PENGANTAR
Setiap suku dan daerah di belahan dunia ini pasti
mempunyai mitos bagaimana terjadinya alam semesta ini, darimana muncul manusia,
hewan dan tumbuhan serta segala sesuatu yang ada di dalamnya. Pada awalnya,
semua itu dapat diketahui dalam mitos-mitos penciptaan. Mitos penciptaan dari
suatu daerah berbeda dengan daerah lain, dan mempunyai ciri khas masing-masing
sesuai dengan konteks budayanya. Di bawah ini akan dilukiskan kisah penciptaan
biblis dan mitos penciptaan Batak Toba. Keduanya mempunyai kemiripan, tetapi
berbeda secara mendasar. Persamaan dan perbedaan kedua kisah itu akan dibahas
lebih lanjut dalam paper ini.
MITOS
BORU DEAK PARUJAR
Jagad
raya terdiri dari tiga lapis, yaitu Langit, tempat Deak Parujar, disebut Banua Ginjang (Benua Atas). Di bawahnya
adalah Banua Tonga (Benua Tengah) dan
terakhir Banua Toru (Benua Bawah).
Kedua benua terakhir masih misteri bagi Deak Parujar. Jika keluar meninggalkan
langit, berarti Deak Parujar harus berusaha turun ke Banua Tonga. Ketika menenun, Deak Parujar melemparkan turak berisi
gelondong benang ke bawah, benangnya terus terjulur menggantung di ruang gelap
gulita.
Deak
Parujar lalu meluncurkan diri ke bawah, bergantung pada benang. Setelah
beberapa waktu meluncur turun dalam gelap gulita, akhirnya kaki Deak Parujar
terantuk pada turak, yang ternyata terombang-ambing di atas permukaan air yang
berkelocak dahsyat ditimpa badai dan gelombang besar. Deak Parujar yang
ketakutan, sejenak timbul niatnya pulang ke langit, namun ia membulatkan hati
dan bertekad tetap bertahan tidak akan pulang. Mulajadi Na Bolon (Maha Pencipta) mendengar jeritan
Deak Parujar minta tolong. Mulajadi Na Bolon kemudian membujuknya agar pulang,
tetapi tidak berhasil. Mulajadi Na Bolon akhirnya mengirim sekepal tanah liat
kepada Deak Parujuar. Ia memberi petunjuk, “Bentuklah tanah liat ini menjadi
landasan tempatmu berpijak di atas samudera”. Deak Parujar merasa lega, lalu
mulai menempa sebidang pijakan dari sekepal tanah liat itu, yang lama kelamaan
semakin luas.
Deak
Parujar sampai harus mengulang tujuh kali menempa tanah pijakanya. Hal ini terjadi
karena Raja Padoha, Naga pemikul Jagad Raya, sampai enam kali menggoncangkan
jagad raya dengan dahsyat, sehingga setiap kali tempaannya selesai terbentuk,
pijakan itu hancur ditelan samudera.
Ketika
pada keenam kalinya tanah tempaan Deak Parujar lebur, ia kembali meminta
pertolongan Mulajadi na Bolon yang kemudian mengirim sebilah keris dan rantai.
Dengan keris itu Deak Parujar menikam Naga pemikul jagad raya, namun tidak
sampai mati. Deak Parujar kemudian berhasil merantainya, sehingga sang naga
tidak leluasa lagi bergerak mengguncangkan jagad raya. Sesudah naga dirantai,
Deak Parujar kembali membentuk tanah pijakan. Naga tidak lagi mengganggunya.
Tanah itu akhirnya berkembang menjadi
bumi, tetapi bumi itu masih kosong. Deak Parujar lalu meminta Mulajadi Na Bolon
untuk mengirim bibit tanaman dan hewan. Mulajadi Na Bolon meluluskan permintaanya.
Bersamaan dengan itu tejadilah perbedaan antara gelap dan terang. Deak Parujar
menebarkan bibit tanaman dan menebarkan anak-anak hewan hingga berkembang biak.
Bumi yang tadinya kosong sudah berisi dan indah sekali.
Melihat
keindahan itu Deak Parujar bernyanyi dan menari kegirangan, tetapi tiba-tiba
merasa kesepian karena tidak memiliki teman. Mulajadi Na Bolon mengamati
keadaannya segera memerintah putra Mangalabulan, bekas tunangan yang ditolak
oleh Deak Parujar, supaya turun ke bumi untuk bergabung dengan Deak Parujar.
Putera langit itu patuh. Ia turun ke bumi menjumpai Deak Parujar.
Deak
Parujar melupakan ketidaksukaanya kepada putra Mangalabulan. Mereka menjadi
pasangan suami isteri pertama di bumi. Mereka berdua dan tujuh keturunanya
hingga tujuh generasi berikutnuya masih tergolong manusia langit, belum menjadi
manusia biasa (Jolma). Sebagai manusia
langit, Deak Parujar dan suaminya teratur menerima kunjungan Mulajadi Na Bolon,
yang dari waktu ke waktu sengaja turun dari langit untuk menemui Deak Parujar
dan keturunanya, memberi pedoman hidup dan petunjuk lainya.
Pada
suatu waktu, masa itu pun berakhir. Mulajadi Na Bolon merasa sudah tiba
waktunya Deak Parujar kembali ke tempat asalnya, yaitu langit. Mulajadi Na Bolon menentukan tempat kembali Deak Parujar,
yaitu di bulan, bertenun seperti sedia kala. Sejak saat itu, Deak Parujar
telihat di sana sedang menenun saat bulan purnama. Bumi tempaanya, yang
ditenunnya ibarat kain tenunan (ulos) dari bahan kiriman Mulajadi Na Bolon,
diwariskan kepada keturunanya bersama seluruh isi alam. Bumi itu berpusat di
huta pertama Sianjurmulamula di kaki Pusuk Buhit. Pusuk Buhit sendiri adalah
tempat turunya Mulajadi Na Bolon ke bumi. Ketika Deak Parujar lenyap ke bulan,
dari situpulalah ia berangkat.
Setelah
Deak Parujar pergi ke bulan, putuslah hubungan langsung antara langit dan bumi.
Namun sebelumnya Mulajadi Na Bolon telah berpesan kepada Deak Parujar bahwa
keturunanya akan dapat terus berhubungan dengan langit melalui doa-doa dan
upacara persembahan. Altar bagi doa-doa dan persembahan itu adalah gunung Pusuk
Buhit, sekaligus kiblat (alamat) penghormatan keturunanya kepada roh-roh
persemayaman para leluhur.
PERSAMAAN
KEJADIAN 1: 1-2: 7 DAN MITOS PENCIPTAAN MENURUT BUDAYA BATAK TOBA
Allah Tinggi orang Batak Toba disebut Mulajadi Na Bolon.
Mulajadi Na Bolon menciptakan segala sesuatu.[2]
Hal ini sejajar dengan penciptaan biblis, dimana Allah menciptakan segala
sesuatu. Allah dan Mulajadi Na Bolon sama-sama memainkan peranan penting dan
merupakan aktor utama dalam kisah penciptaan alam semesta dan segala sesuatu
yang ada di dalamnya. Menurut versi Batak, ternyata Sang Pencipta, Khalik, dan
Sang Penjadi semesta alam adalah Mulajadi Na Bolon, Allah yang Esa. Sebagai pencipta,
Dialah yang menjadikan (creare, to create) seluruh alam
semesta, baik alam materi, seperti bumi dan matahari, maupun alam flora atau
segenap tumbuhan. Demikian juga penciptaan alam fauna (dunia binatang) dan
manusia (antropologi), bahkan dewa-dewi, para hamba dan segala pembantu Allah,
menuntut soverenitas dan kemahakuasaan-Nya.[3]
Dalam penciptaan biblis juga dikisahkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu,
baik bumi, matahari dan benda-benda luar angkasa, fauna, flora dan manusia.
Allah mencipta melalui sabda-Nya.[4]
Demikian halnya dengan Mulajadi Na Bolon. Dari segi transendensi, kemuliaan
Mulajadi Na Bolon memang sangat Luhur, Mulia dan Mahakuasa. Ia sanggup
mengadakan segala sesuatu yang dikehendakinya menjadi ada, hanya melalui
sabdanya.[5] Ia
memang cukup sempurna dan melampaui segala ciptaan. Kepadanya bukan saja dapat
diatribusikan kemahakuasaan dan keabadian (tanpa mula dan tanpa akhir), tetapi
secara analisis dapat juga disifatkan “Yang Sama Sekali Lain”, (dari alam
ciptaan).[6]
Mulajadi Na Bolon juga dikatakan sebagai Trimurti, yaitu bahwa Mulajadi Na
Bolon sendiri mencakup Tritunggal yaitu (dewa) Batara Guru, (dewa) Soripada,
dan (dewa) Mangalabulan.[7]
Allah dalam penciptaan biblis juga merupakan Trimurti yaitu Bapa, Putera dan
Roh Kudus, namun tidak secara eksplisit dikatakan dalam kitab Kejadian. Segala
sesuatu yang diciptakan Allah diserahkan kepada manusia, agar manusia berkuasa
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan ternak dan atas seluruh
bumi dan atas segala binatang melata dan merayap di bumi.[8]
Demikian juga bumi dan seluruh isi alam semesta diserahkan oleh Mulajadi Na
Bolon kepada manusia (keturunan Si Raja Batak). Bumi itu berpusat di huta pertama Sianjurmulamula di kaki
Pusuk Buhit.[9]
Dalam
kisah biblis Allah menciptakan segala sesuatu yang ada dari ketiadaan (creatio et nihilo).[10]
Mulajadi Na Bolon juga boleh dikatakan mencipta segala sesuatu dari ketiadaan.
Namun hal ini tidak dikatakan secara eksplisit. Secara implisit, Mulajadi Na
Bolon menciptakan segala sesuatu dari ketidak adaan (creatio et nihilo), karena ia dapat mengadakan yang tidak ada
sebelumnya, hanya dengan bersabda (boi do
bahenonna adong na so adong hian, holan marhite sian hatana).[11]
PERBEDAAN
KEJADIAN 1: 1-2: 7 DAN MITOS PENCIPTAAN MENURUT BUDAYA BATAK TOBA
Pada
mulanya, sebelum bumi diciptakan, mitos penciptaan Batak Toba menjelaskan bahwa
jagad raya sudah ada. Jagad raya terdiri dari tiga lapis, yaitu langit tempat
Deak Parujar, disebut banua ginjang (benua
atas). Di bawahnya adalah banua tonga (benua
tengah) dan terakhir banua toru (benua
bawah).[12] Sementara dalam penciptaan biblis tidak ada disebut
lapisan jagad raya. Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum
berbentuk dan kosong (formless and void),
gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas
permukaan air.[13] Penciptaan bumi dilakukan oleh Allah tanpa campur
tangan pihak lain. Penciptaan bumi menurut mitos penciptaan Batak Toba terjadi
karena pembangkangan Deak Parujar kepada Mulajadi Na Bolon. Penciptaan bumi
seakan-akan dilakukan oleh Deak Parujar. Bumi tercipta karena Deak Parujar
turun dari langit ke lautan yang luas. Disana, Deak Parujar tidak mempunyai
tempat pijakan, oleh karena itu ia meminta sekepal tanah kepada Mulajadi Na
Bolon. Mulajadi Na Bolon kemudian mengirimkanya kepada Deak Parujar untuk
tempat pijakanya. Deak Parujar menempa tanah itu beberapa kali karena hancur
diterjang ombak yang ganas. Ombak itu terjadi karena Raja Padoha, Naga pemikul
jagad raya mengguncangkan jagad raya dengan dahsyat, yang membuat tanah tempaan
Deak Parujar hancur ditelan samudera. Deak Parujar harus kembali membentuk
tanah itu setelah ia menaklukkan Naga Padoha. Tanah itu akirnya berkembang
menjadi bumi.[14]
Setelah
penciptaan bumi, kisah penciptaan biblis menjelaskan bahwa tindakan pertama
dari Allah adalah penciptaan terang. Berfirmanlah Allah:”Jadilah terang”. Lalu
terang itu jadi. Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah
terang itu dari gelap. Dan Allah
menamai terang itu siang dan gelap itu malam.[15] Sementara dalam mitos penciptaan Batak Toba, setelah
bumi ada, tindakan pertama yang dilakukan adalah meminta bibit tanaman dan
hewan. Deak Parujar lalu meminta Mulajadi Na Bolon untuk mengirim bibit tanaman
dan hewan. Mulajadi Na Bolon meluluskan permintaanya. Bersamaan dengan itu
terjadilah perbedaaan antara gelap dan terang.[16] Pemisahan terang dan gelap disini tidak jelas faktornya
karena apa. Bibit tanaman dan hewan yang diminta Deak Parujar kemudian
ditebarkanya. Bibit tanaman itu tumbuh, dan anak-anak hewan pun berkembang
biak. Bumi yang tadinya kosong sudah berisi dan indah sekali. Dalam penciptaan
biblis dijelaskan bahwa penciptaan tumuh-tumbuhan terjadi pada hari kelima.
Dalam menciptakan tumbuh-tumbuhan, Allah tidak menciptakanya secara langsung,
tetapi Ia hanya berfirman saja. Berfirmanlah Allah:”Hendaklah tanah menumbuhkan
tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan
yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi”. Dan
jadilah demikian. Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis
tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan
buah yang berbiji. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.[17] Dalam menciptakan hewan, Allah menciptakanya secara
langsung. Hewan yang diciptakan-Nya itu dibagi ke dalam dua jenis besar yaitu
hewan yang hidup di air dan hewan yang hidup di darat. Berfirmanlah
Allah:”Hendaklah dala air berkeriapan makhluk yang hidup, dan hendaklah burung
beterbangan di atas bumi melintasi cakerawala”. Maka Allah menciptakan
binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak,
yang berkeriapan dalam air dan segala jenis burung yang bersayap. Allah melihat
bahwa semuanya itu baik. Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya:” Berkembang
biaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah
burung –burung di bumi bertambah banyak.[18] Kemudian Allah berfirman:” Hendaklah bumi mengeluarkan
segala jenis makhluk yang hidup, ternak dan binatang –binatang melata dan
segala jenis binatang liar”. Dan jadilah demikian.[19]
Secara
umum dapat dikatakan bahwa penciptaan biblis berbeda dari mitos penciptaan
Batak Toba. Penciptaan biblis lebih bersifat monoteis, sementara mitos
penciptaan Batak Toba bersifat politeis. Allah dalam menciptakan segala
sesuatu, cukup hanya dengan bersabda maka segala sesuatunya akan terjadi.
Penciptaan dalam hal ini berkelanjutan. Mitos penciptaan Batak Toba
menggambarkan bahwa Allah (Mulajadi Na Bolon) menciptakan segala sesuatu
melalui perantaraan. Bumi yang diciptakan nampaknya karena ketidak sengajaan,
karena bermula dari pembangkangan Deak Parujar kepada Mulajadi Na Bolon.
Walaupun demikian dapat dikatakan bahwa Mulajadi Na Bolonlah yang menciptakan
segala sesuatu, namun dalam menciptakan bumi, dunia hewan (fauna), dunia
tumbuhan (flora) di bumi dia dibantu oleh Deak Parujar.[20]
PENUTUP
Kisah
penciptaan dari suatu daerah bisa jadi mirip dengan daerah lain tetapi tidak
boleh dikatakan sama. Setiap daerah atau suku berdiri sendiri dan mempunyai
ciri khas tertentu. Demikian juga kisah penciptaan biblis dan mitos penciptaan
Batak Toba. Keduanya mempunyai kemiripan dan juga mempunyai perbedaaan. Kedua
kisah ini tidak saling mempengaruhi tetapi sama-sama menggambarkan bagaimana
terjadinya alam semesta dan segala sesuatu yang ada di dalamnya. (John D)
BUKU
REFERENSI
Sinaga, Anicetus. Dendang Bakti (Inkulturasi Teologi dalam
Budaya Batak). Medan: Bina Media. 2004.
Sinaga, Anicetus. Martutuaek sebagai Permandian Orang Batak
Toba. Pematangsiantar: Jalan Medan. 1979.
Sinaga, Anicetus. The Toba Batak High God . West Germany: St.
Augustinian. 1981.
Simamora,
Serpulus. Pengantar ke dalam Pentateukh. STFT
St. Yohanes Pematangsiantar . 2001.
Situmorang,
Sitor. Toba Na Sae. Jakarta: Komunitas Bambu. 2009.
[2] Anicetus Sinaga, Martutuaek sebagai Permandian Orang Batak (Pematangsiantar: S. T. Theologi Katolik ,1979), hlm.
5.
[3] Anicetus
Sinaga, Dendang Bakti, Inkulturasi
Teologi dalam Budaya Batak (Medan: Bina Media, 2004), hlm. 1.
[10] Serpulus
Simamora, Pengantar ke dalam Pentateukh (STFT
St. Yohanes Pematangsiantar ,2001) ,hlm 61.
[14] Bdk.Though
the initiative in creating the middleworld sometimes is not attributed to the
High God but to Sideang Parujar, the ultimate creatorship and divine authority
at the High God is never questioned. When Sideang Parujar descended to the
infinite sea in the first and third
versions, and was being tossed by violent waves, she begged Mulajadi Na Bolon
to send a handful earth to make her a dwelling place. The High God sent it to
Sideang Parujar, ordering her to form the middleworld. When this first earth
was destroyed by Naga Padoha, Sideang Parujar asked once again for earth from
the High God in order to remake the middleworld.
Anicetus Sinaga, The
Toba Batak High God (West Germany: St. Augustinian, 1981), hlm . 80.
[20] Bdk. Then
there is the creation of middleworld (cosmogony). The High God with the help of
Sideang Parujar called the middleworld into existence. The middleworld was
founded after a victory against Naga Padoha, the primordial dragon and the king
of the chaotic primordial sea.
Anicetus Sinaga, The
Toba Batak High God…, hlm. 22.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar