Sabtu, 18 Juni 2016

Mengenal Tuhan : Menuruti Perintah-perintah-Nya (1Yoh 2:3-11)

1.       Pengantar
Kristen identik dengan kasih. Kekristenan bukanlah hanya masalah pengetahuan. Kekristenan menuntut suatu hidup yang sesuai dengan Allah yang adalah kasih. Kasih itu diwujudkan Allah dalam sejarah keselamatan manusia dan berpuncak dalam diri Yesus. Yesus adalah penyataan kasih Allah. Perintah Allah untuk saling mengasihi dalam Perjanjian Lama diulangi dan dibaharui oleh Yesus dalam Perjanjian Baru. Perintah inilah yang ddituliskan oleh pengarang surat surat pertama Yohanes untuk  meneguhkan kehidupan beriman orang-orang kristen.
2.       Struktur Surat 1 Yohanes dan Skema 1 Yoh 2:3-11
Secara umum surat 1 Yohanes dibagi ke dalam lima bagian besar. Oleh karena itu struktur surat 1 Yohanes dapat dilukiskan sebagai berikut:[1]
       I.      Prolog (1:1-4)
     II.      Berjalan dalam Terang (1:5-2:29). Bagian kedua ini dibagi menjadi dua bagian besar yakni:
A.    Dua Jalan Eksortasi (1:5-2:17)
-        Allah adalah Terang (1:5)
-        Bebas dari Dosa (1:6-2:2)
-        Menuruti Perintah (2:3-11)
-        Dialamatkan kepada Tiga Kelompok (2:12-14)
-        Menolak Dunia (2:15-17)
B.    Menolak Anti Kristus (2:18-29)
-        Perpecahan Sebagai Suatu Tanda Pada Saat Terakhir (2:18-19)
-        Pengurapan bagi Mereka yang Memelihara Iman yang Benar (2:20-25)
-        Pengurapan bagi Guru-guru Komunitas (2:26-27)
-        Kepercayaan pada Saat Penghakiman (2:28-29)
   III.          Cinta adalah Suatu Tanda Anak-anak Allah (3:1-24). Bagian ketiga ini dibagi menjadi tiga bagian besar yakni:
A.    Bapa Menjadikan Kita Anak-anak-Nya (3:1-10)
-        Kita sekarang adalah Anak-anak Allah (3:1-3)
-        Mereka yang Dilahirkan dari Allah Tidak melakukan Dosa (3:4-10)
B.    Orang Kristen Harus Mencintai Satu Sama lain (3:11-18)
-        Kain: Kebencian Merupakan Kematian (3:111-15)
-        Kematian Kristus: Model dari Cinta (3:16-18)
C.    Kepercayaan Kita Dihadapan Allah (3:19-24)
-        Tuhan Lebih Besar dari pada Hati Kita (3:19-22)
-        Tuhan Berdiam dalam Mereka yang Menuruti Perintah-Nya (3:23-24).
  IV.          Perintah untuk Mencintai dan Beriman (4:1-5:12). Bagian ke empat ini dibagi menjadi tiga bagian besar yakni:
A.    Menolak Anti Kristus (4:1-6)
-        Mereka Tidak Mengakui Yesus (4:1-3)
-        Mereka Tidak Mengalahkan Dunia (4:4-6)
B.    Tuhan adalah Cinta  (4:7-21)
-        Kristus adalah Perwujudan Cinta Allah kepada Kita (4:7-12)
-        Kita Mengenal Cinta Tuhan melalui Roh Kudus (4:13-16a)
-        Kepercayaan Kita: Berdiam dalam Cinta Tuhan (4:16b-21)
C.    Percaya dalam Putera (5:1-12)
-        Iman Mengalahkan Dunia (5:1-5)
-        Kesaksian: Putera berasal dari air dan Darah (5:6-12)
    V.          Epilog. Bagian kelima ini dibagi ke dalam tiga bagian:
A.    Kepercayaan dalam Doa (5:14-17)
B.    Tiga Ungkapan kepercayaan (5:18-20)
C.    Peliharalah Dirimu dari Berhala (5:21)
Dari struktur di atas dapat kita lihat bahwa 1 Yoh 2:3-11 berada dalam bagian kedua yakni berjalan dalam terang (1:5-2:29). Bagian kedua ini dibagi lagi menjadi dua bagian yakni 1:5-2:17 dan 2:18-19. Oleh karena itu 1 Yoh 2:3-11 terdapat dalam 1 Yoh:5-2:17. Untuk dapat mengetahui dengan baik apa yang dimuat dalam 1 Yoh 2:3-11, penulis membagi skema perikop ini berdasarkan pembagian yang dibuat oleh Rudolf Schnackenburg. Oleh karena itu skema dari 1 Yoh 2:3-11 adalah sebagai berikut:[2]
-        Pengetahuan atau pengenalah akan Tuhan meharuskan kita untuk memelihara perintah-perintah-Nya dan berrjalan seturut teladan Yesus (1 Yoh 2:3-6).
-        Perintah Tua dan Baru ( 1 Yoh 2:7-8).
-        Hanya orang yang menuruti perintah yang saling mencintai, mempunyai jaminan dalam terang dan bersekutu dengan Allah (1 Yoh 2:9-11).
3.   Ulasan Eksegese atas 1 Yoh 2:3-11
3.1.  Pengetahuan atau pengenalah akan Tuhan meharuskan kita untuk memelihara perintah-perintah-Nya dan berrjalan seturut teladan Yesus (1 Yoh 2:3-6).
Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangssiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah: dengan inilah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia. Barangsiapa mengatakan bahwa ia ada di dalam dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.
Mengenal Allah bukanlah pertama-tama dimaksudkan secara intelektual melainkan secara aktual. Tanda seseorang mengenal Allah adalah ia melakukan atau menuruti perintah-perintah Allah. Perintah allah yang dimaksud di sini disimpulkan dalam perintah kasih. Barangsiapa mengenal Allah berarti melakukan tindakan kasih. Mengenal Allah berarti mengenal kasih dan mengenal kebenaran. Barangsiapa mengenal kebenaran hidup di dalam kebenaran (2 Yoh 1:3), kebenaran ada di dalam mereka (1 Yoh 1:8), mereka melakukan apa yang benar (1 Yoh 1:6; Yoh 3:21). Kriteria seseorang dikatakan mengenal Allah dan hidup dalam kebenaran adalah melakukan tindakan yang benar.[3]
Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia tetapi ia tidak mengikuti perintah-Nya ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Mengenal allah bukanlah suatu pengetahuan teoritis dan spekulatif melainkan suatu relasi dengan Allah. Seseorang yang mengenal Aallah akan menggantungkan diri kepada Allah dan berjalan menurut rencana-Nya. Itulah sebabnya mengapa dikatakan bahwa seseorang yang tidak menggantungkan diri dan keberadaannya kepada Allah adalah seorang pendusta. Pendusta yang dimaksud bukan  hanya mau menunjukkan seseorang yang mengatakan sesuatu yang tidak benar tetapi lebih menunjukkan bahwa pendusta itu sendiri tidak ada atau tidak berarti apa-apa seejak kebenaran menjadi suatu kenyataan.[4]
Barangsiapa tidak menuruti perintah Allah addalah seorang pembohong tetapi barangsiapa menuruti perintah-Nya di dalamnya sudah sempurna kasih Allah dan dengan itulah kita ketahhui bahwa kita ada di dalam Dia. Kasih sempurna yang dimaksud adalah kasih ilahi (agape ilahi) misalnya, menuruti perkataan Tuhan, perintah-perintah Tuhan. Meelaksanakan kasih ilahi merupakan suatu kriteria bukan hanya untuk mengenal Allah tetapi juga untuk beradda dalam Allah.[5] Barangsiapa mengatakan bahwa ia ada di dalam Allah, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. Ia ada di dalam Dia bisa juga diartikan bahwa ia hidup di dalam Allah atau allah hidup di dalam dia. Allah adalah kasih dan kasih Allah itu nyata dalam diri Yesus. Barangsiapa berada dalam kasih berarti ia juga berada dalam kristus dan hidup seperti Kristus sebagai model dari kasih Allah.[6]
3.2.  Perintah Tua dan Baru (1 Yoh 2:7-8)
Saudara-saudara yang kekasih bukan perintah baru yang kutuliskan kepada kamu, melainkan perintah lama yang ada padamu dari mulanya. Perintah lama itu adalah firman yang kamu dengar. Namun perintah baru juga yang kutuliskan kepadamu telah ternyata benar di dalam Dia dan di dalam kamu: sebab kegelapan telah lenyap dan terang yang benar telah bercahaya.
Ayat 7-8 ini dimuali dengan sapaan saudara-saudara yang kekasih. Hal ini lazim dalam penulisan surat. Dalam ayat ini sepertinya ada ditemukan dua perintah yakni, perintah lama dan perintah baru. Perintah itu dikatakan lama karena orang-orang kristen sejak permulaan sudah mendengar perintah kasih, sementara perintah itu dikatakan baru karena Yesus telah memberikan kepada kita suatu kebaruan dan teladan-Nya sendiri, yang membarui dalam diri kita. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perintah lama dan perintah baru isisnya adalah sama. Namjun perintah lama didengarkan dalam bentuk sabda dan perkataan sementara perintah baru nyata dalam bentuk pribadi yakni Yesus sendiri. Dialah yang menghalau kegelapan saat ini dan pada saat yang akan datang. Dia adalah terang yang benar dan yang bercahaya. Iktulah sebabnya ia dikatakan benar dan baru.[7]
3.3.  Hanya orang yang menuruti perintah Allahlah yang saling mengasihi, mempunyai jaminan dalam terang dan bersekutu dengan Allah (1 Yoh 2:9-11)
Barangsiapa berkata bahwa ia ada ddi dalam terang, tetapi ia membanci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekrang. Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada ddi dalam terang dan di dalam dia tidak ada penyesatan. Tetapi barangsiapa membenci saudaranya ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu kemana ia pergi, karena kegelapan itu telah membutakan matanya.
Dalam ayat 9-11 terdapat dua kekuatan yang tarik-menarik yakni terang dan kegelapan. Membenci dan mengasihi sudara-saudarra menjadi suatu persyaratan apak seseorang itu hidup dalam terang atau hidup dalam kegelapan. Barangsiapa hidup dalam terang harus mengasihi saudara-saudaranya. Barangsiapa hidup dalam kegelapan pasti membenci saudara-saudaranya. Barangsiapa berkata bahwa ia ada di dalam terang, tetapi ia membanci saudaranya, ia berada dalam kegelapan (9). Ayat 9 ini diulangi dan ditekankan lagi dalam ayat 11. Selain itu ayat 9 ini merupakan suatu pengulangan dari ayat 4. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Barangsiapa yang hidup di dalam terang pasti mengenal Allah dan menuruti perintah-perintah-Nya dan Allah hidup di dalam dia sebagai kebenaran. Barangsiapa hidup di dalam kegelapan tidak akan mengenal Allah. Ia tidak akan menuruti perintah-perintah Allah bahkan akan membenci saudaranya, sebab kebenaran dan terang tidak ada di dalam dia. Kegelapan telah menguasainya dan ia tidak tahu kemana ia akan pergi karena kegelapan itu telah membutakan matanya, ia tidak mampu lagi melihat terang.[8]
4.   Poin Teologis dari 1 Yoh 2:3-11
4.1.  Allah adalah kasih
Sudah sejak dari awal sejarah keselamatan manusia, Allah memerpekenalkan diri sebagai kasih. Kasih Allah dinyatakan dalam perbuatan-perbuatan-Nya yang menyelamatkan dan membebaskan umat-Nya. Sudah sejak semula juga umat Israel diminta untuk mengasihi Tuhan dan juga sesama manusia. Semua perintah dan peraturan-peraturan Tuhan berpuncak pada perintah kasih sebab Dia sendiri adalah kasih. Barangsiapa mengenal Allah pasti akan mengenal kasih dan menghidupi kasih. Barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sempurna kasih Allah; dan dengan itulah kita ketahui bahwa kita ada di dalam Dia sama seperti Anak-Nya yang ada bersama-sama dengan Dia (Yoh 1:2). Allah tidak pernah berhenti mengasihi manusia. Sebagai penyataan kasih Allah yang paling tinggi ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal yakni Yesus sendiri sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Perintah kasih yang dari semula ada dalam bentuk sabda sekarang nyta dalam diri Yesus yang menjelma menjadi manusia. Oleh karena itu, barangsiapa mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup (1 Yoh 2:6). Perintah untuk saling mengasihi mendapat tekanan dalam surat 1 Yohanes ini. Hal ini terungkap dalam suratnya kepada jemaat orang kristen supaya mereka tetap saling mengasihi sebagai saudara sebagaimana yang telah mereka dengar dalam perintah lamadan yang telah dibaharui oleh Yesus dalam perintah baru. Barangsiapa megasihi Allah yang adalah kasih ia akan menuruti perintah-perintah-Nya dan hidup dalam kebenaran. Barangsiapa tinggal dalam Allah, Allah juga tinggal dan diam di dalam dia.[9]
4.2.  Allah adalah Terang
Terang dan gelap adalah dua kekutan yang selalu dipertentangkan dan ssaling tarik-menarik. Terang diidentikkan dengan kasih sementara gelap dengan kebencian. Barangsiapa hidup di dalam terang di dalam dia tidak ada penyesatan tetapi barangsiapa hidup dalam kegelapan ia tidak tahu kemana ia pergi, karena kegelapan itu telah membutakan matanya (1 Yoh 2:9-11). Orang yang hidup di dalam terang pasti akan mengasihi saudara-saudaranya sementara orang yang hidup di dalam kegelapan membenci saudara-saudaranya. Terang identik dengan Allah dan terang itu adalah Yesus sendiri. Oleh karena itu, setiap orang kristen harus berjalan menurut terang itu sendiri dan menelaan Yesus Sang Terang Sejati (1 Yoh 2:6).
5.   Penutup
Kasih tidak bisa lepas dari hidup seorang kristen. Pengetahuan tidak boleh mengalahkan kasih. Kasih adalah ciri orang kristen dana bukan pengetahuan. Barangsiapa mengasihi berarti dia mengenal Allah dan Allah diam dalam dia. Kasih yang dimiliki oleh seorang kristen haruslah seperti kasih Yesus sebagai perwujudan kasih Allah kepada manusia. Selain itu, orang kristen juga diharapkan mampu menjadi terang yang menghalau kegelapan bagi sesama sehingga setiap orang mampu berjalan dan mengikuti Yesus sang Terang Sejati. Dengan demikian orang kristen sudah memenuhi panggilan hidup mereka sebagai orang kristen.











Daftar Pustaka
Bultmann, Rudolf. The Johannine Epistles: A Commentary on The Johannine Epistles. Philadelphia: Fortress Press, 1973.
E. Brown, Raymond. The New Jerome Biblical Commentary. Great Britain: Bath Press, 1989.
Schnackenburg, Rudolf. The Johannine Epistles: A Commentary. New York: Cross Road, 1992.
Strecker, Georg. The Johannine Letters: A Commentary on 1,2,and 3 John. Minneapolis: Fortrees Press, 1996.








[1] Raymond E. Brown, The New Jerome Biblical Commentary (Great Britain: Bath Press, 1989), hlm. 988-989.
[2] Rudolf Schnackenburg, The Johannine Epistles: A Commentary (New York: Cross Road, 1992), hlm. 89-107.
[3] Georg Strecker, The Johannine Letters: A Commentary on 1,2,and 3 John (Minneapolis: Fortrees Press, 1996), hlm. 40.
[4] Rudolf Bultmann, The Johannine Epistles: A Commentary on The Johannine Epistles Philadelphia: Fortress Press, 1973), hlm. 25.
[5] Georg Strecker, The Johannine Letters... , hlm. 42.
[6] Rudolf Bultmann, The Johannine Epistles... , hlm. 26.
[7] Georg Strecker, The Johannine Letters... , hlm. 48.
[8] Georg Strecker, The Johannine Letters... , hlm. 48.

[9] Rudolf Bultmann, The Johannine Epistles... , hlm. 26.

Nasihat Tentang Perzinahan (Ams 5:1-23)

Pengantar

            Dalam kitab Amsal ada dua perikop yang membahas tentang nasihat perzinahan yakni bab 5:1-23 dan bab 6:20-7:1-27. Kedua bab ini merupakan perikop yang panjang dan berdiri sendiri. Secara umum tekanan utama dari kedua perikop ini adalah sama. Oleh karena itu, dalam paper ini penulis hanya membahas satu bab saja yakni bab 5:1-23. Gaya bahasa yang digunakan dalam perikop ini adalah instruksi yang di dalamnya terdapat motivasi pengajaran, peringatan dan nasihat, akibat atau konsekuensi dari tingkah laku yang diinspirasikan kebijaksanaan. Instruksi kebijaksanaan ini disampaikan dalam bentuk monolog.

Nasihat Tentang Perzinahan
            Perikop tentang nasihat perzinahan ini diawali dengan seruan “hai anakku!”. Seruan atau ungkapan ini mau menunjukkan ajakan atau didikan dari seorang ayah terhadap anaknya atau seorang guru terhadap murid-muridnya. Secara umum perikop ini dibagi ke dalam empat bagian yakni ayat 1-2 (nasihat supaya berpegang kepada kebijaksanaan), ayat 3-6 (ciri khas atau tindakan dari perempuan jalang/issa zara), ayat 7-19 (konsekuensi dari orang yang mengikuti langkah perempuan jalang dan nasihat supaya mencintai istri sendiri) dan ayat 20-23 (perintah supaya tidak birahi dengan perempuan jalang).

            Kebijaksanaan (hokma) digambarkan dengan seorang perempuan atau istri yang baik. Orang yang memiliki kebijaksanaan diumpamakan dengan orang yang memiliki istri yang baik. Istri yang baik dipertentangkan dengan perempuan jalang. Orang yang tidak mempunyai kebijaksanaan akan mengikuti langkah perempuan jalang. Jalan perempuan jalang menuju jalan kematian. Tindakan perempuan jalang dilukiskan dalam ayat 3-6, “karena bibir perempuan jalang menitikkan tetesan madu dan langit-langit mulutnya lebih licin dari pada minyak, tetapi kemudian ia pahit seperti empedu dan tajam seperti pedang bermata dua. Kakinya turun menuju maut, langkahnya menuju dunia orang mati. Ia tidak menempuh jalan kehidupan, jalannya sesat tanpa diketahuinya”. Orang-orang muda diingatkan supaya tidak mengikuti jalan perempuan jalang. Orang yang mengikuti jalan perempuan jalang akan mendapat hukuman mati dari jemaah (14), sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dalam Ulangan 22:22: “apabila seorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami, maka haruslah dibunuh mati; laki-laki yang telah tidur dengan perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus kau hapuskan yang jahat dari antara orang Israel”. Orang yang mengikuti jalan perempuan jalang akan merugikan diri-sendiri serta menghancurkan kekayaanya. Oleh karena itu setiap orang muda dinasihati untuk mencintai dan bersuka cita dengan istrinya (17-19; bdk. Bagaimana seorang pemuda memuji-muji seorang gadis dalam Kitab Kidung Agung).
            Dalam perikop ini, nama Tuhan hanya sekali disebutkan. Segala sesuatu terbuka di hadapan Tuhan dan segala langkah orang diawasinya (21). Mencintai kebijaksanaan berarti mencintai Allah sebab Allahlah sumber kebijaksanaan. Segala kebijaksanaan dari Tuhan asalnya dan ada padanya selama-lamanya (Sir 1:1). Siapa yang tidak mencintai kebijaksanaan berarti tidak mencintai Allah.

Relevansi Lokal
            Salah satu perintah dalam dekalog adalah jangan berzinah (Ul 5:18; Im 20:10, bdk. Mat 5:27). Perintah ini pertama-tama ditujukan kepada orang-orang Yahudi kemudian kepada orang-orang Kristen. Dalam budaya Batak Toba, nasihat untuk tidak berzinah juga sangat ditekankan oleh orang tua kepada anak-anaknya, karena berzinah merupakan sebuah aib besar. Siapa yang kedapatan berzinah akan didenda kalau tidak dikawinkan. Hal ini akan sangat merugikan dan memalukan kedua belah pihak, baik laki-laki maupun perempuan serta semua keluarganya. Kalau tidak, mereka bisa diusir dan diasingkan dari kampung. Mereka akan menjadi bahan perbincangan bagi orang lain dan bisa menjadi contoh hidup bagi orang-orang muda. Di samping itu, dalam budaya Batak Toba seorang laki-laki, baik yang sudah mempunyai istri atau belum dilarang duduk-duduk dengan istri orang, walaupun istri dari saudara kita sendiri, khususnya istri dari adik kita. Ada juga istilah inang bao dan amang bao. Mereka ini dilarang dan tidak akan pernah duduk berdampingan. Peraturan-peraturan seperti ini ditetapkan karena mungkin dulu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan atau sejenis perzinahan. Mengingini istri orang lain sangat dilarang. Hal ini juga tertulis dalam perintah kesembilan dalam dekalog (jangan mengingini istri sesamamu Ul 5:21 bdk Rm 7:7; 13:9).

Penutup
            Berzinah merupakan sesuatu yang beretentangan dengan budaya, adat dan agama. Siapa yang melakukan perzinahan tidak menghormati adat, budaya serta agama. Perzinahan selalu membawa kehancuran kepada kedua belah pihak. Mereka akan berdosa dari segi agama, bertentangan dengan budayanya dan pasti akan dihukum secara adat atau sipil. Orang yang berzinah merusak relasi dengan sesama dan Tuhan sendiri. Orang yang berzinah tidak memelihara kebijaksanaan dan didikan dalam hidupnya. Jangan berzinah dan jangan mengingini istri sesamu.

Daftar Referensi
Van der Weiden, Wim. Seni Hidup: Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius: 1995.
McKane, W. Proverbs. London: SCM Press Ltd, 1970.

Toy, H. Critical and Exegital Commentary on The Book of Proverbs. Edinburgh: T&T. Clark, 1988.

Nubuat Kehancuran Yerusalem (Mika 3:9-12)

Pengantar
           
          Mika 3:9-12 merupakan bagian dari perikop 3:1-12. Perikop ini dibagi menjadi tiga bagian yakni, Mika 3:1-4, Mika 3:5-8 dan Mika 3:9-12. Pembagian perikop ini didasarkan pada pembagian yang telah dibuat oleh James L. Mays dan Delbert R. Hillers. Dalam paper ini penulis hanya membahas bagian ketiga yakni Mika 3:9-12 (nubuat tentang kehancuran Yerusalem).

Nubuat Kehancuran Yerusalem
            Nubuat kehancuran Yerusalem dalam Mika 3:9-12 ini ditujukan kepada para kepala kaum Yakub, para pemimpin kaum Israel (ayat 9), yang mendirikan Sion dan Yerusalem (ayat 10), para imam dan para nabi (ayat 11). Adapun alasan dari nubuat kehancuran ini adalah karena pemimpin kaum Israel dan kepala kaum Yakub muak terhadap keadilan dan membengkokkan segala yang lurus (ayat 9). Mereka mendirikan Sion dengan darah dan Yerusalem dengan kelaliman (ayat 10). Para kepalanya memutuskan hukum karena suap dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran serta para nabinya menenung karena uang (ayat 11). Karena tindakan ketidakadilan di atas, maka Mika menubuatkan bahwa Sion akan dibajak seperti ladang dan Yerusalem akan menjadi timbunan puing dan gunung Bait Suci akan menjadi bukit yang berhutan.
            Nubuat tentang kehancuran Yerusalem ini disampaikan oleh Mika di kerajaan selatan. Pewartaan nabi Mika sezaman juga dengan pewartaan nabi Yesaya. Pewartaan nabi Mika dan Yesaya di kerajaan selatan sezaman juga dengan pewartaan nabi Amos dan Hosea di kerajaan utara. Dalam hal konteks historis apa yang ditentang oleh Mika dan Yesaya di kerajaan selatan berlaku juga dengan apa yang ditentang oleh nabi Amos dan Hosea di kerajaan utara.
            Dalam nubuatnya, nabi Mika menempatkan Sion dan Yerusalem sebagai tujuan karena Sion adalah pusat religius dan Yerusalem sebagai pusat pemerintahan. Yerusalem dan Sion berkaitan erat dengan dinasti Daud (davidis). Aparat dan perangkat dinasti ini tidak sepadan dengan Tuhan yang benar karena tidak menegakkan keadilan dan melakukan penindasan. Dalam konteks Mika 3:9-12 aparat dan perangkat dinasti Daud yang dimaksud adalah penatua kampung yang tidak becus. Mika mungkin juga seorang dari penatua yang ditinggikan, bukan hanya di kampungnya di Moresyet tetapi juga di Yerusalem (Mik 1:1). Ada 2 tuduhan yang dilontarkan oleh nabi Mika kepada para koleganya sebagai penatua yakni merobek kulit dari tulang (Mika 3:2-3; bdk 1Raj 9:15-24; 12:6-16) dan rakus akan uang (membangun Sion dengan darah dan Yerusalem dengan kelaliman. Merobek kulit binatang dari tulangnya berarti kerja paksa atau penghisapan. Praktek kerja paksa merupakan sesuatu yang dibenci di Yehuda (bdk. 1Raj 9:15-24; 12:6-16). Sebelum nabi Mika mewarta raja Uzia juga membuat kerja paksa untuk memperkuat pertahanan negeri (bdk. 2Taw 26: 1-15). Pada masa Mika sendiri Raja Hizkia membuat proyek besar saluran air (Bdk. 2Raj 20:20; 2Taw 32:2-4, 30). Sementara rakus akan uang atau korupsi jelas sekali dalam Mika 3:9-12.
 Para pemimpin di Yerusalem merasa yakin bahwa mereka akan selamat karena kota suci Yerusalem, Sion. Oleh karena itu, kritik yang dilontarkan oleh nabi Mika bukan hanya sekedar mengkritik ketidakadilan melainkan terhadap suatu teologi penindasan. Para pemimpin mereka terlalu mengandalkan “dogma Sion” (bukankah Tuhan ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!). Akan tetapi “dogma Sion” ini juga akan runtuh apabila tidak dibarengi dengan tindakan atau perilaku moral yang benar. Pemimpin yang seharusnya menjadi teladan, panutan dan pelindung bagi orang kecil menjadi orang yang menentang keadilan dan membengkokkan segala yang lurus. Yerusalem sebelumnya dilihat sebagai kota yang penuh keadilan, kebenaran dan damai diubah menjadi kota yang penuh darah dan kelaliman. Kota yang penuh darah bukan harus berarti dimengerti sebagai pembunuhan yang menumpahkan darah melainkan akibat dari ketidakadilan, penipuan, sumpah palsu yang sering membawa orang miskin dan orang kecil menuju penderitaan dan kematian. Dalam konteks ini Tuhan berhadapan dengan bangsa Israel yang nazis, jahat, penuh kebohongan, pencurian, penindasan, penipuan dan pembunuhan (bdk. Yes1:4, 21-23; 5:20 dan 30:12). Keadilan dan kebenaran etis menjadi hilang (Mika 3:11; bdk. Yes 5:23). Para imam dan para nabi yang seharusnya mencari dan membawa damai bagi rakyat berubah menjadi imam dan nabi yang mengejar uang dan bayaran. Tindakan yang mereka buat tidak menggambarkan suatu tindakan yang mencintai Tuhan. Siapa yang tidak mencintai Tuhan pada akhirnya akan melahirkan ketidakadilan sosial (bdk. Yer. 23:13-14; Yeh 16:47-52; Am 2:6-8; Hos 4:1-14 Mika 3: 9-11).
Karena ketidakadilan sosial di atas, Yerusalem akan dibajak, diratakan, dihancurkan dan dibumihanguskan. Yerusalem akan tinggal sebagai puing. Yerusalem dan Sion sebagai kota suci, tempat Tuhan bertakhta dan tempat raja yang dipilih-Nya akan hancur. Kota suci tersebut tidak dapat diandalkan tanpa perilaku yang benar. Kehancuran Yerusalem memang tidak terjadi pada zaman Mika. Kehancuran tentang Yerusalem terjadi pada tahun 587/6 SM. Kota Yerusalem dan Bait Allah dihancurkan dan sisa-sisa penduduknya dibawa ke pembuangan. Dengan demikian tamatlah riwayat kerajaan Yehuda (selatan) dan tamat jugalah riwayat Bait Allah dari sejarah.

Penutup dan Kesimpulan
            Nabi Mika dikenal sebagai nabi keadilan di kerajaan selatan. Ia seorang penatua di kampungnya dan juga di Yerusalem. Tugas seorang penatua adalah menjaga keadilan (bdk. Ul 19:12; 21:1-4, 6-20; Rut4:1-12; 1Sam 30:26; 1Raj 8:1; 2Raj 13:1; 2Taw 19:5-8). Oleh karena itu, Mika sangat dihormati di kampungnya sebagai penasihat dan hakim. Dalam konteks ini ia membela warga kampungnya yang diperlakukan secara tidak adil oleh pemimpin-pemimpin Yerusalem sendiri. Selain itu, ia juga menubuatkan kehancuran Yerusalem sebagai konsekuensi dari tindakan ketidakadilan yang merejalela di Yerusalem. Nubuat itu terjadi sebagai hukuman dan peringatan akan Yerusalem dari Tuhan pada tahun 587/6 SM. Tuhan menghukum Israel dan menghancurkan Yerusalem tetapi tidak membinasakannya. Ia sayang kepada bangsa pilihan-Nya dan Ia tetap menunggu perubahan dari umat yang dikasihi-Nya. Ia memukul umat-Nya tetapi Ia tetap menyembuhkan juga.

Daftar Referensi
L. Mays, James. Micah : A Commentary. London: SCM Press LTD, 1976.
R. Hillers, Delbert. Micah: A Commentary of The Prophet Micah. Philadelphia: Fortress Press, 1984.

Simamora, S. Tano. Bibel: Warisan Iman, Sejarah dan Budaya. Jakarta: Obor, 2013.

Kewajiban Terhadap Orangtua (Sirakh 3:1-16)

1.     Pengantar
Kitab kebijaksanaan bin Sirakh atau amsal-amsal bin Sirakh ditulis sekitar tahun 180 SM (abad II SM), oleh Yesus bin Sirakh bin Eleazar (Sir 50:27). Dalam Gereja Katolik kitab ini termasuk dalam kitab deuterokanonika, sementara Protestan menyebutnya apokrip. Kitab Yesus bin Sirakh merupakan suatu kitab kebijaksanaan yang mempertahankan hukum Taurat karena pada masa itu budaya helenisme berkembang di Israel. Takut akan Tuhan adalah sumber kebijaksanaan. Takut akan Tuhan berarti menjalankan hukum Tuhan sebagaimana yang tertulis dalam Taurat. Takut akan Tuhan juga berarti menjalin hubungan yang baik dengan sesama. Takut akan Tuhan juga berarti menjalin relasi yang baik dengan orangtua dan menghormati serta melayani mereka sebagai tuan.

2.     Struktur Sirakh 3:1-16
Sirakh 3:1-16 (kewajiban terhadap orangtua) ditempatkan setelah Sirakh 2:1-18 (kewajiban terhadap Tuhan). Perikop ini dibagi menjadi dua bagian. Pertama berbicara mengenai penghormatan seorang anak kepada orangtua secara positif (1-9). Kedua, berbicara mengenai penghormatan seorang anak kepada orangtua dengan cara menghindarkan hal-hal yang negatif (10-16).[1]
2.1.    Sirakh 3:1-9
Sirakh 3:1-9 ini dibuka dengan sapaan “anak-anakku” (1). Sapaan semacam ini lazim digunakan dalam kitab kebijaksanaan sebagai bentuk pengajaran seorang bapak kepada anak-anaknya atau seorang guru kepada murid-muridnya (Sir 6:18; 11:10 ; 15:24; Ams 1:8; 2:1; 3:1; 4:1; 5:1 dan lain-lain).
Sirakh 3:1-9 dibuka dengan pengajaran seorang bapak kepada anak-anaknya, “anak-anakku dengarkanlah aku bapamu dan hendaklah berlaku sesuai dengan apa yang kamu dengar supaya selamat”. Pengajaran ini ditujukan kepada anak yang sudah dewasa. Seorang anak harus menghormati orangtua, baik ayah maupun ibunya (Im 19:3; Mal 1:16, Kel 20:12; Ul 5:16). Menurut Sirakh alasan seorang anak menghormati orangtua tidak didasarkan pada tatanan sosial masyarakat yang menanamkan nilai-nilai moral dan etika tetapi didasarkan pada kehendak Allah sendiri. “memang Tuhan telah memuliakan bapa pada anak-anaknya dan hak ibu atas para anaknya diteguhkan-Nya (3:2; bdk. Ef 6:1).[2]
Sirakh 3:1-9 ini dikatakan bernada positif karena dalam perikop ini terdapat beberapa berkat bagi anak-anak yang mau mendengarkan dan mematuhi orangtua (3-6). Berkat yang diperoleh seorang anak dalam menghormati bapa-ibunya adalah pemulihan dari dosa, mengumpulkan harta, akan mendapat kesukaan pada anak-anaknya kelak, doanya dikabulkan dan akan memperoleh umur yang panjang. Berkat yang akan diterima ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara perbuatan baik kepada orangtua dengan berkat.[3] Sirakh 3:1-9 ini ditutup dengan berkat dan kutuk orangtua (3:9).
2.2. Sirakh 3:10-16
Sirakh 3:10-16 berisi larangan-larangan yang harus dilakukan seorang anak dalam menjalin relasi dengan orangtua. Seorang anak tidak boleh membanggakan nista bapa dan ibu sebab malu orangtua juga malu anak (10-11).[4] Seorang anak tidak boleh menyakiti hati bapa, tidak boleh menelantarkan orangtua pada masa tuanya dan harus memaklumi keadaan mereka. Siapa yang mengabaikan dan melupakan orangtuanya dianggap sama dengan penghujat dan mereka akan dikutuk oleh Allah (Kel 21:17; Im 20:9; Ul 27:16; Ams 20:20; Mat 15:4; Mrk 7:10).[5]  

3.     Poin Teologis
3.1. Takut akan Tuhan adalah sumber Kebijaksanaan
Takut akan Tuhan adalah suatu tema yang sangat ditekankan oleh Yesus bin Sirakh dalam kitabnya secara keseluruhan. Takut akan Tuhan selalu dihubungkan dengan kebijaksanaan. Takut akan Tuhan adalah sumber kebijaksanaan. Kebijaksanaan disamakan dengan Taurat Musa. Kebijaksanaan hanya bisa diperoleh oleh orang-orang yang takut akan Tuhan. Seseorang dapat dikatakan takut akan Tuhan kalau ia memelihara Taurat dan perintah-perintah Tuhan dalam hidupnya.[6] Allah memberikan kebijaksanaan kepada orang yang cinta pada-Nya (1:10) dan yang memelihara perintah-Nya (1:26) sebab hanya Dialah yang bisa mencurahkannya (1:9). Takut akan Tuhan berarti berlaku bijaksana, mengasihi Allah, menepati perintah-perintah-Nya dan menempuh jalan Tuhan. Takut akan Tuhan nampak dalam relasi seseorang kepada Tuhan dan sesama.[7] Dalam konteks Sirakh 3:1-16, Takut akan Tuhan ditunjukkan dengan menghormati orangtua sebagaimana yang diinginkan Tuhan dalam titah-Nya (Kel 20:2-3, 12; Ul 5:6-7, 16).
3.2.    Orangtua adalah “Allah” yang Kelihatan
Dalam Sirakh 3:7 dikatakan bahwa seorang anak harus melayani orangtuanya sebagai majikan. Dalam konteks ini ada konsep hamba dan majikan atau budak dengan tuan. Gelar majikan merupakan salah satu gelar Allah dalam Septuaginta (Sir 23:1; 34:29).[8] Dalam Sirakh 3:1-16, Sirakh menyejajarkan Allah dengan orangtua dalam konteks pelayanan. Oleh karena itu, kualitas pelayanan seorang anak kepada orangtuanya harus seperti pelayanan seorang hamba kepada Tuhan. Allah adalah sumber dan pemberi hidup. Orangtua adalah representasi dari Allah, sebab melalui orangtua atau leluhur, seseorang memperoleh hidup dan berkat dari Tuhan.[9]
3.3.Pembalasan
Putera Sirakh tetap mempertahankan ajaran pembalasan sebagaimana dalam relasi perjanjian antara Allah dengan bangsa Israel. Kalau bangsa Israel setia kepada Allah, maka mereka akan mendapat berkat, akan tetapi kalau mereka tidak setia maka mereka akan binasa. Secara umum kalau dilihat kitab Sirakh terdapat beberapa janji-janji kepada orang yang saleh misalnya, hidup/umur panjang (1:12), kesehatan yang baik (1:18), perkawinan yang bahagia (26:3), sukacita karena anak-anak (25:7) dan nama baik yang tahan lama (37:26; 39:11). Namun Allah juga akan memberikan pembalasan kepada orang-orang jahat atau orang-orang fasik. Pembalasan kepada orang-orang jahat atau orang-orang fasik tidak dikatakan secara eksplisit terjadi dalam hidup. Namun yang pasti akan ada pembalasan, mungkin pada saat terakhir hidup mereka.[10] Demikian juga halnya dalam membangun relasi dengan orangtua, siapa yang menghormati orangtua akan memperoleh berkat tetapi siapa yang tidak menghormati akan terkutuk (3:16).

4.     Pesan
4.1. Pembaca pada Zaman Sirakh
Kitab Sirakh, khususnya Sirakh 3:1-16 bisa dikatakan sebagai suatu apologia umat Israel untuk menentang kehadiran budaya helenisme. Masuknya budaya helenisme ke tanah Israel membawa pengaruh yang negatif bagi orang-orang muda Yahudi. Oleh karena itu Sirakh membuat pengajaran yang kental dengan Taurat dan budaya Yahudi. Sirakh 3:1-16 juga didasarkan pada hukum Taurat dan juga budaya Yahudi. Dalam hukum Taurat jelas dikatakan bahwa orangtua harus dihormati sebagaimana tertulis dalam dekalog. Dalam budaya Yahudi penghormatan terhadap orangtua didasarkan pada situasi bangsa Yahudi  pada saat mengembara. Bapak keluarga adalah raja yang harus bertanggung jawab membela dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan demikian bapak ataupun ibu pantas mendapatkan penghormatan.
4.2.Pembaca Real

Setiap budaya mempunyai latar belakang tersendiri untuk menghormati orangtua. Penghormatan terhadap orangtua memiliki aneka bentuk. Setiap orang mempunyai cara tersendiri untuk menghormati orangtua. Tidak ada bentuk penghormatan formal yang berlaku bagi setiap orang, usia dan zaman. Di berbagai daerah atau budaya misalnya budaya Batak Toba, penghormatan terhadap orangtua mendapatkan bentuk tertentu, karena masyarakat Batak Toba menganggap orangtua sebagai raja. Orangtua harus dilayani secara baik, baik waktu hidup maupun setelah meninggal. Orang yang tidak menghormati orangtua, biasanya hidupnya akan susah atau terkutuk (Bdk. Kisah si Mardan yang tidak menghormati ibunya dan juga kisah sangkuriang dalam budaya Sunda).
Penghormatan terhadap orangtua sangat ditekankan baik oleh  budaya maupun oleh agama. Budaya mengajarkan seseorang untuk menghormati orangtua demi alasan moral dan adat-istiadat sementara agama berdasarkan perintah Tuhan yakni pada salah satu isi dari dekalog “hormatilah ayah dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan oleh Tuhan Allahmu kepadamu. Rasul Paulus juga menekankan agar setiap orang menaati orangtua di dalam Tuhan, karena haruslah demikian (Ef 6:1). Oleh karena itu, setiap anak harus menghormati orangtua berdasarkan situasi sosial, budaya dan agama. Siapa yang menghormati dan memperlakukan orangtua dengan baik akan memperoleh berkat. Akan tetapi siapa yang tidak menghormati orangtua akan terkutuk.

5.   Penutup
Penghormatan kepada orangtua merupakan salah satu bentuk takut akan Tuhan. Orang yang takut akan Tuhan pasti berlaku dengan bijaksana. Orangtua harus dilayani dan diabdi dengan baik sebagaimana seorang hamba mengabdi Tuhan. Orangtua adalah Debata natarida (“Allah” yang kelihatan). Orangtua menjadi representasi Allah di dunia sebab melalui mereka seseorang memperoleh hidup.










Daftar Referensi
Bergant-Robert. J. Karris (ed.), Dianne. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (Judul Asli: The Collegeville Bible Commentary), diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata dan Lembaga Biblika Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Konferensi Waligereja Indonesia. Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius, 1996.

Noel Freedman, David. The Anchor Bible Dictionary Volume 6 Si-Z. New York: Doubleday, 1992.

Weiden,Win van der. Seni Hidup: Sastra kebijaksanaan Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 1994.




[1] Dianne Bergant-Robert. J. Karris (ed.), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (Judul Asli: The Collegeville Bible Commentary), diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata dan Lembaga Biblika Indonesia (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 788.

[2] “Menghormati Orangtua” dalam pendalaman Kitab Suci, Vol. 25, No. 6. November-Desember 2010. Hlm. 286.
[3] “Menghormati orangtua…, hlm. 287.
[4] Dianne Bergant-Robert. J. Karris (ed.), Tafsir…, hlm. 789.
[5] “Menghormati orangtua…, hlm. 287.

[6] David Noel Freedman, The Anchor Bible Dictionary Volume 6 Si-Z (New York: Doubleday, 1992), hlm. 941.
[7] Win van der Weiden, Seni Hidup: Sastra kebijaksanaan Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 1994). Hlm. 301.
[8] “Menghormati orangtua…, hlm. 287.
[9] Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 52.
[10] Win van der Weiden, Seni Hidup…, hlm. 301.

SEDEKAH MENURUT AGAMA ISLAM

1.PENGANTAR Sedekah merupakan ibadah sosial bagi umat Islam. Sedekah mempunyai kaitan yang erat dengan orang lain. Adapun alasan umat Isl...