Kamis, 05 November 2015

MITOS BORU DEANG\ DEAK PARUJAR (KISAH TENTANG TERJADINYA BUMI (KOSMOLOGI)

PENGANTAR
            Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku dan budaya. Setiap suku mempunyai ciri khas tertentu. Sebelum ilmu pengetahuan dikenal, pengenalan akan suku atau budaya tertentu diketahui dari mitos. Setiap daerah pasti mempunyai mitos tersendiri, baik mengenai penciptaan bumi atau penciptaan manusia. Suku Batak Toba juga memiliki mitos-mitos tersebut. Salah satu diantaranya adalah mitos tentang penciptaan bumi.

MITOS BORU DEAK PARUJAR
           
        Si Boru Deak Parujar adalah putri Batara Guru, aspek pertama dari Mulajadi Na Bolon sebagai Trimurti.[1] Di langit, putri itu dikenal sebagai ahli tenun, bergelar Si Partonun Na Utusan (Maha Ahli Tenun). Setelah dewasa, oleh Batara Guru ia dicalonkan menjadi isteri putera Mangalabulan. Karena rupa laki-laki tersebut jelek, Deak Parujar menolak. Penolakan tersebut tercatat sebagai pembangkangan pertama di langit terhadap wibawa sang bapak. Karena Deak Parujar merasa tidak mungkin mematuhi perintah ayahnya, ia memutuskan saja keluar dari langit.
            Jagad raya terdiri dari tiga lapis, yaitu Langit, tempat Deak Parujar, disebut Banua Ginjang (Benua Atas). Di bawahnya adalah Banua Tonga (Benua Tengah) dan terakhir Banua Toru (Benua Bawah). Kedua benua terakhir masih misteri bagi Deak Parujar. Jika keluar meninggalkan langit, berarti Deak Parujar harus berusaha turun ke Banua Tonga. Ketika menenun, Deak Parujar melemparkan turak berisi gelondong benang ke bawah, benangnya terus terjulur menggantung di ruang gelap gulita.
            Deak Parujar lalu meluncurkan diri ke bawah, bergantung pada benang. Setelah beberapa waktu meluncur turun dalam gelap gulita, akhirnya kaki Deak Parujar terantuk pada turak, yang ternyata terombang-ambing di atas permukaan air yang berkelocak dahsyat ditimpa badai dan gelombang besar. Deak Parujar yang ketakutan, sejenak timbul niatnya pulang ke langit, namun ia membulatkan hati dan bertekad tetap bertahan tidak akan pulang. Mulajadi Na Bolon (Maha Pencipta) mendengar jeritan Deak Parujar minta tolong. Mulajadi Na Bolon kemudian membujuknya agar pulang, tetapi tidak berhasil. Mulajadi Na Bolon akhirnya mengirim sekepal tanah liat kepada Deak Parujar. Ia memberi petunjuk, “Bentuklah tanah liat ini menjadi landasan tempatmu berpijak di atas samudera”. Deak Parujar merasa lega, lalu mulai menempa sebidang pijakan dari sekepal tanah liat itu, yang lama kelamaan semakin luas.   Deak Parujar sampai harus mengulang tujuh kali menempa tanah pijakanya. Hal ini terjadi karena Raja Padoha, Naga pemikul Jagad Raya, sampai enam kali menggoncangkan jagad raya dengan dahsyat, sehingga setiap kali tempaannya selesai terbentuk, pijakan itu hancur ditelan samudera.
            Ketika pada keenam kalinya tanah tempaan Deak Parujar lebur, ia kembali meminta pertolongan Mulajadi Na Bolon yang kemudian mengirim sebilah keris dan rantai. Dengan keris itu Deak Parujar menikam Naga pemikul jagad raya, namun tidak sampai mati. Deak Parujar kemudian berhasil merantainya, sehingga sang naga tidak leluasa lagi bergerak mengguncangkan jagad raya. Sesudah naga dirantai, Deak Parujar kembali membentuk tanah pijakan. Naga tidak lagi mengganggunya.
            Tanah itu akhirnya berkembang menjadi bumi, tetapi bumi itu masih kosong. Deak Parujar lalu meminta Mulajadi Na Bolon untuk mengirim bibit tanaman dan hewan. Mulajadi Na Bolon meluluskan permintaanya. Bersamaan dengan itu tejadilah perbedaan antara gelap dan terang. Deak Parujar menebarkan bibit tanaman dan menebarkan anak-anak hewan hingga berkembang biak. Bumi yang tadinya kosong sudah berisi dan indah sekali.
            Melihat keindahan itu Deak Parujar bernyanyi dan menari kegirangan, tetapi tiba-tiba merasa kesepian karena tidak memiliki teman. Mulajadi Na Bolon mengamati keadaannya segera memerintah putra Mangalabulan, bekas tunangan yang ditolak oleh Deak Parujar, supaya turun ke bumi untuk bergabung dengan Deak Parujar. Putera langit itu patuh. Ia turun ke bumi menjumpai Deak Parujar.
            Deak Parujar melupakan ketidaksukaanya kepada putra Mangalabulan. Mereka menjadi pasangan suami isteri pertama di bumi. Mereka berdua dan tujuh keturunanya hingga tujuh generasi berikutnya masih tergolong manusia langit, belum menjadi manusia biasa (Jolma). Sebagai manusia langit, Deak Parujar dan suaminya teratur menerima kunjungan Mulajadi Na Bolon, yang dari waktu ke waktu sengaja turun dari langit untuk menemui Deak Parujar dan keturunanya, memberi pedoman hidup dan petunjuk lainya.
            Pada suatu waktu, masa itu pun berakhir. Mulajadi Na Bolon merasa sudah tiba waktunya Deak Parujar kembali ke tempat asalnya, yaitu langit. Mulajadi Na Bolon menentukan tempat kembali Deak Parujar, yaitu di Bulan, bertenun seperti sediakala. Sejak saat itu, Deak Parujar telihat di sana sedang menenun saat bulan purnama. Bumi tempaanya, yang ditenunnya ibarat kain tenunan (ulos) dari bahan kiriman Mulajadi Na Bolon, diwariskan kepada keturunanya bersama seluruh isi alam. Bumi itu berpusat di huta pertama Sianjurmulamula di kaki Pusuk Buhit. Pusuk Buhit sendiri adalah tempat turunya Mulajadi Na Bolon ke bumi. Ketika Deak Parujar lenyap ke bulan, dari situpulalah ia berangkat.
            Setelah Deak Parujar pergi ke bulan, putuslah hubungan langsung antara langit dan bumi. Namun sebelumnya Mulajadi Na Bolon telah berpesan kepada Deak Parujar bahwa keturunanya akan dapat terus berhubungan dengan langit melalui doa-doa dan upacara persembahan. Altar bagi doa-doa dan persembahan itu adalah gunung Pusuk Buhit, sekaligus kiblat (alamat) penghormatan keturunanya kepada roh-roh persemayaman para leluhur.
NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG
-          Nilai Religius
Pada umumnya masyarakat Batak Toba tahu akan kisah penciptaan dunia, atau paling tidak, pernah mendengar Mulajadi Na Bolon atau Pusuk Buhit. Mulajadi Na Bolon adalah dewa yang membantu Deak Parujar yaitu puterinya sendiri dalam penciptaan dunia. Pusuk Buhit adalah gunung suci Batak Toba seperti gunung Olympus pada Yunani, Mahameru di India dan Fuji di Jepang. Sebagai mahkluk religius, manusia membangun tempat ibadat dan menciptakan pelbagai macam liturgi demi perayaan bersama.[2] Sebelum agama masuk ke daerah Batak, masyrakat Batak Toba beribadat di Pusuk Buhit dengan ritus dan tata cara tertentu. Mereka menyembah Mulajadi Na Bolon sebagai Tuhan. Mereka yang melakukan ibadat itu disebut dengan sekte Parmalim. Merekalah yang menamakan diri sebagai keturunan Mulajadi Na Bolon, karena mereka menganut agama yang dianut oleh para leluhurnya.
-          Nilai Filosofis
Menurut mitos, masyarakat Batak Toba pertama berasal dari Pusuk Buhit, yaitu keturunan Deak Parujar. Dalam mitos diatas dikatakan bahwa Deak Parujar dan suaminya putra Mangalabulan teratur menerima kunjungan Mulajadi Na Bolon, yang dari waktu ke waktu sengaja turun dari langit untuk menemui Deak Parujar dan keturunanya, memberi pedoman hidup dan petunjuk lain. Pusuk Buhit merupakan pemisah sekaligus penyambung antara jaman manusia langit (pardiginjang) alias tujuh generasi keturunan Deak Parujar dengan jaman kemanusiaan (hajolmaon) yaitu keturunan Si Raja Batak. Keturunan Si Raja Batak inilah yang mendirikan Sianjurmulamula sebagai bius pertama. Sianjurmulamula merupakan negara mini yaitu hasil ikrar para leluhur yang diwariskan oleh Deak Parujar.[3] Peraturan dan pedoman hidup yang diterima Deak Parujar dari Mulajadi Na Bolon menjadi pedoman hidup bagi keturunan Si Raja Batak.
REFLEKSI KRITIS
   Pada abad XIII, mitos Deak Parujarlah yang menjiwai adat batak (Si Raja Batak).[4] Pada jaman sekarang ini, masyarakat Batak Toba sudah banyak melupakan mitos itu atau bahkan tidak tahu sama sekali. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh budaya dan faktor lain. Suatu kebudayaan memang tidaklah bersifat statis, ia selalu berubah. Tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh masuknya unsur budaya asing, sekalipun suatu kebudayaan dalam masyarakat tertentu pasti akan berubah dengan berlalunya waktu. Dalam setiap kebudayaan selalu ada kebebasan tertentu bagi para individu, dan kebebasan individu memperkenalkan variasi dalam cara-cara berlaku, dan variasi itu yang pada akhirnya dapat menjadi milik bersama dan dengan demikian dikemudian hari menjadi bagian dari kebudayaan.[5] Dengan perubahan ini terjadi juga perubahan pada tata adat Batak sekarang ini, namun konsep untuk membawa perubahan itu sebelumnya berasal dari Deak Parujar.
Pusuk Buhit merupakan tempat persemayaman roh leluhur bersama dan tangga penghubung dengan langit. Upacara dan doa-doa tertuju pada Pusuk Buhit sebagai pusat keagamaan dan politik Batak Toba.[6] Allah Tinggi orang Batak Toba disebut: Mulajadi Na Bolon. Pengertian yang umum terdapat dikalangan orang Batak yakni bahwa, Mulajadi Na Bolon menciptakan segala sesuatu, patut diaplikasikan kepada benua atas tempat Allah Tinggi, dewa-dewa dan para hambanya, kepada benua tengah (banua Tonga), yaitu dunia kita ini, dan kepada benua bawah (banua toru) tempat naga Padoha dan roh-roh jahat kaki tanganya.[7]
Setelah agama Kristen masuk ke daerah Batak, paham akan Mulajadi Na Bolon diganti dengan Allah yang Mahakuasa. Kisah penciptaan pun beralih kepada kisah penciptaan seperti yang ada pada Kitab Suci. Altar penyembahan bukan lagi Pusuk Buhit tetapi di dalam Gereja. Dalam gereja, orang memuji dan memuliakan Tuhan. Orang Batak cepat menyerap agama Kristen karena sudah mempunyai konsep tentang Allah dan penciptaan. Peralihan ini membawa perubahan dalam cara pikir orang Batak seiring dengan waktu, terjadilah peralihan dari mitos ke cara berpikir dan bertindak yang lebih maju hingga akhirnya sampai pada agama. 
PENUTUP
Mitos penciptaan menurut versi Batak, mengandung unsur magis, yaitu adanya rasa takut dan hormat terhadap yang ilahi (Mulajadi Na Bolon) yang hadir dalam kehidupan. Oleh sebab itu, ada hal-hal yang dihormati dan dianggap sakral, seperti Pusuk Buhit. Seiring dengan berjalanya waktu dan kemajuan jaman, orang Batak tidak berhenti sampai disini. Mereka terus mencari yang ilahi yang bertransenden yang ditemukan dalam agama. Agama sebagai titik akhir memberikan penerangan yang lebih jelas dan sempurna. Walaupun demikian mitos akan tetap dikenang sebagai awal pengetahuan untuk berkembang ke pengetahuan yang sebenarnya. (John D)

BUKU REFERENSI
Sinaga, Anicetus. Martutuaek sebagai Permandian Orang Batak Toba. Pematangsiantar: Jalan Medan. 1979.
Situmorang, Sitor. Toba Na Sae. Jakarta: Komunitas Bambu. 2009.






[1] Mulajadi Na Bolon sendiri mencakup tritunggal, yaitu Batara Guru, Soripada dan Mangala bulan.
[2] Adelbert, Snidjer, Manusia Paradoks dan Seruan (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm 67.
[3] Sitor, Situmorang, Toba na Sae (Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), hlm 23.
[4] Sitor, Situmorang, Toba na……hlm 98.
[5] T.O. Ihromi, Antropologi Budaya (Jakarta: PT. Gramedia, 1986), hlm 32.
[6] Sitor, Situmorang, Toba na… hlm 32.
[7] A.B. Sinaga,Martutuaek sebagai Permandian Orang Batak (Pematangsiantar: Jalan Medan, 1979), hlm 5.

Tidak ada komentar:

SEDEKAH MENURUT AGAMA ISLAM

1.PENGANTAR Sedekah merupakan ibadah sosial bagi umat Islam. Sedekah mempunyai kaitan yang erat dengan orang lain. Adapun alasan umat Isl...