsaraan orang saleh yang tampil ke depan. Sengsara itu adalah sesuatu yang wajar: “Kemalangan orang benar banyak (Mzm 34:20). Orang benar itu  berjalan dalam kesesakan (Mzm 138:7).  Sengsara itu pun datangnya dari Tuhan (Mzm 66: 71:20), tetapi Tuhan pula menyelamatkan orang benar dari pada-Nya.[7]
            Dalam sastra Yahudi, pada jaman antar perjanjian, kesengsaraan adalah hukuman atas pelanggaran, dorongan agar bertobat, penambahan jasa amal, berisikan tebusan dosa. Tetapi yang lebih penting dalam memahami ayat ini adalah pertanyaan orang Yahudi kepada Paulus. Bagaimana dapat dijelaskan bahwa orang-orang percaya masih tetap mengalami penderitaan? Terhadap pertanyaan kritis inilah Paulus harus menerangkan pandangan kristen tentang penderitaan.[8]
            Kesengsaraan itu tidak terpisahkan dari kehidupan orang percaya (Bdk Yoh 16:33; Kis:14:22; 1 Tes 2:3). Kita menderita sengsara kalau dan karena kita hidup dalam persekutuan dengan Kristus (Kol 1:24; Flp 3:10). Atau denga kata lain, sebagaimana Kristus harus menderita sengsara (Mat 16:25; Luk 24:26), begitu pula orang kristen harus mengalami banyak sengsara (Kis 14:22).[9] Yesus dimuliakan dalam penderitaan, oleh karena itu orang beriman harus berpartisipasi dalam penderitaan-Nya supaya ambil bagian dalam kemuliaan-Nya.[10] Dalam hubungan itulah Paulus dapat mengatakan: “Kita bermegah juga dalam kesengsaraan kita, sebab kesengsaraan itu justru turut menandai persekutuan dengan Kristus, dan persekutuan itulah yang menjadi alasan kita bermegah.”[11]
            Kesengsaraan menimbulkan ketekunan (ketabahan). Ketabahan merupakan salah satu kebajikan kristen, bersama dengan iman, pengharapan dan kasih (Tit 2:2 bdk 1 Kor 13:7). Dan sama seperti kebajikan-kebajikan lainnya ketabahan adalah pemberian Allah (Rom 15:5). Di tengah penderitaan, kita percaya, itulah iman kita, bahwa Allah tidak akan meninggalkan kita, dan Ia akan memberi kita kekuatan untuk bertahan, yaitu ketabahan.
            Ketekunan (ketabahan) menimbulkan tahan uji (4). Kehiduipan seorang kristen dilihat sebagai ujian yang terus menerus, yang memuncak pada hukuman terakhir. Yang menguji adalah Tuhan sendri (Mzm 139: 1,23 bdk Yer 6:27), dan ujiannya dibandingkan dengan api (Mzm 66:10-12; Yer 6:29; 1 kor 3:13). Disini yang menjadi ujian adalah kesengsaraan (3). Orang percaya menahan kesengsaraan itu dengan tabah hati. Penderitaan itu perlu supaya iman yang tulen menyatakan diri. Hal ini merupaka keyakinan umum dalam jemaat-jemaat kriten pertama.
             Tahan uji menimbulkan pengharapan. Kalau iman kita ternyata diuji Tuhan dalam api penderitaan dan penindasan, dan kalau Tuhan memberi kita ketabahan sehingga kita dapat menahan ujian itu dan ternyata tahan uji, maka kita tidak lagi takut sesutau apapun, dan pengharapan kita menanjak. Sebab karenanya kita percaya, bahwa dalam hukuman terakhir pun Tuhan akan menyelamatkan kita dari dalam api itu.[12]
Bagian Keempat: Ayat 5: Kasih Allah
            Kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita, oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. Kasih Allah adalah kasih Allah kepada kita, bukan kasih kita kepada Allah.[13] Kasih Allah lebih besar dari ketidaksetiaan dan keberdosaan kita. Kasih Allah di dalam Kristus telah memperhatikan kita waktu kita masih lemah (6), masih berdosa (8), masih seteru (10). Kasih itulah yang menjadi sumber kasih karunia-Nya.
Hati adalah pusat kehidupan (Ams 4:23). Isi hati menentukan cara hidup kita. Kehadiran kasih Allah di dalam diri kita menjadi sumber pertobatan. Perkataan Paulus dalam bagian ini menyatakan bahwa nubuat dalam Perjanjian Lama tentang pemberian hati yang baru dan Roh Kudus kepada bangsa Israel yang tidak taat itu sudah digenapi di dalam diri Kristus (Bdk Yeh 36:25.37: 14:39;29).[14] Melalui Roh Kudus, manusia baru bagi Tuhan disucikan dan dibersihkan untuk suatu jaman yang baru. Air adalah sebuah simbol yang dominan digunakan untuk penyucian. Ide mencurahkan (εκκηχιταλ ) adalah persatuan natural (Yoel 2:28; Ibr 3:1; Kis 2:17; 1 Kor 12:13). Bagi Paulus dan tradisi kristen pada umumnya, kehadiran Roh Kudus dianggap sebagai petunjuk yang asli, sejak ada relasi dengan Tuhan, komunitas kristen akan hidup dalam jaman baru dimana mereka menikmati status keanakan anak Allah yang berseru kepada Tuhan “Abba, Bapa” (Gal 4:6-7; Rom 8:15).[15]
Bagian Kelima: Ayat 6-8: Perbuatan Kasih
            Ayat 6-8 menggambarkan sifat kasih Ilahi. Kasih itu telah menyatakan diri waktu kita masih lemah (6). Kelemahan itu ditandai dengan kungkungan perbudakan dosa. Kristus telah mati demi orang berdosa, dan Ia mati bagi mereka sebelum dari pihak orang berdosa itu bisa ada sesuatu apa pun yang menjadikan mereka layak untuk  menerima anugerah yang begitu besar. Kelemahan itu berarti mereka berada di bawah kekuasaan dosa.[16]
            Dalam ayat 7, Paulus hendak menggambarkan kasih Allah yang telah menyatakan diri dalam kematian Kristus untuk orang berdosa yang tidak layak menerima anugerah sebesar itu. Oleh karena itu perbuatan Kristus tidak ada taranya. Perbuatan Kristus jauh melebihi perbuatan manusia yang paling agung.[17]
            Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa (8). Kematian Kristus merupakan perwujudan dan pernyataan cinta Allah.[18] Pemberian diri Kristus dalam cinta adalah penyataan historikal dari cinta kekal Allah.[19] Kasih Allah itu diarahkan kepada orang berdosa, yang tidak layak menerimanya, dan kasih itu mendahului segala tanda kebaikan di pihak mereka. Kematian Kristus terjadi satu kali di masa lampau, tetapi salib-Nya tetap berdiri di tengah umat manusia sebagai penyataan akan kasih Allah kepada orang malang dan berdosa.[20]
Bagian Keenam: Ayat 9-10: Hasil Perbuatan Kasih
            Kematian Kristus (9) menunjukkan jalan keselamatan, sebab Ia mati bagi kita waktu kita masih orang berdosa. Lebih-lebih kasih Allah yang telah menyatakan diri dalam kematian itu akan menyelamatkan kita setelah kita dibenarkan, yaitu setelah  dosa kita  ditebus oleh darah-Nya.[21] Kita yang dulu pendosa, dan sekarang melalui darah Kristus, kita dibenarkan, diterima dan dideklrasikan dalam hubungan yang benar dengan Tuhan.[22]
            Ayat 10 mengulangi penalaran yang terdapat dalam ayat 9 dengan menambahkan unsur baru. Ketika kita masih seteru, kita diperdamaikan dengan Allah. Keadaan yang berlaku, yang ditandai dengan permusuhan, ditiadakan. Ayat 10a sejajar dengan ayat 9a: Dibenarkan oleh darah-Nya, diperdamaikan oleh kematian-Nya. Yang mendamaikan kita adalah Allah sendiri. Kasih Allah sama sekali mendahului kita, seperti yang terdapat dalam ayat 8. Kasih itu mengerjakan pendamaian oleh kematian Anak-Nya.  Disini nampak kesatuan antara Allah dengan krtistus, yang sesungguhnya merupakan rahasia yang tidak dapat ditembus pandangan. Kesatuan itulah yang diuangkapkan dengan perkataan Anak-Nya.
            Kalau Allah telah mendamaikan kita waktu kita masih seteru, lebih-lebih kita akan diselamatkan oleh hiduNya. Hidup-Nya disini sejajar dengan dibangkitkan. Keselamatan kita berdasarkan kematian dan kebangkitan (hidup) Kristus.[23]
Bagian Ketujuh: Ayat 11: Penutup
            Dalam ayat penutup ini, Paulus kembali ke pokok “bermegah” .Orang-orang yang percaya tidak hanya mengharapkan keselamatan dan kehidupan di surga kekal, tetapi sekarang juga mereka telah  menjadi manusia lain, yaitu manusia yang bermegah dalam Allah. Bermegah merupakan inti pokok dari perubahan yang nyata yang berlangsung dalam kehidupan orang yang menjadi percaya. Bermegah juga merupakan unsur penting dalam ibadah kristen, yaitu dalam puji-pujin dan dalam doa syukur. Kristus Yesus melalui Roh mengundang kita untuk bermegah, untuk  memuji-muji Tuhan. Bahkan dapat dikatakan juga bahwa puji-pujian kita layak diterima Allah karena perantaran Dia. Dia yang oleh-Nya kita bermegah, Dia juga yang oleh-Nya kita telah menerima pendamaian.
PENUTUP
Roma 5:1-11 berbicara tentang pembenaran Allah. Pembenaran itu menghasilkan damai dengan Allah dan membuat orang beriman merdeka dan bebas. Pembenaran itu bukanlah semata-mata usaha manusia sendiri tetapi sebuah inisiatif atau cinta Allah yang menyelamatkan dan membenarkan. Allah selalu menganugerahkan kasih karunia-Nya kepada manusia. Puncak dari kasih karunia itu ada di dalam diri Yesus Kristus. Pemberian Allah di dalam Yesus Kristus diterima karena iman saja. Dengan demikian, kehidupan kristen ditandai dengan bermegah. Dasar dari bermegah adalah Yesus Kristus. Bermegah berarti bergembira, menaruh kepercayaan penuh atau total dan memuji-muji atau bersyukur. Tidak hanya itu saja, orang beriman atau orang kristen juga harus bermegha bila berhadapan dengan kesengsaraan atau penderitaan. Karena sudah dibenarkan dalam iman dan didamaikan dengan Allah, orang beriman mendapat kepastian bahwa kesengsaraan atau penderitaaan bukan murka Allah tetapi suatu ujian untuk memperoleh keselamatan. Siapa yang bertahan hingga akhir akan selamat. Sama halnya seperti emas yang diuji dalam api. Dengan demikian emas itu akan nampak murni dan berkilau. Demikian juga halnya orang beriman dalam ujian penderitaan.









DAFTAR PUSTAKA
Byrne , Brendan. Romans. Minnesota: The Liturgical Press Collegeville, 1996.
Murry, John. The Epistle to The Romans. Michigan: Grand Rapids, 1987.
Van den End, Th. Surat Roma . Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2000.
Sanday ,William. A Critical and exegetical Commentary on The Apostle to The Roman. Edinburgh: T. QT. Clark LTD, 36 George Street, 1980.



[1] Kristinus Mahulae, Diktat Surat Roma , hlm. 6.
[2] Brendan Byrne, Romans (Minnesota: The Liturgical Press Collegeville, 1996), hlm. 164-165.
[3] John Murry, The Epistle to The Romans (Michigan: Grand Rapids, 1987), hlm. 158.
[4] Brendan Byrne, Romans…,  hlm. 165.
[5] John Murry, The Epistle…, hlm. 162.
[6] Th. Van den End, Surat Roma (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2000), hlm. 220-221.
[7] Th. Van den End, Surat…, hlm. 222.
[8] Th. Van den End, Surat…, hlm. 222.
[9] Th. Van den End, Surat…, hlm. 222.
[10] John Murry, The Epistle…, hlm. 163.
[11] Th. Van den End, Surat…, hlm. 222.
[12] Th. Van den End, Surat…, hlm. 224-225.
[13] John Murry, The Epistle…, hlm. 165. Bdk. William Sanday, A Critical and exegetical Commentary on The Apostle to The Roman (Edinburgh: T. QT. Clark LTD, 36 George Street, 1980), hlm.125.
[14] Th. Van den End, Surat…, hlm. 226.
[15] John Murry, The Epistle…, hlm. 167.
[16] Th. Van den End, Surat…, hlm. 228. Bdk. John, Murry, The Epistle…, hlm. 167.
[17] Th. Van den End, Surat…, hlm. 229.
[18] John Murry, The Epistle…, hlm. 168.
[19] Brendan, Byrne, Romans…,  hlm. 168.
[20] Th. Van den End, Surat…, hlm. 230.

[21] Th. Van den End, Surat…, hlm. 231.
[22] Brendan Byrne, Romans…,  hlm. 168.
[23] Th. Van den End, Surat…, hlm. 232-233. Bdk. John, Murry, The Epistle…, hlm.172-174..


Tidak ada komentar:

SEDEKAH MENURUT AGAMA ISLAM

1.PENGANTAR Sedekah merupakan ibadah sosial bagi umat Islam. Sedekah mempunyai kaitan yang erat dengan orang lain. Adapun alasan umat Isl...