Kamis, 05 November 2015

Sibaso Hasandaran (Medium, Perantara): Suatu Gejala Kenabian dalam Budaya Batak Toba

Pengantar         

Setiap suku di dunia ini pasti mempunyai gejala-gejala kenabian. Dalam suku Batak Toba ada banyak ditemukan fenomena-fenomena kenabian. Kata “nabi” dan nabi sebagai pribadi sebenarnya tidak ada dalam budaya Batak Toba. Kata nabi dikenal kemudian setelah kekristenan masuk ke Tanah Batak. Kata “imam” dan “raja” banyak ditemukan, salah satunya adalah Sisingamangaraja XII. Walaupun demikian, gejala-gejala kenabian yang mirip dengan kenabian biblis banyak ditemukan. Salah satu gejala kenabian yang ada dalam budaya Batak Toba adalah Sibaso hasandaran. Siapakah Sibaso Hasandaran dan apakah peranannya dalam masyarakat Batak Toba? Apa perbedaan dan persamaan Sibaso Hasandaran dengan nabi yang ada dalam Kitab Suci?
Siapakah Sibaso Hasandaran?
            Sibaso hasandaran adalah laki-laki atau wanita yang kerasukan roh atau bidan yang bekerja sebagai dukun. Sibaso juga bisa dimengerti sebagai pengantara (medium) dari arwah nenek moyang yang sudah meninggal.[1] Ada tiga jenis Sibaso yaitu sibaso panurirang (nabi), sibaso pangintari (sibaso untuk membereskan/ memulihkan situasi yang tidak baik menjadi baik), sibaso pandampol (pengurut).[2] Sibaso yang akan dibahas di sini tentunya sibaso sebagai pengantara dan dalam arti tertentu bisa dimengerti sebagai sibaso panurirang (nabi)
Martonggo: Upacara untuk Memanggil Arwah (Begu).[3]
            Pada upacara memanggil arwah (begu), pertama-tama akan dibunyikan gong dan tam-tam dalam berbagai irama. Sementara itu dibakar berbagai jenis akar dan ramuan yang bau asapnya memabukkan. Kemudian, sibaso hasandaran meminum semacam minuman sakral yang mengandung alkohol sehingga dalam waktu singkat dia akan mengalami trance (kesurupan). Dalam keadaaan demikian, arwah orang yang dipanggil itu akan berusaha mengambil alih pimpinan atas tubuhnya. Proses pengambilalihan itu tidak berlangsung secara tenang dan santai, tetapi melalui pergumulan yang hebat.  Sang perantara nampak kelelahan dan menderita. Dia berteriak-teriak kesakitan, suaranya parau seolah-olah dia sedang dicekik, wajah dan tubuhnya meregang-regang. Itulah tandanya bahwa dalam tubuhnya sedang berlangsung suatu pertempuran hebat antara arwah yang mau menguasai jasadnya dengan pribadinya. Matanya berputar-putar, wajahnya biru dan busa keluar dari mulutnya, keringat membasahi tubuhnya, dia menggeliat-geliatkan tubuh, kaki, kepala, dan tangannya dalam gerakan-gerakan yang tidak menentu; sekali-sekali dia membenturkan kepalanya ke tembok atau ubin, mencekik lehernya sendiri dan memukuli dadanya. Dalam babak akhir pergumulan itu, dia akan meraung-raung sebelum dia jatuh tertidur.  Pada saat itulah dia sudah sepenuhnya dikuasai arwah orang yang dipanggil itu.
            Dalam acara martonggo itu, sibaso hasandaran yang sudah pulas dan tidak sadarkan diri lagi diperiksa para tua-tua kampung supaya penipuan tidak terjadi. Pertama, kepadanya akan ditanyakan, siapa namanya. Yang kesurupan menjawab dengan menyebut nama orang yang arwahnya menempati jasadnya. Untuk mendapat kejelasan tentang identitas orang itu, akan ditanyakan seluk beluk kekeluargaan, rumah tangga dan tentang hal-hal yang kiranya tidak mungkin diketahui oleh orang luar. Semua pertanyaan harus dapat dijawab oleh sibaso hasandaran itu dengan baik.
            Sebuah contoh yang kuat diceritakan oleh J. Warneck. Bunyinya demikian: Arwah seorang datu[4] memasuki tubuh seorang sibaso hasandaran. Perempuan itu belum pernah belajar membaca dan menulis aksara batak, tetapi saaat itu dia membacanya dengan lancar dengan suara dan logat mendiang datu, padahal melihat umur perantara itu, dia tidak mungkin pernah bertemu dengan datu tua itu.
            Jika arwah yang memasuki tubuh perantara itu belum memperkenalkan dirinya, dia belum boleh diberitahu tentang hal-hal yang ingin ditanyakan kepadanya oleh orang yang memanggilnya. Tetapi, kalau identitasnya sudah dinyatakan benar oleh para pemeriksa, orang tersebut boleh mengajukan pertanyaan padanya tentang hal-hal yang diyakini atau dianggap patut diketahui arwah itu semasa dan sesudah hidupnya di atas dunia ini. Hal-hal yang biasanya ditanyakan pada arwah akan berkisar pada soal keadaan orang yang sudah mati, orang yang sudah lama meninggalkan kampung halamannya dan tidak diketahui kabar beritanya; nasihat atau petunjuk untuk suatu usaha atau hajat yang sedang direncanakan; obat atau cara-cara pengobatan untuk sesuatu penyakit dan sebagainya.
Persamaan dan Perbedaan Sibaso dengan Nabi dalam Kenabian Biblis
Persamaan
            Ada peribahasa: “Pujangga tidak disekolahkan tetapi dilahirkan.” Demikianlah juga para nabi tidak disekolahkan tetapi dilahirkan. Ia lahir dengan bakat dan karunia kepujanggaan atau kenabian.[5] Orang-orang yang disebut sibaso dalam budaya Batak Toba juga bukan karena mereka mempelajarinya tetapi merupakan suatu karunia yang diperoleh dari nenek moyang. Mereka biasanya diakui dan dikenal baik oleh masyarakat.[6]
            Selain imam yang mewariskan pengajaran dalam bentuk hukum dan orang bijaksana yang mewariskan nasihat dalam bentuk amsal, ada juga nabi yang mewariskan firman dalam bentuk nubuat (bdk. Yer 18: 18, Yeh 7:26). Berhubung nabi sering mendapat penglihatan dari Allah, maka nabi biasa pula disebut sebagai pelihat (bdk.1Sam 9:9, 2Sam 24:11).[7] Sibaso hasandaran juga bisa disebut sebagai pelihat karena mereka sanggup mengetahui keadaan orang yang sudah lama meninggalkan kampung halamannya dan tidak diketahui kabar beritanya.[8]
            Pada umumnya,ajaran para nabi berupa kritikan dan kecaman terhadap perilaku bangsa Israel yang tidak setia kepada Tuhan, Allah nenek moyang mereka. Sambil mengkritik dan mengecam kelakuan jahat bagsa Israel, para nabi menyerukan pertobatan dan menubuatkan malapetaka, apabila mereka tidak mau bertobat. Tetapi jikalau bangsa Israel mengalami musibah, para nabi tampil untuk menghibur dengan menubuatkan penyelamatan dari Tuhan.[9] Sibaso juga merupakan suatu perantara nenek moyang dengan orang yang masih hidup. Sama dengan nabi, ia juga menjadi seorang pembawa nasihat atau petunjuk untuk suatu hajat yang sedang direncanakan.[10]
           
Para nabi adalah kekasih Tuhan, Allah bangsa Israel, sehingga para nabi dapat menyelami perasaaan Tuhan terhadap kelakuan bangsa Israel (bdk. Yes 5: 1-7). Karena itu,  para nabi sering diberi julukan Pathos Yahweh/hati Tuhan. Sebagai kekasih yang mengenal kehendak Tuhan,  para nabi merasa terdorong untuk menyuarakan kehendak Tuhan (bdk. Am 3:1-8).[11] Sibaso juga dalam arti tertentu bisa disebut sebagai pathos nenek moyang karena dengan perantaraannya nenek moyang dapat menyampaikan sesuatu kepada orang yang masih hidup. Para nabi berbicara atas nama Tuhan demikian juga halnya sibaso berbicara atas nama arwah nenek moyang.
Perbedaan
            Para nabi dalam kenabian biblis sering disebut sebagai orang pilihan atau orang yang dipanggil Allah (bdk. Panggilan nabi Yeremia dan Yesaya).  Dalam hal ini terjadi hubungan vertikal dari atas ke bawah (top-down). Sibaso bukanlah orang-orang yang dipanggil oleh arwah nenek moyang tetapi sebaliknya sibasolah yang memanggil arwah nenek moyang (bdk. Martonggo). Dalam hal ini terjadi hubungan vertikal dari bawah ke atas (bottom-up). Seorang nabi tahu dan sadar bahwa pikirannya dan kata-katanya bukan dari dirinya sendiri. Maka ketika dia berbicara, yang berbicara sesungguhnya adalah Dia yang memanggil atau yang mengutusnya. Sibaso tidak tahu dan tidak sadar akan apa yang terjadi pada dirinya karena ia mengalami trance (kesurupan).
            Para nabi mempunyai hubungan yang erat dengan yang mengutusnya setiap saat, sementara sibaso hanyalah pengantara, alat yang dijadikan oleh nenek moyang untuk menyampaikan sesuatu kepada orang yang masih hidup. Untuk mengetahui apakah seorang nabi, palsu atau tidak, ada beberapa kriteria yang dibuat, yakni, nubuat harus terealisasi, bila warta adalah nubuat masa depan. Warta dan pengajaran sang nabi harus sesuai dengan tradisi.Kalau kriteria ini tidak terpenuhi maka si nabi boleh dikategorikan sebagai nabi palsu. Untuk mengetahui apakah sibaso seorang palsu atau tidak, kepadaanya harus ditanyakan siapa namanya, identitasnya, seluk beluk keluarga, rumah tangga dan tentang hal-hal yang kiranya tidak mungkin diketahui orang luar. Jika pertanyaan itu dapat dijawab sibaso dengan baik, maka ia bukanlah sibaso palsu.[12]
Kesimpulan/Penutup
            Nabi dalam kenabian biblis mempunyai perbedaan dan persamaan dengan sibaso dalam budaya Batak Toba. Nabi dan sibaso adalah sama-sama pengantara dari yang ilahi (Allah dan nenek moyang). Perbedaaan mendasar nabi dan sibaso adalah terletak dari siapa yang berinisiatif untuk menyatakan diri. Dalam kenabian biblis ditemukan bahwa Allahlah yang berinisiatif untuk memilih para nabi dalam menyampaikan sabda-Nya kepada umat-Nya, sementara dalam budaya Batak Toba, sibasolah yang berinisiatif untuk memanggil arwah nenek moyang sehingga nenek moyang itu datang menguasai tubuhnya dan berbicara melalui dia. (John D)

Daftar Pustaka
Lumban Tobing, Pdt. Dr. Andar. M. Makna Wibawa Jabatan dalam Gereja Batak. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1996.
Nainggolan, Togar. Batak Toba Sejarah dan Transformasi Religi. Medan: Bina Media Perintis. 2012.
Njiolah, P. Hendrik. Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.  Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. 2005.
Sinaga, Mgr. Dr. A. B. Galasibot Permata Budaya Batak. Medan: Galasibot. 2008.
Warneck, J. (ed.). Kamus Batak Toba-Indonesia. (judul asli: Bataks-Nederland Woordinboek), diterjemahkan oleh P. Leo Joosten. Medan: Bina Media. 2001.





[1] J. Warneck (ed.), Kamus Batak Toba- Indonesia (judul asli: Bataks-Nederland Woordinboek), diterjemahkan oleh P. Leo Joosten (Medan: Bina Media, 2001), hlm. 39.
[2] Togar Nainggolan, Batak Toba Sejarah dan Transformasi Religi (Medan: Bina Media Perintis, 2012), hlm.132-133.
[3] Pdt. Dr. Andar. M. Lumban Tobing, Makna Wibawa Jabatan dalam Gereja Batak (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm. 44-46.
[4] Datu adalah seseorang  yang mempunyai kedudukan khusus sebagai imam dalam penyembahan kepada berhala-berhala. Merekalah yang dapat menghubungkan orang yang masih hidup dengan roh-roh nenek moyangnya yang sudah mati. Datu juga dikenal sebagai orang yang bisa mengobati dan memberi nasihat.  Dialah yang menetapkan hari baik untuk menanam padi, berburu atau menangkap ikan dan untuk menyerang musuh supaya mendapat kemenangan yang gemilang. Dia juga yang menentukan hari terbaik untuk mendirikan rumah dan menentukan letaknya supaya penghuninya memperoleh banyak rejeki, sahala, harta dan anak. Seorang datu juga wajib memperhatikan kepentingan-kepentingan seluruh daerah. Pada hakekatnya, masing-masing datu memiliki ilmu, mantra dan cara kerja yang berbeda satu sama lain, sekalipun cabang dan jenis keilmuan mereka tampaknya sama. Ada beberapa jenis atau cabang kedatuan: datu panaor, ahli dalam ilmu pengobatan; datu panusur di bisara na godang, ahli dalam ilmu berbicara atau orator; datu pangarambu, ahli dalam ilmu perang; datu pangatiha pandang torus, ahli nujum yang dapat melihat yang tersembunyi di balik gunung; datu panuju, ahli cuaca atau metereologi; datu parmangmang, ahli untuk menolak bala dan malapetaka yang mengancam; datu pasipuspus, ahli dalam ilmu hitam dan ilmu putih; datu parmangsi di lopian, ahli dalam ilmu menulis; datu parsisean- datu tonggo, guru, ahli mengajar; datu partandang na bolon, pengembara, ahli dalam soal-soal kemasyarakatan dan keadaan daerah-daerah; datu partonggo-tonggo, ahli dalam menghubungkan orang hidup dengan arwah orang yang sudah meninggal; datu parbaringin, ahli yang tidak pernah berbuat kesalahan dalam soal memilih dan menetapkan hari baik. Seorang datu atau dukun yang jujur dan beritikad baik, tidak akan menggunakan kemampuannya untuk mencari keuntungan. Dia tidak akan menipu dan berdusta. Dia akan melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh sehingga orang-orang yang meminta nasihat padanya akan menghormati dan menjunjung tinggi kemampuannya. Pdt. Dr. Andar. M. Lumban Tobing, Makna…, hlm. 36-39. Bdk. Togar Nainggolan, Batak…, hlm.131-132.
[5] Mgr. Dr. A. B. Sinaga, Galasibot Permata Budaya Batak (Medan: Galasibot, 2008), hlm. 67.
[6] Pdt. Dr. Andar. M. Lumban Tobing, Makna…, hlm. 46.
[7] P. Hendrik Njiolah, Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 2005), hlm. 37.
[8] Pdt. Dr. Andar. M. Lumban Tobing, Makna…, hlm. 46.
[9] P. Hendrik Njiolah, Pengantar…,  hlm. 37.
[10] Pdt. Dr. Andar. M. Lumban Tobing, Makna…, hlm. 46.
[11] P. Hendrik Njiolah, Pengantar…,  hlm. 38.
[12] Pdt. Dr. Andar. M. Lumban Tobing, Makna…, hlm. 45.

Tidak ada komentar:

SEDEKAH MENURUT AGAMA ISLAM

1.PENGANTAR Sedekah merupakan ibadah sosial bagi umat Islam. Sedekah mempunyai kaitan yang erat dengan orang lain. Adapun alasan umat Isl...