Selasa, 18 Oktober 2016

BUAH-BUAH PEMBENARAN (ROMA 5: 1-11)



PENDAHULUAN
Dalam Roma 5:1-11 Paulus sangat menekankan kasih Allah yang menyelamatkan melalui Yesus Kristus Putera-Nya. Dengan demikian manusia diperdamaikan dengan Allah, berkat iman mereka. Manusia dibenarkan karena iman. Dengan beriman, manusia memperoleh kasih  karunia dan senantiasa berharap akan penerimaan kemuliaan Allah. Hasil dari pembenaran itu adalah cinta kasih Allah yang merupakan jaminan keselamatan yang defenitif. Hidup abadi akan dianugerahkan kepada mereka yang telah dibenarkan karena dan di dalam cinta Allah.[1] Pembenaran Allah (δικαιοσυνη του θεου), (5:1-11) dapat dibagi ke dalam beberapa pokok bagian. Dalam ayat 1-2a, Paulus mengemukakan tema perikop ini yaitu pembenaran menghasilkan damai dengan Allah. Kemudian dalam ayat 2b tema pokok itu menghasilkan dalil yang kedua, yaitu mengenai pengharapan akan kemuliaan Allah. Dalam ayat 3-4, tema pengharapan itu dibahas dan diuraikan secara lebih lanjut. Ayat 5 menunjukkan dasarnya yaitu kasih Allah. Ayat 6-8 menggambarkan perbuatan kasih. Ayat 9-10 menggambarkan hasil perbuatan kasih itu yakni keselamatan dalam hukuman terakhir. Ayat 11 merupakan penutup dari perikop ini. Secara singkat Roma 5:1-11 dapat dilukiskan sebagai berikut[2]:
            Ayat 1-2a         : Pembenaran Menghasilkan Damai dengan Allah.
            Ayat 2b            : Pengharapan akan Kemuliaan Allah.
            Ayat3-4           : Pengharapan.
            Ayat 5              : Kasih.
            Ayat 6-8          : Perbuatan Kasih.
            Ayat 9-10        : hasil Perbuatan Kasih.
            Ayat 11            : Penutup.
Bagian Pertama: Ayat 1-2a: Pembenaran Menghasilkan Damai dengan Allah.
            Bagian pertama ini menekankan damai sejahtera menjadi dasar pembenaran. Orang -orang yang dibenarkan karena iman hidup dalam damai sejatera. Hidup dalam damai sejahtera menunjukkan adanya suatu relasi dengan Allah.[3] Damai sejahtera tidak mengacu pada perasaan batin, perasaan aman sentosa, melainkan pada keadaaan yang berlaku antara Allah dengan manusia. Orang yang berupaya untuk mengerjakan pembenarannya sendiri tidak bisa tidak harus selalu gelisah. Sedangkan orang yang telah dibenarkan karena karya Yesus Kristus tidak perlu lagi merasa gelisah, tetapi sudah hidup dalam damai sejahtera dengan Allah.
            Melalui pembenaran oleh iman dan damai sejahtera dengan Allah, manusia memperoleh kasih karunia. Di atas kasih karunia itulah orang-orang yang telah dibenarkan berdiri dengan kokoh dan teguh. Iman adalah jawaban kita terhadap kasih karunia Allah yang terpenuhi dalam Yesus Kristus yang sering disebut sebagai Adam Baru dan model baru dalam ketaatan kepada Bapa (Bdk. 2 Kor 3:18; 4:4-6; Phil 3:20-21; 1 Kor 15:42-49).[4]
Bagian Kedua: Ayat 2b: Pengharapan Akan Kemuliaan Allah
            Orang beriman atau orang percaya bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Bermegah berarti hidup dalam persekutuan dengan Allah. Kemuliaan Allah menjadi tujuan pengharapan dari orang beriman.[5] Kemuliaan Allah ( δοχα του θεου) adalah kemuliaan milik Allah sendiri, yang akan dinyatakan sepenuhnya pada akhir jaman. Kemuliaan Allah itu adalah cahaya-Nya, keelokan-Nya, kehormatan-Nya, kekuasaan-Nya. Kemuliaan Allah adalah juga kemuliaan yang diberikan kepada manusia ciptaan-Nya, dan seakan-akan merupakan pancaran kemuliaan-Nya sendiri. Kemuliaan dengan arti inilah yang dimaksud dalam ayat ini. Manusia kehilangan sebagian besar kemuliaan itu akibat dosa (Mzm 8). Akan tetapi pada jaman akhir, yang merupakan pula saat kebangkitan orang mati, kemuliaan itu akan dipulihkan (Rom 8:18, 21; 1 Kor 15; 43).[6]
Bagian Ketiga: Ayat 3-4: Pengharapan
             Perkataan pokok dalam bagian ketiga ini adalah kesengsaraan menimbulkan ketekunan (3) dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan (4). Dalam Perjanjian Lama, kesengsaraan itu merupakan hukuman Tuhan atas ketidaksetiaan, tetapi juga cara Tuhan menyiapkan bagi diri-Nya suatu bangsa yang taat. Kesengsaraan itu akan  memuncak pada jaman akhir (Dan 12:1; Zef 1:15). Dalam kitab Mazmur, kesengsaraan orang saleh yang tampil ke depan. Sengsara itu adalah sesuatu yang wajar: “Kemalangan orang benar banyak (Mzm 34:20). Orang benar itu  berjalan dalam kesesakan (Mzm 138:7).  Sengsara itu pun datangnya dari Tuhan (Mzm 66: 71:20), tetapi Tuhan pula menyelamatkan orang benar dari pada-Nya.[7]
            Dalam sastra Yahudi, pada jaman antar perjanjian, kesengsaraan adalah hukuman atas pelanggaran, dorongan agar bertobat, penambahan jasa amal, berisikan tebusan dosa. Tetapi yang lebih penting dalam memahami ayat ini adalah pertanyaan orang Yahudi kepada Paulus. Bagaimana dapat dijelaskan bahwa orang-orang percaya masih tetap mengalami penderitaan? Terhadap pertanyaan kritis inilah Paulus harus menerangkan pandangan kristen tentang penderitaan.[8]
            Kesengsaraan itu tidak terpisahkan dari kehidupan orang percaya (Bdk Yoh 16:33; Kis:14:22; 1 Tes 2:3). Kita menderita sengsara kalau dan karena kita hidup dalam persekutuan dengan Kristus (Kol 1:24; Flp 3:10). Atau denga kata lain, sebagaimana Kristus harus menderita sengsara (Mat 16:25; Luk 24:26), begitu pula orang kristen harus mengalami banyak sengsara (Kis 14:22).[9] Yesus dimuliakan dalam penderitaan, oleh karena itu orang beriman harus berpartisipasi dalam penderitaan-Nya supaya ambil bagian dalam kemuliaan-Nya.[10] Dalam hubungan itulah Paulus dapat mengatakan: “Kita bermegah juga dalam kesengsaraan kita, sebab kesengsaraan itu justru turut menandai persekutuan dengan Kristus, dan persekutuan itulah yang menjadi alasan kita bermegah.”[11]
            Kesengsaraan menimbulkan ketekunan (ketabahan). Ketabahan merupakan salah satu kebajikan kristen, bersama dengan iman, pengharapan dan kasih (Tit 2:2 bdk 1 Kor 13:7). Dan sama seperti kebajikan-kebajikan lainnya ketabahan adalah pemberian Allah (Rom 15:5). Di tengah penderitaan, kita percaya, itulah iman kita, bahwa Allah tidak akan meninggalkan kita, dan Ia akan memberi kita kekuatan untuk bertahan, yaitu ketabahan.
            Ketekunan (ketabahan) menimbulkan tahan uji (4). Kehiduipan seorang kristen dilihat sebagai ujian yang terus menerus, yang memuncak pada hukuman terakhir. Yang menguji adalah Tuhan sendri (Mzm 139: 1,23 bdk Yer 6:27), dan ujiannya dibandingkan dengan api (Mzm 66:10-12; Yer 6:29; 1 kor 3:13). Disini yang menjadi ujian adalah kesengsaraan (3). Orang percaya menahan kesengsaraan itu dengan tabah hati. Penderitaan itu perlu supaya iman yang tulen menyatakan diri. Hal ini merupaka keyakinan umum dalam jemaat-jemaat kriten pertama.
             Tahan uji menimbulkan pengharapan. Kalau iman kita ternyata diuji Tuhan dalam api penderitaan dan penindasan, dan kalau Tuhan memberi kita ketabahan sehingga kita dapat menahan ujian itu dan ternyata tahan uji, maka kita tidak lagi takut sesutau apapun, dan pengharapan kita menanjak. Sebab karenanya kita percaya, bahwa dalam hukuman terakhir pun Tuhan akan menyelamatkan kita dari dalam api itu.[12]
Bagian Keempat: Ayat 5: Kasih Allah
            Kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita, oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. Kasih Allah adalah kasih Allah kepada kita, bukan kasih kita kepada Allah.[13] Kasih Allah lebih besar dari ketidaksetiaan dan keberdosaan kita. Kasih Allah di dalam Kristus telah memperhatikan kita waktu kita masih lemah (6), masih berdosa (8), masih seteru (10). Kasih itulah yang menjadi sumber kasih karunia-Nya.
Hati adalah pusat kehidupan (Ams 4:23). Isi hati menentukan cara hidup kita. Kehadiran kasih Allah di dalam diri kita menjadi sumber pertobatan. Perkataan Paulus dalam bagian ini menyatakan bahwa nubuat dalam Perjanjian Lama tentang pemberian hati yang baru dan Roh Kudus kepada bangsa Israel yang tidak taat itu sudah digenapi di dalam diri Kristus (Bdk Yeh 36:25.37: 14:39;29).[14] Melalui Roh Kudus, manusia baru bagi Tuhan disucikan dan dibersihkan untuk suatu jaman yang baru. Air adalah sebuah simbol yang dominan digunakan untuk penyucian. Ide mencurahkan (εκκηχιταλ ) adalah persatuan natural (Yoel 2:28; Ibr 3:1; Kis 2:17; 1 Kor 12:13). Bagi Paulus dan tradisi kristen pada umumnya, kehadiran Roh Kudus dianggap sebagai petunjuk yang asli, sejak ada relasi dengan Tuhan, komunitas kristen akan hidup dalam jaman baru dimana mereka menikmati status keanakan anak Allah yang berseru kepada Tuhan “Abba, Bapa” (Gal 4:6-7; Rom 8:15).[15]
Bagian Kelima: Ayat 6-8: Perbuatan Kasih
            Ayat 6-8 menggambarkan sifat kasih Ilahi. Kasih itu telah menyatakan diri waktu kita masih lemah (6). Kelemahan itu ditandai dengan kungkungan perbudakan dosa. Kristus telah mati demi orang berdosa, dan Ia mati bagi mereka sebelum dari pihak orang berdosa itu bisa ada sesuatu apa pun yang menjadikan mereka layak untuk  menerima anugerah yang begitu besar. Kelemahan itu berarti mereka berada di bawah kekuasaan dosa.[16]
            Dalam ayat 7, Paulus hendak menggambarkan kasih Allah yang telah menyatakan diri dalam kematian Kristus untuk orang berdosa yang tidak layak menerima anugerah sebesar itu. Oleh karena itu perbuatan Kristus tidak ada taranya. Perbuatan Kristus jauh melebihi perbuatan manusia yang paling agung.[17]
            Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa (8). Kematian Kristus merupakan perwujudan dan pernyataan cinta Allah.[18] Pemberian diri Kristus dalam cinta adalah penyataan historikal dari cinta kekal Allah.[19] Kasih Allah itu diarahkan kepada orang berdosa, yang tidak layak menerimanya, dan kasih itu mendahului segala tanda kebaikan di pihak mereka. Kematian Kristus terjadi satu kali di masa lampau, tetapi salib-Nya tetap berdiri di tengah umat manusia sebagai penyataan akan kasih Allah kepada orang malang dan berdosa.[20]
Bagian Keenam: Ayat 9-10: Hasil Perbuatan Kasih
            Kematian Kristus (9) menunjukkan jalan keselamatan, sebab Ia mati bagi kita waktu kita masih orang berdosa. Lebih-lebih kasih Allah yang telah menyatakan diri dalam kematian itu akan menyelamatkan kita setelah kita dibenarkan, yaitu setelah  dosa kita  ditebus oleh darah-Nya.[21] Kita yang dulu pendosa, dan sekarang melalui darah Kristus, kita dibenarkan, diterima dan dideklrasikan dalam hubungan yang benar dengan Tuhan.[22]
            Ayat 10 mengulangi penalaran yang terdapat dalam ayat 9 dengan menambahkan unsur baru. Ketika kita masih seteru, kita diperdamaikan dengan Allah. Keadaan yang berlaku, yang ditandai dengan permusuhan, ditiadakan. Ayat 10a sejajar dengan ayat 9a: Dibenarkan oleh darah-Nya, diperdamaikan oleh kematian-Nya. Yang mendamaikan kita adalah Allah sendiri. Kasih Allah sama sekali mendahului kita, seperti yang terdapat dalam ayat 8. Kasih itu mengerjakan pendamaian oleh kematian Anak-Nya.  Disini nampak kesatuan antara Allah dengan krtistus, yang sesungguhnya merupakan rahasia yang tidak dapat ditembus pandangan. Kesatuan itulah yang diuangkapkan dengan perkataan Anak-Nya.
            Kalau Allah telah mendamaikan kita waktu kita masih seteru, lebih-lebih kita akan diselamatkan oleh hiduNya. Hidup-Nya disini sejajar dengan dibangkitkan. Keselamatan kita berdasarkan kematian dan kebangkitan (hidup) Kristus.[23]
Bagian Ketujuh: Ayat 11: Penutup
            Dalam ayat penutup ini, Paulus kembali ke pokok “bermegah” .Orang-orang yang percaya tidak hanya mengharapkan keselamatan dan kehidupan di surga kekal, tetapi sekarang juga mereka telah  menjadi manusia lain, yaitu manusia yang bermegah dalam Allah. Bermegah merupakan inti pokok dari perubahan yang nyata yang berlangsung dalam kehidupan orang yang menjadi percaya. Bermegah juga merupakan unsur penting dalam ibadah kristen, yaitu dalam puji-pujin dan dalam doa syukur. Kristus Yesus melalui Roh mengundang kita untuk bermegah, untuk  memuji-muji Tuhan. Bahkan dapat dikatakan juga bahwa puji-pujian kita layak diterima Allah karena perantaran Dia. Dia yang oleh-Nya kita bermegah, Dia juga yang oleh-Nya kita telah menerima pendamaian.
PENUTUP
Roma 5:1-11 berbicara tentang pembenaran Allah. Pembenaran itu menghasilkan damai dengan Allah dan membuat orang beriman merdeka dan bebas. Pembenaran itu bukanlah semata-mata usaha manusia sendiri tetapi sebuah inisiatif atau cinta Allah yang menyelamatkan dan membenarkan. Allah selalu menganugerahkan kasih karunia-Nya kepada manusia. Puncak dari kasih karunia itu ada di dalam diri Yesus Kristus. Pemberian Allah di dalam Yesus Kristus diterima karena iman saja. Dengan demikian, kehidupan kristen ditandai dengan bermegah. Dasar dari bermegah adalah Yesus Kristus. Bermegah berarti bergembira, menaruh kepercayaan penuh atau total dan memuji-muji atau bersyukur. Tidak hanya itu saja, orang beriman atau orang kristen juga harus bermegha bila berhadapan dengan kesengsaraan atau penderitaan. Karena sudah dibenarkan dalam iman dan didamaikan dengan Allah, orang beriman mendapat kepastian bahwa kesengsaraan atau penderitaaan bukan murka Allah tetapi suatu ujian untuk memperoleh keselamatan. Siapa yang bertahan hingga akhir akan selamat. Sama halnya seperti emas yang diuji dalam api. Dengan demikian emas itu akan nampak murni dan berkilau. Demikian juga halnya orang beriman dalam ujian penderitaan.









DAFTAR PUSTAKA
Byrne , Brendan. Romans. Minnesota: The Liturgical Press Collegeville, 1996.
Murry, John. The Epistle to The Romans. Michigan: Grand Rapids, 1987.
Van den End, Th. Surat Roma . Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2000.
Sanday ,William. A Critical and exegetical Commentary on The Apostle to The Roman. Edinburgh: T. QT. Clark LTD, 36 George Street, 1980.



[1] Kristinus Mahulae, Diktat Surat Roma , hlm. 6.
[2] Brendan Byrne, Romans (Minnesota: The Liturgical Press Collegeville, 1996), hlm. 164-165.
[3] John Murry, The Epistle to The Romans (Michigan: Grand Rapids, 1987), hlm. 158.
[4] Brendan Byrne, Romans…,  hlm. 165.
[5] John Murry, The Epistle…, hlm. 162.
[6] Th. Van den End, Surat Roma (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2000), hlm. 220-221.
[7] Th. Van den End, Surat…, hlm. 222.
[8] Th. Van den End, Surat…, hlm. 222.
[9] Th. Van den End, Surat…, hlm. 222.
[10] John Murry, The Epistle…, hlm. 163.
[11] Th. Van den End, Surat…, hlm. 222.
[12] Th. Van den End, Surat…, hlm. 224-225.
[13] John Murry, The Epistle…, hlm. 165. Bdk. William Sanday, A Critical and exegetical Commentary on The Apostle to The Roman (Edinburgh: T. QT. Clark LTD, 36 George Street, 1980), hlm.125.
[14] Th. Van den End, Surat…, hlm. 226.
[15] John Murry, The Epistle…, hlm. 167.
[16] Th. Van den End, Surat…, hlm. 228. Bdk. John, Murry, The Epistle…, hlm. 167.
[17] Th. Van den End, Surat…, hlm. 229.
[18] John Murry, The Epistle…, hlm. 168.
[19] Brendan, Byrne, Romans…,  hlm. 168.
[20] Th. Van den End, Surat…, hlm. 230.

[21] Th. Van den End, Surat…, hlm. 231.
[22] Brendan Byrne, Romans…,  hlm. 168.
[23] Th. Van den End, Surat…, hlm. 232-233. Bdk. John, Murry, The Epistle…, hlm.172-174..


Senin, 25 Juli 2016

Rangkuman Ekklesiologi

Gereja adalah misteri dan sakramen. Kata misteri dan sakramen kalau ditinjau dari sudut pandang teologis memuat arti yang sama. Kedua kata ini mengungkapkan suatu rahasia. Kedua kata ini dipakai untuk menunjukkan rencana Allah yang menyelamatkan manusia. Selain itu, kata misteri dan sakramen juga dipergunakan untuk  mengacu kepada upacara liturgi yang mengungkapkan dan menghadirkan karya Allah yang menyelamatkan. Dalam perkembangan teologi selanjutnya kata misteri dan sakramen dipakai untuk menunjukkan karya Allah yang mewahyukan diri dalam bentuk manusiawi, tetapi terdapat perbedaan tekanan antara keduanya. Kata misteri mau menekankan segi tersembunyi, ilahi dan tak tampak sedangkan kata sakramen mau menonjolkan segi pengungkapan, insan dan tampak.
            Selain kedua hal di atas, Gereja juga disebut sebagai umat Allah. Gereja disebut sebagai umat Allah mau menunjukkan dimensi historis maupun dimensi sosial yang ada pada Gereja sebagai misteri keselamatan. Hal ini nyata terungkap dalam Kitab Suci dan juga pada zaman Israel, serta pada zaman Gereja perdana. Banyak pendapat dan para ahli berbicara mengenai Gereja dan ada empat hal yang menonjol menjadi sifat Gereja: Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Gereja itu kudus karena berkat Roh Kudus yang menjiwainya. Gereja bersatu dengan Tuhan, satu-satunya yang dari diri-Nya sendiri kudus. Gereja itu disebut katolik karena menyeluruh dan tersebar di seluruh dunia sehingga mencakup semua. Gereja itu satu karena Roh Kudus juga mempersatukan para anggota jemaat satu sama lain, dan juga dengan kepala jemaat yang kelihatan yakni uskup; lagi pula mempersatukan uskup satu sama lain maupun dengan pusatnya di Roma. Gereja itu apostolik karena warganya dikatakan anggota umat Allah jika bersatu dengan pusat-pusat Gereja yang mengakui diri takhta para rasul.
            Karya keselamatan Allah bagi umat manusia dan Gereja direncanakan dan dilaksanakan dalam Kristus sehingga misteri Allah adalah Kristus. Dengan mencurahkan Roh Kudus atas orang yang percaya kepada-Nya, Kristus menganugerahkan hidup ilahi kepada mereka berupa ajakan yang memberi kuasa (Yoh 1:12) untuk tetap tinggal dalam kasih Allah. Persekutuan orang-orang yang bersatu dengan Kristus yakni Gereja, itu pun misteri yang besar. Kesatuan kaum beriman dengan Kristus itulah adalah kesatuan dengan Kristus Imam, Raja dan Nabi sehingga Gereja sendiri pun berpartisipasi dalam trifungsi Kristus. Akhirnya kesatuan itu pulalah yang menjadikan Gereja itu persekutuan orang-orang kudus.

            Gereja sebagai tubuh dan Kristus sebagai kepala hadir dalam ruang dan waktu sebagai realitas ilahi-insani yang dipimpin oleh hirarki yang berdasar pada hidup Yesus sebagaimana yang telah diteruskan oleh para rasul. Sejak semula pimpinan Gereja bersifat kolegial (collegium). Para anggota dewan tidak semua menjalankan tugas yang sama. Ciri khas tugas hirarkis tak perlu kentara dalam setiap anggota hirarki. Tugas hirarkis diberikan berdasarkan susunan fungsional hirarkis sendiri yang terdiri atas dua golongan pokok yakni para uskup dengan paus sebagai kepala dan para pembantu para uskup yang dibedakan lagi antara imam dan diakon. Inti hirarki adalah dewan para uskup yang merupakan subyek kuasa tertinggi dan penuh atas seluruh Gereja. Sebagai pimpinan Gereja dewan para uskup sekarang menggantikan dewan para rasul yang diketuai oleh paus sebagai pengganti Petrus. Adapun dewan atau badan para uskup hanyalah berwibawa bila bersatu dengan imam agung di Roma, pengganti Petrus, sebagai kepalanya, dan selama kekuasaan primatnya terhadap semua, baik para gembala maupun kaum beriman tetap berlaku seutuhnya. Sebab imam agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai wakil Kristus dan gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan universal terhadap Gereja dan kuasa itu selalu dapat dijalankannya dengan bebas. Sementara badan para uskup, yang menggantikan dewan para rasul dalam tugas mengajar dan bimbingan pastoral, bahkan yang melestarikan badan para rasul, bersama dengan imam agung di Roma selaku kepalanya, dan tidak pernah tanpa kepala itu, merupakan subyek kuasa tertinggi dan penuh juga terhadap Gereja tetapi kuasa itu hanyalah dapat dijalankan dengan persetujuan imam agung di Roma.

Rangkuman Trinitas

Dalam Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru tidak ada memuat ajaran tentang Allah Tritunggal secara eksplisit. Ajaran tentang Trinitas tidak berasal dari sumber-sumber bukan kristiani. Dalam mengembangkan ajaran tentang Allah Tritunggal, Gereja mempergunakan pola pemikiran tertentu yang telah disediakan dalam lingkungan filosofis dan religius supaya dengan bantuan konsep-konsep itu Gereja dapat memberikan ekspressi intelektual yang lebih jelas kepada imannya sendiri. Konsep tentang Allah Tritunggal tidak bisa dilepaskan dari karya keselamatan, justru dalam karya keselamatan itulah nyata Allah Tritunggal. Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya dalam Kristus dan kasih Allah diarahkan dalam hati kita oleh Roh Kudus yang dikaruniakan kepada kita. Allah bertindak dalam Kristus dan oleh Roh Kudus. Karya Kristus dan karya Roh Kudus merupakan karya Allah. Gereja perdana yakin bahwa dalam diri Kristus dan dalam Roh Kudus, karya keselamatan Allah terlaksana sebagaimana juga telah dirumuskan dalam Efesus 1:13-14.

Dari Efesus 1:13-14 jelaslah bahwa yang melakukan karya keselamatan adalah Allah yang di sini disebut Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Karya keselamatan itu secara konkret-historis terlaksana dalam Kristus. Kristus itu jalan keselamatan Allah menurut rencana dari semula. Tetapi dengan karya Kristus saja, karya Allah belum lengkap. Karya itu diteruskan oleh Roh Kudus yang merupakan jaminan kepenuhan penebusan pada akhir zaman. Jelas sekali bahwa ajaran mengenai Allah Tritunggal bukanlah suatu teori yang diwahyukan secara lengkap oleh Yesus atau para rasul, melainkan rangkuman karya Allah yang dilaksanakan dalam Kristus dan Roh Kudus. Lalu kelihatan juga bagaimana hubungan Kristus dan Roh Kudus dengan Allah yang mengutus dan melaksanakan karya keselamatan-Nya. Ajaran mengenai Allah Tritunggal  mau mengungkapkan iman akan kasih Allah. Dalam Kristus dan dalam Roh-Nya, Allah sungguh memberi diri kepada manusia.


Allah Tritunggal merupakan suatu dogma dalam Gereja yang banyak mengalami pertentangan baik pro maupun kontra dari orang-orang tertentu. Seluruh persoalan mengenai Allah Tritunggal sebenarnya meyangkut perumusan bukan soal kata-kata saja sebab kata-kata dipilih untuk mengungkapkan dan merumuskan pandangan dan keyakinan tertentu. Keyakinan itu menyangkut Allah dan pewahyuan-Nya. Dogma mengenai Allah Tritunggal sebenarnya sangat sulit untuk dirumuskan tetapi Gereja tetap berpegang teguh pada dogma ini karena ini merupakan rangkuman seluruh karya keselamatan Allah. Isi dogma ini bukan teori, melainkan praktek kehidupan. Isinya tidak pertama-tama mengenai hidup Allah dalam diri-Nya sendiri, melainkan mengenai karya keselamatan Allah bagi manusia. Pribadi Bapa, Putera dan Roh Kudus menggambarkan suatu relasi cinta dan inilah yang diwahyukan kepada manusia. Wahyu bukan pertama-tama pembagian ilmu, melainkan pemberian hidup. Manusia dianugerahi mengambil bagian dalam hidup Allah sendiri, yakni dalam cinta Bapa dan Putera dalam Roh Kudus.

Selasa, 05 Juli 2016

GORGA SEBAGAI SENI UKIR BATAK TOBA

A. PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beraneka ragam suku, budaya, bahasa dan kaya akan seni. Oleh karena itu setiap suku, ras mempunyai kesenian masing-masing yang memiliki nilai atau ciri khas tertentu sesuai dengan budayaannya.
  Suku Batak Toba merupakan salah satu suku yang kaya akan nilai-nilai seni. Gorga merupakan salah satu seni rupa yang berasal dari suku Batak Toba. Gorga biasanya dilukis atau dipahat pada dinding bagian depan rumah (jabu). Rumah yang sudah diukir dengan gorga disebut ruma gorga. Gorga dilukis atau dipahat oleh orang-orang yang terampil dalam hal itu. Dengan demikian hanya sebagian kecil orang saja yang tahu melukis atau memahat gorga karena cara pengerjaannya termasuk sulit. Setiap gorga mempunyai simbol dan maknanya masing-masing.

B. SEKILAS TENTANG BATAK TOBA

Menurut mitos, orang Batak Toba pertama bertempat tinggal di Pusuk Buhit yang turun dari Benua Ginjang (dunia atas). Mereka mengaku bahwa nenek moyangnya keturunan puteri dewa Batara Guru bernama Si Boru Delek Parajar  yang kawin dengan putera dewa Balabulan bernama Tuan Rumauhir  atau Tuan Rumagorga.

Menurut catatan sejarah, nenek moyang orang Batak Toba berasal dari Hindia Selatan. Mereka masuk ke pedalaman melalui daerah Barus dan Manduamas naik ke daerah Sionomhudon (Pakpak) Perlilitan tembus ke Baniara, Tele, Hariaripintu turun ke Sianjur Mula-mula. Sementara yang lain masuk dari Lobutua, Tukka Holbung, Tukka Dolok, ke Pulogodang (Natam) Pusuk ke Matiti, Pollung dan mengikuti pinggir bagian atas Danau Toba menuju Pusuk Buhit.
Suku Batak Toba mempunyai ciri khas dalam dialek, tulisan atau aksara, istilah-istilah dan beberapa adat istiadat dibandingkan dengan sub suku Batak lainya. Struktur sosial Batak Toba terdiri dari tiga unsur utama yakni: dalihan natolu yang terdiri dari hula- hula (sumber istri), dongan tubu  (saudara semarga), dan boru ( penerima istri ).  Sistem kekerabatan diturunkan dari garis keturunan ayah atau patrilineal.

C. GORGA BATAK TOBA

1. Awal Mula Gorga Batak Toba
Kesenian tidak dapat lepas atau berdiri sendiri dari masyarakat sebab kesenian adalah bagian yang penting dari kebudayaan. Kesenian merupakan ungkapan kreatifitas dari kebudayaan itu sendiri.  Kreatifitas masyarakat ini akan berkembang dan terpelihara karena diteruskan kepada generasi selanjutnya.
Gorga Batak Toba merupakan salah satu contoh karya seni dari kebudayaan Batak Toba yang boleh dikatakan sudah cukup tua. Karya seni ini menjadi salah satu bagian dari karya seni rupa yakni seni ukir tradisional dengan tiga warna khas yang dibuat secara alami. Karya seni dari setiap budaya memiliki sejarah, mitos dan latar belakang mengapa karya seni itu diciptakan dan dipelihara. Demikian juga dengan gorga Batak Toba. Berikut ini adalah sebuah mitos yang menjadi awal mula gorga Batak Toba:
Konon, di suatu masa, tersebutlah seorang datu (dukun)  terhormat. Datu Gambut Nabolon namanya. Dia memiliki seorang istri bernama Siboru Jongjong Anian Siboru Tibal Tudoson. Dalam kehidupan berkeluarga, mereka cukup bahagia, dan sangat mengharapkan supaya keturunannya kelak memiliki keahlian tersendiri setelah dewasa. Hingga suatu saat, mereka diberikan keturunan atas kemurahan Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Besar). Tidak tanggung-tanggung, pada saat Siboru Jongjong Anian Siboru Tibal Tudoson melahirkan untuk pertama kalinya, ia langsung dikaruniai tiga orang anak. Sang Ayah menamai mereka Pustaha Anggir, Lada, dan Napuran. Mereka adalah anak-anak yang pada saat dewasa diharapkan menjadi dukun yang memiliki ilmu pengetahuan mengenai pertukangan. Waktu pun berjalan cepat. Sang Ibu kembali melahirkan untuk kedua kalinya. Kali ini ia dianugerahi keturunan kembar dan memberi mereka nama Sirat dan Uhir. Mereka juga diharapkan memiliki keahlian dalam membuat benang, menenun dan ahli dalam membuat ulos (tenunan khas Batak). Tidak sampai di situ, pada saat berikutnya, Sang Ibu lagi-lagi melahirkan seorang lelaki dan seorang perempuan secara sekaligus, dan menamainya Si Aji Donda Hatahutan dan Siboru Sopak Panaluan. Datu Gambut pun sangat gembira luar biasa, karena telah memiliki keluarga besar yang sangat disayanginya.Falsafah orang Batak zaman dahulu mengatakan "banyak anak banyak rezeki", "anak do hamoraon" (anak adalah martabat dan kebesaran), dan dalam umpama Batak disebut:
Laklak ni sikkoru, nagantung di tiang pintu,
Maranak sampulu tolu, marboru sampulu pitu.
Artinya kira-kira demikian: "Kulit kayu sikkoru, tergantung di tiang pintu, berputra 13, dan berputeri 17". Jadi, berkeluarga besar adalah cita-cita ideal orang Batak. Singkat cerita, anak-anak Datu Gambut Nabolon pun beranjak dewasa. Sang dukun mengerti bahwa tidak mudah menjadikan anak-anaknya menjadi ahli seperti yang dia harapkan. Ternyata anak bungsunya yang laki-laki, yaitu Aji Donda Hatahutan-lah yang lebih paham dan mengerti mengenai perdukunan yang dimaksudkan ayahnya. Bahkan dia menjadi seorang yang ahli dalam segala bentuk pertukangan. Begitu juga dengan anak bungsunya yang perempuan, Siboru Sopak Nauasan, yang menjadi ahli dalam segala jenis tenunan dan membuat ulos. Setelah kedua anak bungsunya itu menjadi orang yang ahli dan hebat dalam berkarya, barulah keturunan Datu Gambut yang pertama dan kedua mengikutinya. Anak anak Datu Gambut Nabolon selalu hidup bersama dengan penuh impian dalam berkarya. Pada suatu hari, di saat Siboru Sopak Nauasan menenun dengan giatnya, tanpa ia sadari, benang tiga warna untuk tenunannya telah terjatuh berpilin-pilin di lantai. Aji Donda Hatahutan tiba-tiba terhipnotis saat melihat benang yang berpilin-pilin tidak teratur itu. Dengan cepat dia mengambil pisau yang tajam dan mengukirnya pada pintu hingga memenuhi dinding rumah mereka. Terkejutlah orang tua dan saudara-saudaranya melihat keadaan itu. Mereka menganggap bahwa Aji Donda Hatahutan telah kerasukan roh halus. Kemudian mereka bermusyawarah, dan dipersiapkanlah lage baion (tikar anyaman dari pandan), cawan berisi air bersih dan asam, dupa kemenyan dan bara api dengan maksud mengusir roh tersebut. Aji Donda Hatahutan disuruh duduk di atas tikar itu. Sang Ayah, Datu Gambut, mulai berdoa kepada Debata Mulajadi Nabolon. Sesaat kemudian mereka mulai bingung, karena kemudian Aji Donda Hatahutan memang benar-benar kemasukan roh. Roh dalam tubuh Aji Donda Hatahutan menyuruh Sang Ayah mengumpulkan ahli kayu bangunan dan membuat sebuah Ruma Bolon (rumah adat Batak). Kemudian Aji Donda Hatahutan yang kemasukan roh mulai mengukir dengan rapi pada Ruma Bolon itu. Sungguh luar biasa, beraneka ragam gorga tampak indah menghiasi bangunan itu dan mereka menyebutnya "Ruma Gorga". Keluarga pun sangat bangga dengan karya Aji Donda Hatahutan tersebut. Sejak saat itu, beberapa pemuda Batak mulai belajar dan menjadi pande (tukang) yang menghasilkan beragam jenis karya baru dan unik. Seorang pande dalam masyarakat Batak selalu mewariskan keahlian seni kepada anak-anak mereka.
2. Jenis Gorga Batak Toba 
Gorga Batak Toba banyak digunakan untuk menghias dingding bangunan rumah adat suku yang disebut ruma bolon (rumah adat). Melalui jenisnya, coraknya ada sesuatu yang hendak disampaikan oleh mereka yang membuatnya.

2.1 Berdasarkan cara  mengerjakan gorga dibagi dalam dua bagian : 
a. Gorga uhir

Gorga ini merupakan jenis gorga yang dikerjakan dengan cara memahat kayu atau papan dan setelah selesai dipahat diberi warna merah, hitam, dan putih.
b. Gorga dais. 
Jenis gorga ini dikerjakan dengan cara melukis pada kayu atau papan dan diwarnai dengan warna merah,hitam,putih. Gorga ini adalah suatu pelengkap pada rumah adat tersebut.

2.2 Berdasarkan Fungsi dan bentuknya.
Gorga Batak Toba memiliki fungsi dan bentuk yang berbeda-beda. Antara lain adalah:
a. Gorga Si Marogung-ogung (Gong)
Pada jaman dahulu ogung (gong) merupakan benda yang sangat berharga. Karena ogung digunakan pada upacara-upacara ritual seperti gondang malim (upacara kesucian).
Rumah yang dihiasi dengan gorga marogung-ogung menandakan bahwa keluarga tersebut  merupakan keluarga yang terpandang dan memiliki seperangkat ogung (gong).
b. Gorga Singa-Singa
Gorga ini berbentuk singa yang di ukir atau diletakkan di sebelah atas tiang kanan dan tiang kiri rumah. Rumah yang memiliki gorga dengan ukiran singa-singa melambangkan bahwa yang menempati rumah itu adalah orang memiliki kekuatan atau orang yang berwibawa seperti raja ni huta (kepala kampung).
c. Gorga Boras Pati dan Adop-Adop

Boras pati adalah gorga yang mirip dengan sejenis cicak yang melambangkan nama dewa alam. Yakni boras pati ni tano (dewa tanah), boras pati ni ruma (dewa rumah), boras pati ni huta (dewa kampung). Masing-masing dianggap sebagai penjaga tanah, rumah, dan kampung.  Sesajian kepada dewa tanah dipersembahkan ketika akan musim tanam. Sesajian untuk dewa rumah ketika akan membangun rumah dan sejian kepada dewa kampung ketika akan mendirikan sebuah perkampungan.
Boras pati jarang memunculkan diri, maka ketika masyarakat dulu melihat boras pati muncul, mereka akan bergembira karena itu tanda-tanda bahwa tanah mereka akan subur dan hasil panen banyak sehingga dapat menjadi kaya. Boras pati dipadukan dengan adop-adop (berbentuk payudara wanita)  yang melambangkan kesuburan. Bagi orang batak susu (tetek) mempunyai makna khusus. Susu (tetek) yang besar yang airnya banyak bahwa ia subur  dalam arti akan memiliki banyak anak yang juga berarti gabe. Maka rumah yang memiliki gorga boras pati dan adop-adop merupakan keluarga yang gabe (subur) dan mora (kaya). Gorga ini terdapat pada dinding depan rumah kiri dan kanan.
d. Gorga Jenggar  atau Ulu Paung

Gorga Jenggar pada dasarnya sama dengan ulu paung. Ukiran ini bermotifkan kepala kerbau. Yang membedakan adalah letaknya. Ulu paung diletakkan di atas atap yang mempunyai fungsi spiritual yakni melindungi rumah dari gangguan begu (hantu) yang mungkin datang ke kampung.  Jenggar diletakkan mulai dari atas pintu sampai ke puncak bangunan. Semuanya berjejer ke bawah ulu paung. Pada mulanya ulu paung dibuat dari tanduk kerbau tetapi pada jaman sekarang diganti dengan ukiran kepala kerbau bertanduk. Fungsi jenggar ini adalah untuk mengawasi hantu halaman rumah (begu alaman) dan hantu yang mungkin dapat menyelinap ke dalam rumah (begu monggop).  Kedua gorga ini dibuat karena jaman dahulu orang Batak masih percaya akan kekuatan-kekuatan ilmu-ilmu hitam atau gangguan begu,maka dibuat sebagai penjaga sehingga rumah dapat ditempati dengan aman dan keluarga menjadi damai.
e. Gorga Dalihan Na tolu.
Gorga ini diukir di bagian dingding depan rumah.  Dalihan na tolu, menjadi dasar kekerabatan kebudayaan Batak Toba (hula-hula, dongan sabutuha, boru). Gorga ini dilukiskan untuk menunjukkan bahwa yang penghuni rumah adalah orang yang memiliki hubungan yang selaras dengan hula-hula (paman), dongan sabutuha (teman semarga) dan boru (pihak perempuan).
f. Gorga Desa Na Ualu (delapan penjuru mata angin)

Ukiran mengambarkan arah mata angin. Sebab sudah sejak dahulu orang Batak mengenal arah mata angin karena mata angin sudah memiliki kaitan yang erat dengan segala aktifitas ritual masyarakat. Sebenarnya pada asalnya desa na ualu, tidak selalu dipakai untuk menunjukkan arah, melainkan sebagai alat peramal yang dinamai dengan parhalaan (kalender ramal) yang digunakan untuk meramal keadaan atau peristiwa yang terjadi atas diri seseorang dalam hubungan dengan waktu.  Misalnya: meramalkan atau memilih hari untuk perkawinan, menanam padi, dan membangun rumah. Jadi parhalaan ini bersifat magis religius. Oleh karena itu sebagai tanda cerminan pentingnya nilai mata angin bagi suku batak dibuatlah dalam bentuk hiasan gorga.
g. Gorga Simataniari
Gorga ini terdapat di sebelah kiri dan kanan. Matahari sebagai lambang terang dan kehidupan.  Gorga ini dibuat untuk mengingat jasa mata hari terhadap dunia. Dengan mengukirkan gorga ini kiranya yang menempati rumah juga dapat memberi kehidupan, terang dan kehangatan bagi orang lain.
h. Gorga Sitagan
Ukiran berbentuk tagan (kotak tertutup yang terbuat dari perak atau emas tempat daun sirih, pinang, gambir, tembakau dan kapur). Bentuknya berjenis-jenis, ada yang bundar, persegi empat, segi enam, dll.  Biasanya motif ini menghias dingding rumah sehingga kelihatan indah.
i. Gorga Sijonggi
Sijonggi adalah nama lembu jantan. Jadi si gorga jonggi memperlihatkan garis-garis hiasan gambar lembu-lembu yang berbaris dengan seekor sijonggi berada di bagian depan.  Lembu merupakan lambang kekayaan.
j. Gorga Silinggom
Linggom artinya teduh, terlindung. Motif ini biasanya diukir pada dinding depan rumah, dengan harapan bahwa sipemilik rumah mendapat perlindungan dari segala marabahaya.
k. Gorga Sitompi
Gorga ini memiliki motif ragam hias yang menggunakan tompi (ketaya/tali leher kerbau atau sapi yang terbuat dari anyaman rotan dan diikat pada bajak atau pedati.  Gorga ini dibuat untuk mengingat jasa tali itu terhadap kerbau dan manusia.
l. Gorga Iran-iran
Iran sejenis alat perias muka supaya kelihatan manis. Hiasan gorga ini biasanya ditempatkan di bagian depan rumah sehingga makin kelihatan keindahannya.
m. Gorga Hoda-hoda
Hoda (kuda) sebagai lambang kekuatan. Motif ini biasanya diukir di dingding bagian samping kiri dan kanan dingding rumah. Hoda juga digunakan untuk berpacu. Maka dengan mengukir gorga hoda-hoda menunjukkan gerakan untuk berlomba mengejar kebahagiaan hidup.
n. Gorga Hariara Sundung di Langit.
Motif ini menyerupai pohon kehidupan, biasanya diukir di bagian dalam rumah pada dingding atas kepala tempat tuan rumah tidur.

3. Warna Gorga Batak Toba

Seni rupa sesungguhnya tidak hanya bersifat lahiriah, tetapi juga batiniah, di mana orang diajak untuk masuk ke dalam dunia batin melalui indera rasa.  Pada saat menikmati suatu karya seni, indera mata menangkap komposisi yang berupa warna, garis dan struktur dari karya seni tersebut. Dengan komposisi ini manusia dapat mengkomunikasikan isi hatinya (impian, khayalan, imajinasi) kepada orang lain.
Gorga sebagai seni rupa memiliki komposisi warna, garis, stuktur dan ada suatu visi atau kepekaan tertentu yang hendak diungkapkan dengan penggunaan bentuk dan warna. Warna dasar gorga adalah narara (merah), nabirong (hitam), dan nabontar (putih) yang disebut juga dengan tolu bolit (belit). Pada jaman dahulu belum ditemukan cat seperti pada jaman sekarang. Nenek moyang orang batak mencipta cat sendiri dengan alamiah.
Narara (merah) : warna ini diambil dari batu hula, sejenis batu alam yang berwarna merah. Batu inilah yang dihaluskan menjadi seperti tepung dan dicampur dengan sedikit air, kemudian dioleskan ke ukiran yang telah dibuat. Warna merah melambangkan hidup dan kehidupan . Hal ini dapat kita bandingkan dengan darah yang warnanya merah yang melambangkan kehidupan.

Nabirong (hitam) : warna ini diambil dari minyak buah jarak yang dibakar sampai gosong kemudian dihaluskan dan dicampur dengan air. Warna hitam melambangkan kerajaan, dan kewibawaan yang mantap (tongam), yang berbuah pada kepemimpinan.
Nabontar (putih) : warna ini di buat dari tano buro (sejenis tanah liat namun berwarna putih). Tanah itu dihaluskan dan dicampur dengan air. Warna putih melambangkan kepribadian yang tulus dan yang jujur yang berbuah pada kesucian.
Ketiga warna ini juga mengungkapkan makna dalihan na tolu, sebagai dasar kekerabatan batak toba.
Gorga biasanya diukir pada kayu lunak sehingga mudah untuk diukir atau dipahat. Nenek moyang  orang batak memilih kayu ungil. Kayu ini memiliki sifat tertentu antara lain tahan terhadap sinar matahari, terpaan hujan sehingga tidak gampang lapuk ataupun busuk.


4. Nilai-Nilai yang Terkadung dalam Gorga Batak Toba

Berbicara tentang nilai-nilai yang terkandung dalam gorga batak, tidak banyak yang boleh diungkapkan di sini. Hal ini disebabkan oleh kurangnya literatur-literatur yang mendukung. Sebenarnya nilai-milai itu sendiri telah terkandung dalam setiap jenis gorga sebagaimana diungkapkan di atas. Namun meskipun demikian secara umum dapat disebut di sini.
a. Nilai Spiritual dan Religius
Manusia mengalami pergulatan batin untuk bisa berkontak dan berkomunikasi dengan Tuhan. Menurut pengamatan para ahli ilmu jiwa, khususnya Jung ada beberapa lambang purba atau arche-tipe yang menyadarkan manusia akan kehadiran Tuhan, akan kehadiran sesuatu atau seseorang yang Maha Kuasa. Yakni lambang-lambang. Misalnya : matahari, bulan, laut, pohon, dan binatang. Lambang-lambang ini dapat ditemui dalam pengalaman hidup sehari-hari.  Pengalaman religius masyarakat Batak Toba juga tidak lepas dari lambang-lambang. Hal ini tampak pada alat-alat yang digunakan dalam upacara-upacara religius. Misalnya Gong digunakan dalam upacara gondang upacara keagamaan.
Gorga dalam rumah adat memiliki nilai spiritual tersendiri. Itulah sebabnya dalam pembuatan gorga pada awalnya harus berdasarkan panduan seorang dukun, karena dukun dipandang sebagai orang yang baik, dihormati dan senang untuk membantu orang.  Misalnya: Gorga Ulu Paung. Gorga ini bertujuan untuk melindungi rumah dari segala niat-niat jahat atau gangguan setan yang mungkin datang ke kampung. Motif yang digunakan oleh pande gorga (orang yang mengukir) dibuat untuk menghantar masyarakat Batak Toba sampai pada pengalaman religius. Masyarakat Batak Toba yang memiliki mata pencaharian sebagai petani sangat dekat dengan pengaruh alam.  Alam juga menghantar mereka pada pengalaman religius dan spiritual. Karena pada jaman dahulu mereka memiliki kepercayaan pada ritus-ritus yang berhubungan dengan alam. Corak atau motif gorga yang digunakan juga berasal dari pengalaman relegius mereka akan alam semesta.

b. Nilai Estetika
Filasafat eksistensialisme melukiskan bahwa kehidupan manusia tergerak oleh 4 nilai dasar. Salah satunya ialah nilai yang tanpa mengejar suatu keuntungan tetapi hanya melulu karena kenikmatan akan hadirnya suatu objek yakni keindahan.  Menurut Hsieh Ho, salah satu  kaidah pokok seorang pelukis adalah  keselarasan dalam mempergunakan warna-warni.  
Demikian halnya dengan pembuatan gorga ini.
Seorang pengukir gorga dalam masyarakat Batak Toba pada dasarnya membuat gorga bukanlah terutama digerakkan oleh sebuah keuntungan ekonomis/harta tetapi lebih digerakkan oleh keindahan seni itu sendiri.  Sikap ini tampak dalam lekukan-lekukan indah yang  terdapat pada gorga tersebut dan juga keselarasan warna yang digunakan. Semuanya ini membuat orang yang memandangnya merasa kagum, terpesona dan menikmati keindahannya. Itulah juga sebabnya dalam membuat gorga ini dibutuhkan kesabaran dan ketelitian dari si pembuat gorga itu.

D. PENUTUP

Gorga yang dipahat pada rumah adat bukanlah semacam hiasan semata melainkan juga memiliki makna yang diungkapkan lewat bentuk maupun warnanya. Melalui gorga tersebut yakni bentuk, corak dan warnanya kita dapat melihat cerminan hidup orang yang memiliki rumah tersebut atau masyarakat Batak Toba pada umumnya.
Di samping hal-hal itu gorga yang terdapat dalam rumah adat juga bisa diisi dengan kekuatan metafisik dengan tujuan untuk menghalangi gangguan-gangguan roh jahat. Setikap jenis gorga memiliki makna tersendiri sesuai dengan namanya. Maka seorang yang hendak membuat gorga, dia terlebih dahulu memilih jenis yang sesuai dengan kepribadian si pemilik rumah sehingga gorga itu dapat dikatakan cocok.


DAFTAR PUSTAKA

Hartoko, Dick. Manusia dan Seni. Yogyakarta: Kanisius, 1984.

Kayam, Umar. Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan, 1981.

Malau, Gens G. Budaya Batak. Jakarta: Bina Budaya Nusantara, 2000.

Marbun, M.A. Kamus Budaya Batak Toba. Jakarta: Balai Pustaka, 1987.

Masyarakat dan Kesenian Indonesia. Sinaksak: STFT
St. Yohanes, 2008 (diktat ).

Nababan, T. M. Di Balik Kerumitan Gorga, http://bataktoba. com/ Mula Gorga.htm, 20 April  2011.

Simanjuntak, Morlan. Gorga Batak,  http://tanobatak.wordpress.com.htm, 20 April 2011.

Sitompul, R.H.P. Ulos Batak. Jakarta: Kerabat, 2009.





SEDEKAH MENURUT AGAMA ISLAM

1.PENGANTAR Sedekah merupakan ibadah sosial bagi umat Islam. Sedekah mempunyai kaitan yang erat dengan orang lain. Adapun alasan umat Isl...