Kamis, 17 November 2016

LITURGI SEBAGAI IBADAT GEREJA (LAMBERT BEAUDIN)




Lambert Beaudin (1873-1953) adalah seorang biarawan Benediktin berkebangsaan Belgia. Ia adalah seorang tokoh gerakan liturgi abad XX yang menampikan rumusan liturgi sebagai Ibadat Gereja. Bukunya La de L’ eglise, terbit tahun 1914 memberi ide pembaharuan liturgi. Beaudin menekankan aspek pastoral liturgi dengan pendapat bahwa liturgi suatu ibadat yang hidup, dimana semua anggota Gereja ikut serta dan mengerti apa yang sedang berlangsung (aspek ekklesiologis). Hal ini menduduki tempat penting dalam visi teologis liturgi Konsili Vatikan II. Di samping kepentingan tindakan Kristus sebagai Imam Agung, liturgi pun merupakan perayaan Gereja yang terdiri dari komunitas umat beriman. Beaudin memakai kata Participatio Actuosa (berperan aktif) sebagai progran utama dari gerakan pembaharuan yang ia motori. Partisipasi aktif umat dalam liturgi sangat penting untuk pertumbuhan dan kedalaman spiritualitas hidup. Tujuan karya pastoralnya adalah menyadarkan umat bahwa liturgi itu bukan hanya urusan klerus saja, melainkan juga urusan seluruh umat dan warga Gereja. Ia menampilkan Gereja sebagai elemen yang spesipik, hanya ada liturgi dan semua kegiatan-kegiatan ibadat apa pun dalam gereja, selalu bersatu dengan liturgi, karena secara langsung atau tidak langsung itu adalah bagian dari liturgi, sebab berasal dari sifat kodrati Gereja itu sendiri yang bersifat sosial, hiraerkis universal, merupakan kelanjutan dari Kristus, adalah juga pelayan pengudusan dan bahwa terdiri dari manusia. Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus dimana Kristus sebagai kepala dan manusia adalah anggota dari Tubuh Kristus. Subyek satu-satunya dari ibadah Gereja adalah Yesus Kristus. Ia selalu hadir dalam liturgi Gereja. Melalui kehadiranNya ibadah Gereja tampil sebagai pelaksanaan karya keselamatan Kristus dan menjadi sejarah keselamatan yang sedang aktif berlangsung, yakni momen aktif dengan mana Kristus membentuk kita sebagai suatu komunitas dan menjiwai kita dengan dan dalam persatuan dengan Tubuh Mistik-Nya, sebab ibadah kristen sejati hanya mungkin kalau kita merupakan anggota dari Tubuh Kristus.

DAFTAR PUSTAKA
Da Cunha, Bosco. Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja. Malang: Dioma. 2004.
Martasudjita, Emanuel. Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praktis Liturgi (Revisi Buku Pengantar Liturgi). Yogyakarta: Kanisius. 2011.
 

Retournons A La Nature Menurut Jean Jacques Rousseau

PENGANTAR
Pada abad ke-18 dimulailah suatu jaman baru, yang telah berakar pada Renaissance yang mewujudkan rasionalisme dan empirisme. Abad ke-18 disebut juga sebagai abad pencerahan. Rousseau merupakan seorang tokoh yang memainkan peranan penting dalam pemikiran filsafat pada abad itu. Ia menentang pencerahan yang menyebarluaskan kesenian dan ilmu pengetahuan tanpa adanya penilaian yang baik. Dia lebih menekankan perasaan dan subyektifitas daripada akal. Akan tetapi didalam menghambakan diri kepada perasaan itu akalnya yang tajam dipergunakan. Rousseau menunjuk pada nilai batin dan perasaan serta meninggikan arti kepribadian atau kodrat manusia. Dalam keadaan asali, manusia itu adalah baik, namun kultur dan ilmu pengetahuan telah membusukkan keadaan asalinya. Rousseau menganggap keadaan asali itu sebagai firdaus. Ia menentang kemewahan serta kompleksitas yang terdapat dalam masyarakat dan menekankan bahwa kebahagiaan manusia akan diperoleh dengan kembali kepada keadaan asali yang bersahaja itu.
Pokok-pokok pikiran Rousseau yang terkenal adalah pendidikan, kebudayaan, kontrak sosial, agama dan romantisme. Semua ajarannya ini menekankan satu hal yakni, kembali kepada keadaan asali (back to nature).

 RIWAYAT HIDUP[1]

Jean Jacques Rousseau lahir di Geneva (Jenewa), Swiss tahun 1712 dalam keluarga Perancis Protestan. Ayahnya seorang tukang arloji. Ibunya meninggal dunia sewaktu ia baru lahir. Sewaktu kecil dia seorang Kalvinis. Dia berkenalan dengan seorang tokoh yang sangat mempengaruhi hidupnya yaitu Baronne de Warens yang membuatnya bertobat menjadi Katolik. Dikemudian hari ia berbalik lagi menjadi Kalvinis, sampai akhirnya membuat agamanya sendiri, yakni sebuah campuran deisme dan romantisme yang disebutnya “agama sipil”. Filsuf ini juga berkelana kemana-mana mulai dari kehidupanya di Turin sebagai katolik saleh, lalu ke Paris dan ke Venesia sebagai sekretaris duta besar Perancis. Di Jenewa ia kembali menjadi Kalvinis dan ia berencana melarikan diri ke Berlin dan London karena karya-karyanya yang membuat dia dicurigai dimana-mana. Rousseau mempunyai watak yang tidak stabil, gampang menangis dan mudah curiga. Kisah cinta Rousseau juga unik. Dia bercinta dengan banyak perempuan, antara lain dengan Madame de Warens, seorang yang lebih tua daripada dirinya dan melahirkan anak-anak dari Therese Le Vasseur, seorang perempuan yang tidak begitu cantik dan kurang cerdas. Anak-anaknya dimasukkan semua ke panti asuhan. Rousseau mengunjungi Inggris bersama David Hume, tahun 1766. Tahun-tahun terakhir hidupnya, ia tinggal di Ermenonville (Swis) sampai kematianya tahun 1778.

POKOK-POKOK PIKIRANYA
1. KEBUDAYAAN
Pada kodratnya manusia itu adalah baik. Kejahatan manusia disebabkan oleh kebudayaan yang terbentuk dalam masyarakat karena dengan  kebudayaan manusia membebaskan diri dari keadaan alamiah yang membahagiakan. Rousseau menentang perang antar sesama karena perang adalah bukan bawaan alam tetapi lahir dari kebersamaan dalam masyarakat. Dalam diri manusia ada dua kekuatan yang saling mempengaruhi yaitu kekuatan rohani dan badani.
Rousseau mengatakan bahwa hidup bersama dalam masyarakat sangat perlu sebab manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain (no man is island). Rousseau hanya menginginkan agar manusia  sedapat mungkin memelihara hal-hal alamiah. Sebab jikalau tidak demikian, perang dan berbagai kejahatan lainya akan timbul. Disamping itu penetapan hak milik pribadi dalam masyarakat akan menghilangkan keadaan asali dan sekaligus menimbulkan ketidaksamaan sosial.[2] Hal ini sangat memungkinkan adanya persaingan dan perselisihan yang tidak sehat yang pada akhirnya melahirkan perang.
2. AGAMA
Agama bagi Rousseau adalah urusan setiap pribadi dengan tuhannya masing-masing sesuai dengan apa yang diyakini. Rousseau berbeda dengan para tokoh rasionalisme yang lebih menekankan rasio. Ia mempunyai rasa hormat terhadap misteri dan hati nurani. Ada ungkapan Rousseau tentang hati nurani yang dibicarakanya dengan penuh hormat. Hati nurani, hati nurani, Insting Allah, suara abadi surgawi, pemandu terpercaya bagi makhluk yang kurang pengetahuanya serta terbatas, tetapi berakal serta bebas. Engkaulah hakim yang tidak biasa sesat dalam menilai segala sesuatu, baik yang buruk maupun yang baik, yang menyamakan manusia dengan Allah yang secitra dengan-Nya. Engkaulah yang menghasilkan keunggulan kodratnya dan kesusilaan perbuatanya. Selain itu Rousseau juga tidak percaya bahwa adanya kebakaan jiwa, namun ia tidak mengerti bagaiman hal itu bisa terjadi. Ia tidak dapat membayangkan bahwa jiwa akan mati.[3] Menurut Rousseau dalam beragama yang dibutuhkan adalah kitab alam dan bukan kitab-kitab yang berisi tentang wahyu, sebab wahyu tidak dapat dikenal secara umum. Dari kitab itulah manusia dapat belajar tentang adanya Allah, mencintai dan mengasihi Dia serta karya-karya-Nya. Selain itu manusia juga harus melakukan yang baik sebagai suatu kewajiban di dunia ini demi menyenangkan hati-Nya. Dalam hidupnya Rousseau tidak pernah tanpa agama. Ia menjelaskan agama dengan caranya sendiri. Ia tidak suka mengucapkan doanya dalam ruangan tertutup tetapi lebih senang sembahyang di alam yang penuh pesona.[4] Menurut dia, pembinaan agama dapat diberikan kepada anak-anak yang berusia diatas delapan tahun. Pembinaan agama mempunyai metodenya sendiri dan bukan dengan cara menghapal.
3. PENDIDIKAN
Sistem pendidikan yang otoritatif, disiplin ketat, mekanis dan menuntut kepatuhan luar biasa dari siswa tidak disetujui olah Rousseau.[5] Dalam pendidikan tidak ada terdapat istilah penguasa yang memberi perintah dan yang harus dihormati. Pendidikan merupakan hal mendasar dalam membentuk kepribadian manusia. Pendidikan harus membebaskan anak-anak dari pengaruh kebudayaan. Pendidikan harus memberi kesempatan bagi anak untuk mengembangkan segala kebaikan yang ada pada dirinya. Tugas para pendidik sebenarnya adalah meninggalkan kebiasaan yang telah berlaku sebelumnya yakni dengan otoritatif dan disiplin yang sangat ketat. Seorang pendidik harus memegang prinsip bahwa segala sesuatu yang merupakan kecondongan kodrati, itulah yang paling benar. Pendidik tidak boleh bertolak pada dirinya sendiri, namun sebaliknya bertolak dari kodrat si anak atau anak didik. Seorang pendidik hendaknya memberi kebebasan kepada si anak agar biasa mandiri dan tidak perlu berbuat banyak. Pendidik hanya bertindak sebagai pengamat dan sekaligus pengoreksi atas diri si anak. Cara terbaik untuk mencapai kemajuan si anak adalah membiasakan dia untuk menghendaki segala-galanya menjadi miliknya.[6] Anak didik harus dibiarkan untuk bersenang-senang dan tidak bisa diganggu dengan ajaran moral, karena mereka belum siap untuk itu. Anak harus dipersiapkan secara benar untuk siap menghadapi masa yang akan datang, sebab pada dirinya ada gudang potensi yang harus dikembangkan. Selanjutnya tugas pendidik adalah mengarahkan si anak agar dapat mengenali potensinya dan dapat menggunakanya secara efektif. Oleh karena itu, pribadi si anak harus dibentuk melalui sensasi dan perasaan dan bukan melalui kata-kata dan abstraksi.[7] Naluri-naluri alamiah dan rasa cinta yang ada pada diri si anak harus dikembangkan dan tidak boleh dibendung agar si anak benar-benar berkembang dan mengenali potensi yang ada pada diri mereka.
4. SOSIAL
Ajaran Rousseau tentang kontrak sosial adalah mengharapkan suatu susunan yang bebas, bahagia dan manusiawi dan berdasar pada asas-asas kodrati manusia bukan dengan rasio melainkan dengan kehendak dan perasaan. Dengan ini Rousseau bertujuan agar manusia menjadi tuan atas dirinya sendiri, bebas seperti keadaan asali. Kembali kepada keadaan asali sangat ditekankanya agar masyarakat atau manusia tetap berada dalam keadaan asali itu sendiri. Kebaikan-kebaikan yang sudah ada dalam keadaan alamiah harus dipelihara agar persekutuan, kebebasan dan kesamaan yang dinikmati orang pada jaman alamiah tetap terjaga. Pada keadaan alamiah orang tidak terikat pada sesamanya ataupun kepada barang tertentu.[8]
Dengan adanya suatu persekutuan , maka terbentuklah suatu negara. Dalam negara kehendak personal harus tunduk kepada kehendak umum atau dengan kata lain, kewajiban harus didahulukan baru dituntut hak pribadi. Undang-undang harus ditentukan dan disahkan oleh masyarakat. Selain undang-undang, pendapat atau kehendak umum adalah suatu cara terbaik dalam menentukan suatu keputusan sebab tidak diragukan lagi kebenaranya. Dengan demikian negara yang didirikan itu dapat mempertahankan kebebasan bersama. Rousseau adalah seorang pendukung kedaulatan rakyat dan sistem demokrasi.[9] Sebab dengan demokrasi semua warga negara ambil bagian dan keputusan bersama adalah kesimpulan umum yang tidak bisa lagi diganggu gugat.
5. ROMANTISME 
 Rousseau dikenal sebagai seorang Bapak romantisme. Romantisme merupakan suatu tantangan baru bagi rasionalisme. Romantisme lebih menonjolkan perasaan,sentimen, nafsu, kesederhanaan, kemurnian ,alam dan suara hati. Dalam ajaranya Rousseau hanya bertitik tolak pada suatu pandangan dasar, yaitu bahwa alam murni itu baik dan indah, sehingga segala sesuatu yang dekat dengan alam murni, baik dan indah adanya.[10] Aliran ini merupakan suatu pukulan besar bagi para filsuf yang menekankan rasio. Bukunya Du Contract Social menggambarkan semangat kembali ke alam pedesaaan yang asri, dengan meninggalkan perkotaan, perdagangan, industri, uang dan kemewahan.

REFLEKSI KRITIS ATAS AJARAN  J. J. ROUSSEAU


Rousseau merupakan filsuf yang sangat terkenal di Perancis. Semboyanya back to nature membawa suatu terobosan baru tentang pokok-pokok yang dibicarakan para filsuf termasuk mengenai budaya, manusia, kontrak sosial, negara dan lain-lain. Pokok pikiran Rousseau ada yang diterima menjadi suatu tatanan baru dan ada juga yang menimbulkan reaksi para filsuf yang lain.
Kontrak sosial sangat dibutuhkan dalam pendirian negara. Ia menghendaki bentuk negara, dimana kekuasaanya ada ditangan rakyat atau demokrasi mutlak. Hal ini bertentangan dengan John Locke yang membagi kekuasaan negara kedalam tiga bentuk (trias politika). Menurut Rousseau badan legislatif (The Legislator) sama sekali tidak memiliki kekuasaan memerintah orang. Kekuasaan legislatif harus ada ditangan rakyat dan kekuasaan eksekutif dan federatif harus berdasar pada kemauan bersama. Rousseau juga tidak membenarkan adanya persekutuan termasuk partai yang menurutnya hanya berakhir pada penyelewengan. Selain itu, ia juga mengusulkan agar negara jangan terlalu besar atau terlalu kecil, cukup sebesar polis seperti pada jaman Yunani kuno. Pendapat ini juga bertentangan dengan John Locke yang membutuhkan negara sebagai badan pengawas, karena negara yang dibayangkanya luas dan besar. Menurut Rousseau, negara yang demikian akan mempengaruhi terwujudnya pemerintahan yang diktator dan totaliter.
Keadaan asali akan membuat manusia hidup damai. Segala sesuatu merupakan milik bersama dan tidak ada yang berniat untuk mencari suatu kekuasaan. Hal ini sangat bertentangan dengan Hobbes yang mengatakan bahwa setiap manusia memiliki keinginan yang sangat untuk memiliki kekuasaan demi kekuasaan, dan keinginanya hanya akan diberhentikan oleh ajal. Jika setiap anggota masyarakat mempunyai prisip demikian, maka cenderung akan timbul perang, perselisihan dan kekerasan, sebab masing-masing akan mempertahankan kekuasaanya. Rousseau tidak setuju dalam hal demikian. Perang dan perselisihan tidak akan terjadi jika segala sesuatu dikehendaki bersama dan bukan tergantung pada pribadi tertentu.
Pemikiranya tentang negara sangat aneh. Ia menolak protestan dalam negaranya, karena protestan mementingkan isolasi diri dan berpotensi memecah belah negara. Hal ini akan menimbulkan pertentangan dalam negaranya, sebab pada jamanya protestan sedang berkembang. Dalam bidang pendidikan, pendapatnya menduduki tempat penting karena ia melontarkan sebuah kritik bukan atas dogmatisme religius dan metafisika tadisional, melainkan atas apa yang diyakini sebagai kemajuan pada saat itu.

PENUTUP
Kodrat manusia menurut Rousseau pada dasarnya adalah baik. Ia mengatakan bahwa segalanya adalah baik ketika keluar dari tangan Sang Pencipta dan segalanya menjadi buruk ketika sampai ditangan manusia. Dalam hal ini, ia mengkritik institusi-institusi kultural yang cenderung membusukkan kodrat manusia. Dengan mengikuti gagasan-gagasan Rousseau, kita menemukan sebuah gerak balik dari pencerahan. Dalam hal ini pemikiran Rousseau memiliki kedudukan yang penting dalam sejarah filsafat modern sejak kemajuan ilmiah terjadi di Barat. Demikianlah Rousseau melontarkan pemikiran-pemikiranya atas kemajuan yang terjadi pada saat itu.
           
           










DAFTAR PUSTAKA

Edwards, Paul (ed.).. The Encyclopedia of Philosophy, vol. 7 dan 8. USA: Macmilan Inc, 1967

Hamersma, Harry.  Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: PT. Gramedia, 1983

Hardiman, F. Budi. Filsafat Moderen dari Machiavelli Sampai Nietzsche: Suatu Pengantar dengan Teks dan Gambar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004

Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius, 1980

Hartoko, Dick.  Manusia dan Seni, Yogyakarta: Kanisius, 1984

Weij, P. A. van der. Filsuf-Filsuf Besar tentang Manusia. Yogyakarta: Kanisius, 2000



[1]   Harry  Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern ( Jakarta: PT. Gramedia, 1983), hlm. 23-24.
[2] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern dari Machielli sampai Nietzsche: Suatu Pengantar dengan Teks dan   Gambar  (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 116-117.
[3] P. A. Van der Weij, Filsuf-Filsuf Besar tentang Manusia (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm.85-86.
[4] P. A. Van der Weij, Filsuf-Filsuf Besar tentang……hlm 87.
[5] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern dari Machielli….hlm120.
[6] P. A. Van der Weij, Filsuf-Filsuf Besar…..hlm 84.
[7] Paul Edwards (ed), The Encyclopedia of Philosophy, vol 7 dan 8 (USA: Macmilan Inc, 1967), hlm 221.
[8] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat II (Yogyakarta: Kanisius, 1980), hlm 60-61.
[9] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern dari Machielli….hlm 114-115.
[10] Dick Hartoko, Manusia dan Seni (Yogyakarta: Kanisius, 1984), hlm 39.

SEDEKAH MENURUT AGAMA ISLAM

1.PENGANTAR Sedekah merupakan ibadah sosial bagi umat Islam. Sedekah mempunyai kaitan yang erat dengan orang lain. Adapun alasan umat Isl...