1.
Pengantar
Kitab
kebijaksanaan bin Sirakh atau amsal-amsal bin Sirakh ditulis sekitar tahun 180
SM (abad II SM), oleh Yesus bin Sirakh bin Eleazar (Sir 50:27). Dalam Gereja
Katolik kitab ini termasuk dalam kitab deuterokanonika, sementara Protestan
menyebutnya apokrip. Kitab Yesus bin Sirakh merupakan suatu kitab kebijaksanaan
yang mempertahankan hukum Taurat karena pada masa itu budaya helenisme
berkembang di Israel. Takut akan Tuhan adalah sumber kebijaksanaan. Takut akan
Tuhan berarti menjalankan hukum Tuhan sebagaimana yang tertulis dalam Taurat.
Takut akan Tuhan juga berarti menjalin hubungan yang baik dengan sesama. Takut
akan Tuhan juga berarti menjalin relasi yang baik dengan orangtua dan
menghormati serta melayani mereka sebagai tuan.
2.
Struktur
Sirakh 3:1-16
Sirakh
3:1-16 (kewajiban terhadap orangtua) ditempatkan setelah Sirakh 2:1-18
(kewajiban terhadap Tuhan). Perikop ini dibagi menjadi dua bagian. Pertama
berbicara mengenai penghormatan seorang anak kepada orangtua secara positif
(1-9). Kedua, berbicara mengenai penghormatan seorang anak kepada orangtua
dengan cara menghindarkan hal-hal yang negatif (10-16).[1]
2.1.
Sirakh 3:1-9
Sirakh
3:1-9 ini dibuka dengan sapaan “anak-anakku” (1). Sapaan semacam ini lazim
digunakan dalam kitab kebijaksanaan sebagai bentuk pengajaran seorang bapak
kepada anak-anaknya atau seorang guru kepada murid-muridnya (Sir 6:18; 11:10 ;
15:24; Ams 1:8; 2:1; 3:1; 4:1; 5:1 dan lain-lain).
Sirakh
3:1-9 dibuka dengan pengajaran seorang bapak kepada anak-anaknya, “anak-anakku
dengarkanlah aku bapamu dan hendaklah berlaku sesuai dengan apa yang kamu
dengar supaya selamat”. Pengajaran ini ditujukan kepada anak yang sudah dewasa.
Seorang anak harus menghormati orangtua, baik ayah maupun ibunya (Im 19:3; Mal
1:16, Kel 20:12; Ul 5:16). Menurut Sirakh alasan seorang anak menghormati
orangtua tidak didasarkan pada tatanan sosial masyarakat yang menanamkan
nilai-nilai moral dan etika tetapi didasarkan pada kehendak Allah sendiri.
“memang Tuhan telah memuliakan bapa pada anak-anaknya dan hak ibu atas para
anaknya diteguhkan-Nya (3:2; bdk. Ef 6:1).[2]
Sirakh
3:1-9 ini dikatakan bernada positif karena dalam perikop ini terdapat beberapa
berkat bagi anak-anak yang mau mendengarkan dan mematuhi orangtua (3-6). Berkat
yang diperoleh seorang anak dalam menghormati bapa-ibunya adalah pemulihan dari
dosa, mengumpulkan harta, akan mendapat kesukaan pada anak-anaknya kelak,
doanya dikabulkan dan akan memperoleh umur yang panjang. Berkat yang akan
diterima ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara perbuatan baik
kepada orangtua dengan berkat.[3]
Sirakh 3:1-9 ini ditutup dengan berkat dan kutuk orangtua (3:9).
2.2.
Sirakh 3:10-16
Sirakh
3:10-16 berisi larangan-larangan yang harus dilakukan seorang anak dalam
menjalin relasi dengan orangtua. Seorang anak tidak boleh membanggakan nista
bapa dan ibu sebab malu orangtua juga malu anak (10-11).[4]
Seorang anak tidak boleh menyakiti hati bapa, tidak boleh menelantarkan
orangtua pada masa tuanya dan harus memaklumi keadaan mereka. Siapa yang
mengabaikan dan melupakan orangtuanya dianggap sama dengan penghujat dan mereka
akan dikutuk oleh Allah (Kel 21:17; Im 20:9; Ul 27:16; Ams 20:20; Mat 15:4; Mrk
7:10).[5]
3.
Poin
Teologis
3.1.
Takut akan Tuhan adalah sumber Kebijaksanaan
Takut
akan Tuhan adalah suatu tema yang sangat ditekankan oleh Yesus bin Sirakh dalam
kitabnya secara keseluruhan. Takut akan Tuhan selalu dihubungkan dengan
kebijaksanaan. Takut akan Tuhan adalah sumber kebijaksanaan. Kebijaksanaan
disamakan dengan Taurat Musa. Kebijaksanaan hanya bisa diperoleh oleh
orang-orang yang takut akan Tuhan. Seseorang dapat dikatakan takut akan Tuhan
kalau ia memelihara Taurat dan perintah-perintah Tuhan dalam hidupnya.[6] Allah
memberikan kebijaksanaan kepada orang yang cinta pada-Nya (1:10) dan yang
memelihara perintah-Nya (1:26) sebab hanya Dialah yang bisa mencurahkannya
(1:9). Takut akan Tuhan berarti berlaku bijaksana, mengasihi Allah, menepati
perintah-perintah-Nya dan menempuh jalan Tuhan. Takut akan Tuhan nampak dalam
relasi seseorang kepada Tuhan dan sesama.[7]
Dalam konteks Sirakh 3:1-16, Takut akan Tuhan ditunjukkan dengan menghormati
orangtua sebagaimana yang diinginkan Tuhan dalam titah-Nya (Kel 20:2-3, 12; Ul
5:6-7, 16).
3.2.
Orangtua
adalah “Allah” yang Kelihatan
Dalam
Sirakh 3:7 dikatakan bahwa seorang anak harus melayani orangtuanya sebagai
majikan. Dalam konteks ini ada konsep hamba dan majikan atau budak dengan tuan.
Gelar majikan merupakan salah satu gelar Allah dalam Septuaginta (Sir 23:1;
34:29).[8]
Dalam Sirakh 3:1-16, Sirakh menyejajarkan Allah dengan orangtua dalam konteks
pelayanan. Oleh karena itu, kualitas pelayanan seorang anak kepada orangtuanya
harus seperti pelayanan seorang hamba kepada Tuhan. Allah adalah sumber dan
pemberi hidup. Orangtua adalah representasi dari Allah, sebab melalui orangtua
atau leluhur, seseorang memperoleh hidup dan berkat dari Tuhan.[9]
3.3.Pembalasan
Putera
Sirakh tetap mempertahankan ajaran pembalasan sebagaimana dalam relasi
perjanjian antara Allah dengan bangsa Israel. Kalau bangsa Israel setia kepada
Allah, maka mereka akan mendapat berkat, akan tetapi kalau mereka tidak setia
maka mereka akan binasa. Secara umum kalau dilihat kitab Sirakh terdapat
beberapa janji-janji kepada orang yang saleh misalnya, hidup/umur panjang
(1:12), kesehatan yang baik (1:18), perkawinan yang bahagia (26:3), sukacita
karena anak-anak (25:7) dan nama baik yang tahan lama (37:26; 39:11). Namun
Allah juga akan memberikan pembalasan kepada orang-orang jahat atau orang-orang
fasik. Pembalasan kepada orang-orang jahat atau orang-orang fasik tidak
dikatakan secara eksplisit terjadi dalam hidup. Namun yang pasti akan ada
pembalasan, mungkin pada saat terakhir hidup mereka.[10]
Demikian juga halnya dalam membangun relasi dengan orangtua, siapa yang menghormati
orangtua akan memperoleh berkat tetapi siapa yang tidak menghormati akan
terkutuk (3:16).
4.
Pesan
4.1. Pembaca pada Zaman Sirakh
Kitab
Sirakh, khususnya Sirakh 3:1-16 bisa dikatakan sebagai suatu apologia umat
Israel untuk menentang kehadiran budaya helenisme. Masuknya budaya helenisme ke
tanah Israel membawa pengaruh yang negatif bagi orang-orang muda Yahudi. Oleh
karena itu Sirakh membuat pengajaran yang kental dengan Taurat dan budaya
Yahudi. Sirakh 3:1-16 juga didasarkan pada hukum Taurat dan juga budaya Yahudi.
Dalam hukum Taurat jelas dikatakan bahwa orangtua harus dihormati sebagaimana
tertulis dalam dekalog. Dalam budaya Yahudi penghormatan terhadap orangtua didasarkan
pada situasi bangsa Yahudi pada saat
mengembara. Bapak keluarga adalah raja yang harus bertanggung jawab membela dan
memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan demikian bapak ataupun ibu pantas
mendapatkan penghormatan.
4.2.Pembaca
Real
Setiap
budaya mempunyai latar belakang tersendiri untuk menghormati orangtua.
Penghormatan terhadap orangtua memiliki aneka bentuk. Setiap orang mempunyai
cara tersendiri untuk menghormati orangtua. Tidak ada bentuk penghormatan
formal yang berlaku bagi setiap orang, usia dan zaman. Di berbagai daerah atau
budaya misalnya budaya Batak Toba, penghormatan terhadap orangtua mendapatkan
bentuk tertentu, karena masyarakat Batak Toba menganggap orangtua sebagai raja.
Orangtua harus dilayani secara baik, baik waktu hidup maupun setelah meninggal.
Orang yang tidak menghormati orangtua, biasanya hidupnya akan susah atau
terkutuk (Bdk. Kisah si Mardan yang tidak menghormati ibunya dan juga kisah
sangkuriang dalam budaya Sunda).
Penghormatan
terhadap orangtua sangat ditekankan baik oleh
budaya maupun oleh agama. Budaya mengajarkan seseorang untuk menghormati
orangtua demi alasan moral dan adat-istiadat sementara agama berdasarkan
perintah Tuhan yakni pada salah satu isi dari dekalog “hormatilah ayah dan ibumu,
supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan oleh Tuhan Allahmu kepadamu. Rasul
Paulus juga menekankan agar setiap orang menaati orangtua di dalam Tuhan,
karena haruslah demikian (Ef 6:1). Oleh karena itu, setiap anak harus
menghormati orangtua berdasarkan situasi sosial, budaya dan agama. Siapa yang
menghormati dan memperlakukan orangtua dengan baik akan memperoleh berkat. Akan
tetapi siapa yang tidak menghormati orangtua akan terkutuk.
5.
Penutup
Penghormatan
kepada orangtua merupakan salah satu bentuk takut akan Tuhan. Orang yang takut
akan Tuhan pasti berlaku dengan bijaksana. Orangtua harus dilayani dan diabdi
dengan baik sebagaimana seorang hamba mengabdi Tuhan. Orangtua adalah Debata natarida (“Allah” yang
kelihatan). Orangtua menjadi representasi Allah di dunia sebab melalui mereka
seseorang memperoleh hidup.
Daftar
Referensi
Bergant-Robert.
J. Karris (ed.), Dianne. Tafsir Alkitab
Perjanjian Lama (Judul Asli: The
Collegeville Bible Commentary), diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata dan
Lembaga Biblika Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Konferensi
Waligereja Indonesia. Iman Katolik: Buku
Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Noel
Freedman, David. The Anchor Bible Dictionary
Volume 6 Si-Z. New York: Doubleday, 1992.
Weiden,Win van
der. Seni Hidup: Sastra kebijaksanaan
Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 1994.
[1]
Dianne Bergant-Robert. J.
Karris (ed.), Tafsir Alkitab Perjanjian
Lama (Judul Asli: The Collegeville
Bible Commentary), diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata dan Lembaga Biblika
Indonesia (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 788.
[2]
“Menghormati Orangtua” dalam
pendalaman Kitab Suci, Vol. 25, No. 6. November-Desember 2010. Hlm. 286.
[3]
“Menghormati orangtua…,
hlm. 287.
[4]
Dianne Bergant-Robert. J.
Karris (ed.), Tafsir…, hlm. 789.
[5]
“Menghormati orangtua…,
hlm. 287.
[6] David Noel Freedman, The Anchor Bible Dictionary Volume 6 Si-Z (New
York: Doubleday, 1992), hlm. 941.
[7]
Win van der Weiden, Seni Hidup: Sastra kebijaksanaan Perjanjian
Lama (Yogyakarta: Kanisius, 1994). Hlm. 301.
[8]
“Menghormati orangtua…,
hlm. 287.
[9]
Konferensi Waligereja Indonesia,
Iman Katolik: Buku Informasi dan
Referensi (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 52.
[10]
Win van der Weiden, Seni Hidup…, hlm. 301.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar