Jumat, 29 April 2016

ABORSI

1.      Pengertian Aborsi
Kata aborsi berasal dari bahasa Latin yakni, abortusyang berasal dari kata kerja aborior (aku gugur).Secara umum kata aborsi dipahami sebagai pengguguran atau keguguran.Secara tradisional, praktek aborsi dimengerti sebagai pengeluaran bayi pra lahir dari uterus secara sengaja atau tidak sengaja sebelum dia mencapai keadaan mampu hidup di luar kandungan dengan dan tanpa bantuan medis. Dalam dunia medis istilah aborsi dimengerti sebagai pengguguran janin dalam  kandungan dan mengakibatkan kematian. Sementara dalam terminologi moral dan hukum, kata aborsi dipahami sebagai pengeluaran janin sejak adanya konsepsi sampai dengan kelahirannya yang mengakibatkan kematian.[1]
Praktek aborsi selalu menjadi bahan perbincangan sampai sekarang sebab ada orang, organisasi dan negara yang melegalkan dan melarang praktek aborsi ini. Kesulitan untuk memecahkan permasalahan seputar aborsi diakibatkan oleh beberapa faktor:[2]
1.      Ketidaksepakatan mengenai awal kehidupan persona manusia.
2.      Adanya kepentingan untuk mempertahankan hidup (antara ibu atau anak).
3.      Etika individual dan sosial. Adanya suatu kesulitan untuk menerapkan undang-undang yang sama untuk masyarakat plural sesuai dengan tuntutan individu dan desakan hidup sosial. Oleh karena itu, penilaian aborsi harus ditinjau dari sudut moral dan hukum.
4.      Pengalaman Eksistensial: Suatu pengalaman terjepit yang menuntut sikap moral dan tuntutan hukum yang berbeda menurut situasi.

2.      Jenis-jenis Aborsi

Dalam dunia medis, aborsi dibedakan menjadi dua jenis yakni, abortus spontaneous (aborsi spontan) dan abortus provocatus (aborsi provokatus/disengaja).
Abortus Spontaneous (Aborsi Spontan)
Secara sederhana, abortus spontaneous dapat dimengerti sebagai keguguran (tanpa campur tangan manusia).Oleh karena itu, aborsi jenis ini tidak memerlukan penilaian moral. Secara umum, jenis aborsi ini dibagi ke dalam beberapa jenis yakni:[3]
-         Abortus Habitualis: Aborsi yang terjadi tiga kali berturut-turut. Penyebab aborsi ini tidak dapat diketahui dengan jelas. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan medis secara teliti.
-         Abortus Imminens: Adanya pendarahan dari kandungan pada kehamilan sebelum 28 minggu. Pendarahan ini terjadi tanpa kontraksi kandungan atau dilatasi cervix uteri.
-         Abortus Incipiens: Adanya pendarahan dari kandungan pada kehamilan 28 minggu yang ditandai dengan kontraksi kandungan, dilatasi cervix uteri yang meningkat dan pendarahan yang terus-menerus.
-         Abortus Completus(pendarahan yang mengakibatkan isi kandungan keluar semuanya) dan Incompletus(ada sisa isi kandungan dalam rahim yang harus dikeluarkan supaya pendarahan berhenti).
-         Missed Abortion:Pengeluaran buah kandungan yang telah mati dari kandungan.
-         Abortus Cervicalis: Buah kandungan terhalang keluar oleh ostium uteri externum yang tidak terbuka. Janin harus dikerok.
-         Abortus Infectiosus dan Abortus Septicus:Keguguran yang terjadi karena infeksi genital dan penyebaran kuman dalam peredaran darah.

2.2. Abortus Provocatus (Aborsi Disengaja)
Abortus Provocatus merupakan suatu tindakan pengguguran.Praktek ini banyak mendapat penilaian moral karena dilakukan secara sengaja. Secara umum aborsi jenis ini dibagi ke dalam beberapa bagian yakni:[4]
-         Abortus Therapeuticus/Medicalis:Pengguguran yang dilakukan dengan adanya indikasi medis (demi kesehatan/kehidupan ibu).
-         Abortus Eugenicus: Pengguguran yang dilakukan karena janin menderita cacat berat.
-         Abortus atas dasar indikasi tertentu: Pengguguran janin yang dilakukan karena faktor-faktor tertentu, misalnya: hamil karena pemerkosaan, faktor psikologis, sosial, ekonomis dan lain sebagainya.
-         Abortus Legalis(Pengguguran dilakukan karena tidak dilarang secara undang-undang dan Illegalis(Pengguguran dilakukan walupun dilarang secara undang-undang) Criminalis(Pengguguran yang dianggap sebagai suatu kejahatan).

Aborsi provokatus pada umumnya dilakukan dengan pembedahan medis dan penggunaan cairan kimia. Berdasarkan periode kehamilan dan kondisi sang ibu, seorang abortionist mempunyai beberapa metode aborsi yakni:[5]
-         Sunction Abortion:Aborsi jenis ini dilakukan ketika kehamilan trisemester pertama hingga 16 minggu. abortionist akan melebarkan cervix dan memasukkan kuret penghisap (berbentuk pipa tabung yang ujungnya runcing) ke dalam cervix kemudian ke uterus. Mesin penghisap akan menghisap bayi yang sedang bekembang kemudian memindahkannya ke dalam kantung plastik.
-         Dilation and Curettage Abortion:Aborsi ini dilakukan pada trisemester pertama kehamilan. Abortionist memasukkan kuret ke dalam uterus untuk mengerok dindingnya dan memotong tubuh bayi kemudian dikeluarkan.
-         Dilation and Evacuation Abortion:Aborsi ini dilakukan pada usia kehamilan 20 hingga 28 minggu. Tubuh bayi dipotong perbagian dan dikeluarkan satu-persatu. Pada umumnya bayi yang sudah berukuran besar, kepalanya harus dihancurkan terlebih dulu agar dapat dikeluarkan melalui cervix.
-         Dilation and Extraction Abortion:Metode aborsi ini merupakan metode yang paling tidak manusiawi. Metode jenis ini disebut juga dengan metode partial birth abortion.abortionist menarik janin dengan meraih kakinya keluar dari uterus, kemudian menarik tubuhnya hingga pada leher. Setelah itu abortionist menusuk tengkorak bayi dengan gunting kemudian menghisap otaknya dengan mesin agar kepala itu mengecil dan dapat ditarik keluar.
-         Saline Abortion:Metode aborsi ini dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan garam. Akibatnya bayi akan menelan cairan garam yang membuatnya keracuran dan dehidrasi. Otak bayi akan mengalami pendarahan dan pecah. Kulit bayi akan seperti terbakar menjadi warna merah. Kadang-kadang abortionist menyebutnya dengan istilah bayi permen apel.
-         Prostaglandin Abortion:Aborsi dengan metode ini digunakan pada usia kehamilan akhir trisemester kedua dan trisemester ketiga. Delapan mililiter hormone prostaglandin disuntikkan ke otot rahim, akibatnya rahim berkonstraksi dan akan mengeluarkan bayi dengan cara kelahiran premature yang ekstrem. Terkadang hormon prostaglandin dikombinasikan dengan larutan garam. sekarang ini, metode aborsi ini jarang digunakan karena lebih dari 7 persen bayi yang dilahirkan dengan paksa masih hidup. Oleh karena itu tidak jarang abortionist secara diam-diam membunuh bayi yang dilahirkan itu.
-         Hysterotomy Abortion: Metode ini mirip dengan operasi Caesar. Metode ini dilakukan pada trisemester terakhir kehamilan. Prosesnya adalah perut dan rahim ibu dibedah kemudian bayi diangkat keluar. Setelah bayi dikeluarkan ia akan dibunuh oleh abortionist.
-         Intercardiac Injection Abortion:Metode aborsi ini dilakukan dengan cara menusuk jantung bayi dan menyuntikkan potassium clorida atau zat beracun lain yang menyebabkan kematian. metode ini dilakukan pada usia kehamilan 16 minggu. Bayi dalam rahim dapat dilihat posisinya berdasarkan sinar ultrasonik.


Demikianlah metode yang digunakan para abortionist untuk menggugurkan bayi.tubuh bayi yang digugurkan pada umumnya akan dibungkus dengan plastic dan bahkan menggilingnya dan dibuang sebagai sampah biologis. Ada juga beberapa yang menjualnya untuk kepentingan penelitian.Kelompok pro-aborsi tidak ingin tubuh-tubuh bayi yang telah mati itu jatuh ke tangan kelompok pro-life yang sering mengungkap realitas berdarah aborsi ke seluruh dunia. Di Wichita, Kansas dan beberapa kota Amerika lainnya, tubuh bayi yang digugurkan dikumpulkan oleh kelompok pro-life untuk dibakar atau dikuburkan.[6]

3.       Pandangan Gereja Katolik Terhadap Aborsi
3.1. Pandangan Kitab Suci

Dalam Kitab Suci baik Perjanjian lama maupun Perjanjian Baru tidak ada dikatakan secara eksplisit kata aborsi.Namun ada beberapa kutipan dalam Kitab Suci yang dapat digunakan sebagai landasan untuk mengutuk tindakan aborsi.[7]
-         Hidup Manusia berawal di dalam rahim (Kej 16:11; 25:21-26, Kel 21:2-15 dan Yes 7:14).
-         Hidup manusia berawal sejak fertilisasi (Mzm 51:7 dan Luk 1:35-36).
-         Hukuman bagi orang yang mengakibatkan orang lain mengalami keguguran (Kel 21:22-25 dan Bil 35:22-34).
-         Anak-anak adalah anugerah dari Allah (Kej 30:1-2 dan Mzm 127:3-5).
-         Jangan membunuh (Kej 9:5-6 dan kel 20:13).
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan beberapa gagasan Kitab Suci untuk melindungi hidup: hidup manusia bermartabat dan sakral, Allah Bapa selalu menaruh perhatian istimewa kepada setiap pribadi yang unik, hanya Bapa surgawi mempunyai kuasa atas hidup dan mati, Bapa surgawi melindungi hidup yang tak bersalah, ada perbedaan antara membunuh orang yang bersalah dan yang tak bersalah.[8]
Kutipan-kutipan dari Kitab Suci di atas sering digunakan untuk menyangkal pendapat kaum pro-aborsi yang mengatakan bahwa aborsi bukanlah tindakan pelanggaran HAM seperti perzinahan, pelacuran dan bentuk dosa seksual lainnya.Banyak juga kelompok pro-aborsi yang beriman (pro-choice) mengatakan bahwa kehidupan seorang bayi itu berawal ketika telah berjiwa, sehingga banyak menimbulkan diskusi antara pro-life dan pro-choice.Ada tiga masa yang sering menjadi diskusi kapan seorang bayi memiliki jiwa, apakah pada saat fertilisasi, antara fertilisasi dan kelahiran atau pada saat kelahiran.[9]

3.2.Pandangan Para Bapa Gereja

Gereja dalam perjalanan sejarah pernah mengijinkan praktek aborsi.Paus Innosensius III yang bertakhta pada abad ke XIII mengijinkan praktek aborsi sebelum masuknya jiwa ke dalam tubuh bayi.Hieronimus, Agustinus dan Thomas Aquinas mengatakan bahwa jiwa memasuki tubuh beberapa minggu setelah pembuahan.Pendapat para tokoh Gereja ini sering digunakan oleh pro-choice untuk melawan pro-life.Baru pada tahun 1869, Gereja melarang aborsi kapanpun dan dengan alasan apapun.[10]
Gereja menegaskan bahwa Hieronimus, Agustinus dan Thomas Aquinas membuat pendapat di atas berdasarkan pengetahuan terbaik tentang medis-biologis pada zaman mereka sebagaimana yang dikatakan oleh Aristoteles sebelumnya.Aristoteles mengatakan bahwa bayi pra lahir belumlah menjadi seorang manusia sebelum 40 hari setelah fertilisasi.Pada tahun 1588, Paus Sixtus V menegaskan bahwa pengampunan dan absolusi atas tindakan aborsi merupakan hak Takhta Suci sendiri.Kemudian, Paus Gregorius XIV mengembalikan kuasa itu kepada uskup lokal.Sekarang ini beberapa imam dapat memberikan pengampunan atas tindakan aborsi dengan delegasi dari uskup.[11]

3.3.Dokumen-dokumen Gereja

Ada beberapa dokumen dari Gereja yang berbicara mengenai praktek aborsi. Konsili Vatikan II dalam konstitusi Gaudium et Spes mengungkap sikap keras terhadapa aborsi. Tindakan aborsi merupakan suatu tindakan kejahatan yang durhaka sama dengan pembunuhan anak.Oleh karena itu kehidupan sejak saat pembuahan harus dilindungi dengan sangat cermat.[12] Dalam ensiklik Paus Paulus VI , Humanae Vitae, 1968, no. 14 dikatakan bahwa pengguguran juga dengan alasan tereupatik, bertentangan dengan tugas memelihara dan meneruskan hidup. Dalam ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Veritatis Splendor 1983 dikatakan bahwa pengguguran digolongkan di antara perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kehidupan yang dalam dirinya dan oleh karena isinya dilarang keras.Selain itu, Kitab Hukum Kanonik juga mengenakan hukuman ekskomunikasi bagi setiap orang yang aktif terlibat dalam mengusahakan pengguguran kandungan yang berhasil (KHK Kan. 1398).Pengguguran yang dimaksud dalam dokumen-dokumen Gereja ini adalah pengguguran sejak sel sperma dibuahi oleh sel telur.Sebab dengan pembuahan sel telur sudah dimulai hidup yang bukan lagi bagian dari hidup ayah atau ibunya, melainkan adalah hidup manusia baru, dengan pertumbuhannya sendiri.Hal ini juga ditegaskan oleh Kongregasi untuk Ajaran Iman dalam deklarasi mengenai aborsi pada tahun 1974. Moral dan ajaran Katolik memegang teguh keyakinan bahwa begitu hidup pribadi manusia dimulai, pembunuhan sebelum kelahiran dinilai sama seperti pembunuhan sesudah kelahiran. Pengguguran sama dengan pembunuhan.[13]

4.       Pandangan Negara Indonesia Terhadap Aborsi

Negara Indonesia juga sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan sebagaimana dimuat dalam Pancasila sila ke 2 (kemanusiaan yang adil dan beradab).Oleh karena itu praktek pengguguran sangat dilarang sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 346-349.Hukum pidana mau melindungi hidup sejak awal.Untuk Praktisnya di sini dikutip KUHP pasal 346-349. Pasal 346: “Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun”. Pasal 347: “(1). Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan, tidak dengan ijin perempuan itu, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun.(2). Jika karena perbuatan itu perempuan itu jadi mati, dia dihukum penjara selama-lamanya 15 tahun”. Pasal 348: “(1). Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan dengan ijin perempuan itu dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. (2). Jika karena perbuatan itu perempuan itu jadi mati, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.” Pasal 349: “ Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang obat membantu dalam kejahatan yang tersebut dalam pasal 346, atau bersalah atau membantu dalam salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka hukuman yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiganya dan dapat ia dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan itu.”Oleh Karena itu, tugas Negara adalah menyelenggarakan kesejahteraan umum yang juga meliputi perlindungan hidup manusia baik sebelum maupun sesudah kelahiran.[14]
(Fr. John Donald OFM Cap Dan Fr. Thomas OFM Cap)




[1] C.B. Kusmaryanto, Tolak Aborsi (Jakarta: Kanisius, 2005), hlm. 15; bdk. Piet Go, Hidup dan Kesehatan (Malang: STFT Widya Sasana, 1984), hlm. 278-279.
[2]Piet Go, Hidup..., hlm. 278.
[3]Piet Go, Hidup..., hlm. 279-281.
[4] Piet Go, Hidup..., hlm. 281-282.
[5]Brian Clowes, The Facts of Life: An Authoritative Guide to Life and Family Issues (Virginia: Human Life International, 2001), hlm. 5-11; bdk. Piet Go, Hidup..., hlm. 283-284.
[6]Brian Clowes, The Facts..., hlm. 11.
[7] Brian Clowes, The Facts..., hlm. 205.
[8] Piet Go, Hidup..., hlm. 281-282.
[9] Brian Clowes, The Facts..., hlm. 214.
[10] Brian Clowes, The Facts..., hlm. 215.
[11] Brian Clowes, The Facts..., hlm. 216.
[12] Konstitusi Pastoral Gereja dalam Dunia Modern (Gaudium et Spes), no. 51, dalam Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI-Obor, 1998).
[13] Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 70-72.
[14] Piet Go, Hidup..., hlm. 281-282; bdk. Konferensi Waligereja Indonesia, Iman..., hlm. 73.

Minggu, 15 November 2015

Promosi Hidup Doa

I.                   Pengantar
Manusia adalah makhluk yang khas dibandingkan dengan makhluk yang lain. Selain digelari sebagai homo sapiens, homo laborans, homo ludens, homo ridens, manusia juga digelari homo orans (homo religiosus). Gelar-gelar ini adalah khas manusia, yang tidak pernah terdapat dalam makhluk lain. Dalam sejarah kebudayaan, manusia memperkenalkan diri sebagai homo religiosus, makhluk yang beragama.[1] Tindakan berdoa selalu berkaitan dengan religiositas. Manusia berdoa karena memiliki konsep tentang Allah atau Sesuatu yang melampaui manusia dan Ia menjadi Pencipta, penguasa dan Pemelihara hidup manusia. Bagaimana orang beriman harus berdoa? Apa yang hendak didoakan? Uraian singkat ini hendak memberikan penjelasan sederhana tentang doa dari sudut pandang teologi doa dengan tujuan agar orang tidak lagi berkata: “untuk apa aku berdoa bila Allah tidak mengabulkan permohonanku. Bukankah itu hanya buang-buang waktu? Dan bila Allah sungguh tahu kebutuhanku, maka tidak perlu aku harus memohon-mohon.”
II.                Dasar Untuk Berdoa
            Doa sering diartikan sebagai komunikasi manusia dengan Allah. Dalam komunikasi itu terdapat banyak kandungan makna. Seperti yang kita ketahui, doa merupakan suatu perjumpaan pribadi antara manusia dengan Allah, di mana manusia membuka hati terhadap Allah dan terhadap segala aktivitas-Nya. Dalam doa, kita dapat mendengarkan Allah yang menyapa kita dan kita pun dapat mengungkapkan seluruh isi hati kita kepada-Nya. Karena itu, doa mengandaikan adanya suatu relasi yang mesra, suatu persahabatan.[2] Namun sebelum kita membahas lebih jauh tentang komunikasi itu, perlu kita tampilkan terlebih dahulu konsep kita tentang Allah dan keterbatasan kita serta konsep Kristus sebagai puncak Misteri Allah dan perantara bagi doa-doa kita kepada Allah.
1.      Konsep tentang Allah dan Keterbatasan Manusia
Mengenai perasaan religius, Santo Agustinus pernah berkata: “Apa yang menampakkan diri kepadaku dan menyentuh hatiku? Aku ketakutan, tetapi sekaligus ingin dekat (tremendum et fascinosum; inhorresco et inardesco)”. Aku ketakutan karena Dia sama sekali berbeda dengan aku. Aku rindu dan ingin dekat karena Ia sama dengan aku. Berhubungan dengan Sang Kudus menimbulkan perasaan yang bertentangan dalam hati manusia. Dari satu pihak, mengalami ketakutan religius (tremendum); di pihak lain, ada rasa tertarik (fascinosum).[3]
            Allah memang bersifat agung yang kodratnya sangat berbeda dengan manusia, namun Ia sebenarnya tidak jauh dari manusia. Allah adalah pencipta manusia, namun setelah penciptaan Allah tidak pensiun atau membiarkan manusia berjuang sendiri. Allah tetap menghendaki ciptaan-Nya dalam keadaan baik. Ia menginginkan manusia sebagai ciptaan seturut citra-Nya tetap sesuai dengan kebaikan-Nya.
            Allah Pencipta dunia menyerahkan dunia kepada manusia. Karena Ia adalah pencipta dunia dan manusia, maka Ia bukan termasuk bagian dari dunia dan manusia. Di sinilah letek perbedaan keberadaan Allah dan ciptaan-Nya, Allah adalah Sesuatu yang tremendum. Selain itu sifat Allah adalah fascinosum, berarti dunia dan manusia tidak dapat dilepaskan dari konsep Allah sebagai Pencipta. Allah tetap terus berkarya dalam dunia dan manusia.[4]
            Konsep Allah yang dipahami hanya sebagai yang tremendum akan memunculkan paham doa sebagai “sogokan” atau “bujukan” kepada Sosok yang melebihi manusia. Doa semacam ini menempatkan Allah sebagai Yang dapat “ditundukkan” dan “disuruh” untuk melindungi dan mengabulkan aneka permohonan dengan “mantra-mantra”. Doa yang benar dilatarbelakangi konsep bahwa Allah adalah Mahakuasa yang berbeda dengan manusia dan tidak terpisah dari ciptaan-Nya.[5]
            Allah bukanlah Sesuatu yang jauh dari dunia dan manusia sebagai ciptaan-Nya. Allah menghendaki dunia ada dan manusia ada, maka seseorang haruslah bersyukur karena ia ada karena senantiasa dikehendaki Allah. Allah yang senantiasa menghendaki manusia ada berarti Allah tidak jauh dari manusia, Allah tetap menyertai manusia dan ciptaan lainnya. Maka sebenarnya kita sebagai orang beriman “di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada” (Kis 17:28) Dalam konsep inilah tindakan menyembah Allah berarti mulai dengan mengamini hidup kita, syukur ada Allah sehingga aku ada dan berarti.[6]
            Doa secara benar berarti mempercayakan diri kepada Allah. Allah sebagai pencipta hidup memberikan hidup itu kepada kita. Dalam doa, manusia menghayati hidup dalam kesatuan dengan Tuhan. Maka doa bukanlah pertama-tama sebagai tindakan meminta atau memohon, namun percaya dan berserah diri pada penyelenggaraan ilahi.[7]
2.      Kristus sebagai Puncak Misteri Allah             
Misteri yang ada pada Allah terletak pada rencana dan tindakan-Nya, “rahasia Allah” (1 Kor 4:1; Kol 2:2; Why 10:7) atau “rahasia kehendak-Nya” (Ef 1:9). Rahasia atau misteri Allah itu “yang didiamkan berabad-abad lamanya” (Rm 16:25; 1 Kor 2:7; Ef 3:9), “tetapi yang sekarang telah dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya” (Kol 1:26), yaitu dalam diri Kristus. Dengan demikian misteri Allah yang dahulu tersembunyi telah dinyatakan dan diungkapkan secara penuh dan mengalami puncaknya dalan diri Kristus.[8]
                 Dasar segala doa adalah kesatuan kita dengan Allah dalam Kristus oleh Roh Kudus. Kita berdoa “dengan perantaraan Kristus”, sebab Dia memang “Pengantara pada Bapa” (1 Yoh 2:1; bdk. 1 Tim 2:5), “Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara” (Ibr 7:25). Dengan demikian doa dapat diartikan sebagai ambil bagian dalam hubungan Kristus dengan Bapa-Nya. Kristus tidak hanya memberikan teladan doa kepada kita,namun juga memampukan kita untuk berdoa. Yesus adalah Pengantara dan Jalan menuju Bapa, “Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6).[9]
                 Bagi orang kristen tidak ada jalan lain menuju Bapa, kecuali dengan perataraan Kristus. Allah telah menyatakan misteri keselamatan-Nya secara penuh dan memuncak dalam diri Kristus, maka kita menjawab tawaran keselamatan Allah dalam diri Kristus. Kristus adalah titik temu antara Allah dan manusia. Allah berinisiatip mendekati manusia dalam Kristus dan Kristus merupakan dasar hubungan kita dengan Allah.[10]
                 Selain Kristus masih terdapat pengantara-pengatara doa kita, namun tetaplah tidak “setingkat” dengan Kristus. Maria disebut sebagai pengantara, namun “pengaruh Maria bertumpu pada pengataraan Kristus, dan seluruhnya tergantung daripadanya serta menimba segala kekuatan daripadanya” (LG, 60). Dengan kata lain, fungsi Maria sebagai pengatara tetap menampilkan kesatuan orang beriman dengan Kristus sebagai satu-satunya pengantara kepada Bapa. Selain Maria, para kudus juga disebut sebagai pengatara. Para kudus mendapatkan pengudusan dari Kristus dan dari kesatuannya dengan Kristus. Fungsi para kudus terletak pada statusnya sebagai saudara-saudari orang beriman yang karena doa dan teladannya mendorong orang untuk terarah pada kesatuan dengan Kristus, sumber kekudusan. Para kudus adalah saksi iman akan hidup kekal dan menegaskan kesatuan iman antara semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus.[11]
III.             Muatan Tindakan Doa
Berdoa berarti mengadakan kontak secara sengaja dengan Allah. Allah dalam iman kita adalah Allah yang bersabda dan menyapa manusia. Allah menyatakan diri kepada manusia lewat alam, batin dan tubuh manusia, peristiwa, Kitab Suci, Kristus dan Gereja. Allah mengundang manusia untuk hidup bersama dengan-Nya, semakin menyerupai-Nya dalam Kristus. Rasa religius inilah yang membuat manusia dapat megembangkan kemampuan untuk berkontak dengan Allah. Kontak yang benar memiliki tiga ciri utama, yaitu mendengar, melihat dan mengambil sikap. Ketiga hal ini juga menjadi unsur utama dalam doa.[12] Dengan berdoa, kita mengangkat hati, mengarahkan hati kepada Tuhan, menyatakan diri anak Allah dan mengakui Allah sebagai Bapa.[13]
1.      Keheningan dan Kesadaran
Proses doa sering diawali dengan mengusahakan dan membangun keheningan diri dan batin. Keheningan ini dapat dilakukan dengan penyadaran atas tubuh, nafas atau lingkungan. Kesadaran dalam keheningan ini dapat menghantar kita pada pengenalan diri dan memungkinkan berkontak dengan hal-hal yang lebih dalam dan halus yang terjadi dalam diri kita. Dengan hening, kita akan sampai kepada Interioritas diri dan mampu menghadirkan diri sepenuhnya.[14] Kesadaran menyatukan gerak-arah dan perhatian yang terpecah.  Kesadaran seperti ini menuntun pada kesadaran rohani, yaitu kesadaran berkontak dengan yang ilahi, berjumpa dengan Tuhan yang mencintai.[15]
Dalam keheningan kita bukan hanya mampu mendengarkan dan menemui apa yang terjadi dalam diri kita, namun juga mampu mendengarkan suara batin terdalam yang berasal dari Yang ilahi sendiri. Atas bimbingan Roh Kudus kita mampu membuka hati kita dalam keheningan untuk mendengarkan suara Tuhan dalam batin terdalam itu.[16]
2.      Imajinasi dan Fantasi
Perjalanan hidup manusia merupakan rentetan perjumpaan dan kontak dengan diri sendiri, alam sekitar dan sesama yang membangun alam batin manusia. Dalam batin manusia tersimpan harta kehidupan yang dapat berupa kesedihan yang membawa luka-luka batin atau kegembiraan yang membawa kekuatan hidup. Simpanan harta kehidupan ini melahirkan watak, perangai, perilaku, bahkan hirarki nilai sehingga menusia menjadi pribadi yang unik.[17]
Manusia memiliki daya dalam jiwa dan batin, yaitu ingatan yang mampu menghadirkan dan menghidupkan pengalaman hidup dan bahkan mempu mengangan-angankan hal yang akan datang. Hal inilah yang disebut fantasi. Fantasi memiliki daya kekuatan untuk menghimpun kekuatan hidup karena Allah pun berkarya di dalamnya. Fantasi sebenarnya berangkat dari hal nyata dalam hidup kita pada masa lalu yang dikaitkan dengan masa sekarang dan masa yang akan datang. Fantasi seringkali mendorong kita untuk melakukan sesuatu seperti yang kita angan-angankan.[18]
Fantasi membantu manusia untuk berkontak dengan Allah karena fantasi merupakan sarana kontak dengan realitas insani dan ilahi. Fantasi dapat menumbuhkan rasa religius dalam hidup yang melahirkan sikap hormat dan bakti terhadap hidup dengan rahasia-rahasia terdalam yang berasal dari Tuhan.[19]
3.      Sikap Religius: Bakti dan Ora et Labora
Dengan kesadaran dan fantasi manusia dapat terbantu untuk membangun sikap yang lebih benar dan kuat dalam hidup. Sikap bukan hanya dibentuk oleh konsep atau pemikiran, melainkan terutama oleh pengalaman-pengalaman hidup. Lewat kesadaran manusia diajak membangun hidup berdasarkan kekuatan mistiknya dan lewat fantasi manusia diajak untuk membangun sikap yang benar dalam hidup. Kedua hal ini mengarahkan manusia untuk membangun diri dan kepribadian dalam Tuhan. Sikap dasar hidup yang diperlukan adalah percaya kepada diri sendiri, alam, sesama dan Tuhan. Dari kepercayaan inilah manusia akhirnya mampu menyerahkan diri kepada realitas misteri hidupnya dalam Tuhan, bersatu dengan Tuhan.[20]
Misteri Allah hadir dan bertindak dalam hidup manusia yang melahirkan rasa bakti dan taqwa kepada Allah. Taqwa akan Tuhan bermula dari keterpesonaan yang diikuti keterpautan dan keterlibatan dalam misteri Allah sendiri. Allah sendirilah yang lebih dahulu terpesona, terpaut dan terlibat dalam hidup manusia (Ul 10:15). Rasa bakti kepada Allah disertai dengan sikap penyerahan diri kepada Allah. Doa-doa membangkitkan, menumbuhkan dan mengembangkan rasa bakti ini.[21]
Doa sendiri merupakan perwujudan iman karena kita menampilkan iman dalam doa kita. Selain itu doa memperkuat kita untuk mewujudkan iman secara lebih luas dan nyata dalam hidup sehari-hari. Dengan doa kita membuka diri terhadap kehadiran Allah dan rahmat-Nya dalam hidup kita termasuk lewat orang-orang yang kita jumpai. Dengan kata lain kita menimba kekuatan dalam doa agar kita mampu menjalani hidup dan merasakan kehadiran Allah dalam hidup kita.[22] Doa merupakan pernyataan akan kasih sayang Allah. Maka hanya doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang (Yak 5:15).  Doa adalah ungkapan kehidupan iman.[23] Selain itu, doa menjadi integrasi, simpul dan hidup, satu perjalanan yang berat dan melelahkan, sarat dengan tantangan dan berbagai macam rintangan. Dengan demikian, seseorang harus mampu mengambil jarak dari diri sendiri, keluar dari batas-batas diri sendiri, untuk terbenam dan tenggelam dalam misteri besar mencari kehadiran ilahi yang memberikan arti yang besar pada saat sekarang, mendukung masa lampau dan menuntun kepada masa depan.[24]
IV.             Penggolongan Bentuk Doa
1.      Berdasarkan Orang yang Mendoa
a.      Doa Pribadi/Personal
Doa pribadi atau personal adalah seruan yang keluar dari hati.[25] Setiap orang memiliki cara berdoa yang khas dan berbeda dari orang lain. Keunikan cara berdoa setiap orang mengungkapkan relasi yang intim dengan Tuhannya. Seruan yang keluar dari hati biasanya bersifat spontan dan bebas misalnya: “Tuhan kasihanilah aku”, “Tuhan saya tidak sanggup lagi”, “Tuhan bersegeralah menolong aku” dan lain-lain tanpa mengikuti suatu format doa tertentu. Seruan doa seperti ini juga pernah diungkapkan oleh Yesus dalam hidup-Nya misalnya: “Hati-Ku sangat sedih seperti mau mati rasanya” (Mrk 14:34), “Aku bersyukur kepada-Mu Bapa karena Engkau senantiasa mendengarkan Aku” (Luk 10:21). Yesus juga pernah memuji doa pemungut cukai di kenisah.  Si pemungut cukai tidak berani menengadah ke langit. Ia memukul dirinya dan berkata: “Ya Allah kasihanilah aku orang berdosa ini” (Luk 18: 9-14). Dengan ucapannya yang sederhana dan jujur ini, si pemungut cukai telah membuka dirinya secara total di hadapan Tuhan. Inilah seruan yang berasal dari hati dan diungkapkan secara personal dengan Tuhan.
b.      Doa Bersama
          Doa bersama atau komunal adalah doa yang dilakukan oleh beberapa orang.[26] Doa bersama dapat berupa doa lisan atau doa verbal, doa resmi atau doa liturgis. Doa lisan dapat saja merupakan doa pribadi, namun menjadi ungkapan bersama atau didukung oleh yang lain dalam persekutuan itu. Doa liturgis adalah doa resmi atas nama Gereja yang dilakukan menurut ketentuan-ketentuan Gereja dan dipimpin oleh petugas resmi Gereja. Doa Liturgis merupakan kegiatan seluruh Gereja, kegiatan Kristus bersama anggota-anggota-Nya.
                 Doa Liturgis memiliki kerangka struktural tertentu[27]:
Ø  -Pembukaan, berupa ajakan yang biasanya disampaikan oleh pemimpin atau diakon, misalnya “marilah berdoa”.
Ø  Saat hening, di sini umat menyadari kehadiran Allah dan menyampaikan keprihatinan pribadi kepada-Nya.
Ø  Permohonan, yang terdiri atas sapaan dan permohonan.
Ø  Penutup, yang terdiri atas doksologi, yakni “dengan perantaraan Yesus Kristus¼” yang disahut oleh umat dengan aklamasi “amin”.
   2.      Berdasarkan Isi
   a.      Doa Permohonan
     Dalam Kitab Suci kita menemukan banyak kata yang sepadan dengan kata permohonan misalnya: memohon, meminta, meminta dengan sangat, berseru, menjerit, berteriak bahkan juga bergumul dalam doa.[28] Akan tetapi ungkapan yang biasa digunakan adalah memohon. Dalam doa permohonan terungkap kesadaran akan kerendahan kita di hadapan Allah.
Allah adalah Mahakuasa, tahu segala sesuatu bahkan tahu apa yang kita butuhkan. Akan tetapi, meskipun Allah tahu tahu dan mengenal segala sesuatu, kita harus menghaturkan doa permohonan kepada-Nya. Menurut St. Agustinus ada tiga alasan mengapa kita harus memanjatkan doa permohonan kepada Tuhan, pertama, sebagai ciptaan, kita harus menaati Allah, kedua, kita memohon agar segalanya dilimpahkan kepada kita dan ketiga, kita memohon petunjuk atau nasihat dari Allah berkaitan dengan apa yang hendak dilakukan-Nya.[29]
b.      Doa Syafaat
                   Doa syafaat adalah doa permohonan yang membuat doa kita serupa dengan doa Yesus.[30] Ia adalah perantara satu-satunya pada Bapa untuk semua manusia, terutama untuk orang berdosa. Dalam doa syafaat setiap pendoa “ tidak memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi juga kepentingan orang lain juga” (Filp 2:4). Melalui Doa syafaat ini orang bukan berdoa hanya untuk orang yang berbuat baik bagi pendoa itu, melainkan mendoakan orang-orang jahat.
c.       Doa Syukur
                   Bersyukur merupakan bentuk pujian sebab bersyukur itu mengakui kebaikan dengan cara yang khusus dan menyatakannya secara terbuka[31]. Doa pujian atau doa syukur adalah doa yang mengakui Allah secara langsung [32]. Bersyukur kepada Allah berarti menghormati Allah. Melalui doa pujian, roh kudus mempersatukan diri dengan roh kita, untuk menyaksikan bahwa kita adalah anak-anak Allah. Doa pujian mencakup bentuk-bentuk doa yang lain dan membawanya menuju sumber dan tujuannya “Satu Allah yaitu Bapa, dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan untuk Dialah kita hidup” (1Kor 8:6).
d.      Doa Penyembuhan
                   Doa penyembuhan pertama –tama adalah suatu dukungan rohani bagi orang yang menderita sakit[33]. Doa bisa membuat orang yang sakit lebih tenang, lebih bebas. Kebiasaan berdoa seperti itu mengungkapkan semacam “ dukungan rohani “ bagi orang yang sakit.
                   Menarik sekali peristiwa penyembuhan wanita yang sakit pendarahan (Mrk 5:22-34). Ketika wanita itu menyentuh jubah Yesus dari belakang, maka pada saat itu juga Yesus mengetahui bahwa ada tenaga yang keluar dari dalam diri-Nya (Mrk 5:30). Di sini mau menunjukkan bahwa Yesus memiliki kuasa untuk menyembuhkan orang yang sakit. Dalam kis 10:38 dikatakan bahwa Allah mengurapi Yesus dengan roh kudus dan kuat kuasa, Dia yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai iblis, sebab Allah menyertai Dia. Daya kekuatan yang ada dalam diri Yesus adalah kuasa Allah sendiri, bahkan Allah sendiri yang berkuasa dalam diri Yesus (Yoh 14:10). Doa penyembuhan itu bersifat Trinitaris : bersama dengan Kristus, dan digerakan oleh Roh Kudus menghadap Allah Napa[34].Dasar doa penyembuhan adalah iman akan kebangkitan. Allah yang membangkitkan Yesus akan memulihkan hidup orang sakit juga.
                   Doa memang amat penting dalam kehidupan dan misi Yesus. Doa Yesus harus menjadi sumber doa kita. Sebagai orang Kristen, khususnya sebagai pengikut Kristus kita harus meneladani dan mengikuti doa Yesus, gaya hidup Yesus untuk dapat membawa misi-Nya yakni misi menyelamatkan dan menyembuhkan semua orang yang sakit. Kita harus meniru sikap dan tindakan Yesus yang berdoa untuk orang-orang yang menderita dan sakit.
3.      Menurut KGK
a.      Doa Lisan
                   Doa Lisan merupakan unsur hakiki dalam kehidupan Kristen.[35] Kristus mengajar murid-murid-Nya yang merasa tertarik pada doa batin dari Guru-Nya, yakni doa lisan. Karena doa lisan diarahkan keluar, dan karena sangat manusiawi, maka pada tempat yang pertama doa lisan ini merupakan doa rakyat.
b.      Doa Renung
                   Doa Renung, meditasi, pada dasarnya adalah satu pencarian.[36]Doa ini juga mencakup juga pikiran, daya khayal, gerak hati, dan kerinduan. Doa renung merupakan suatu doa dimana kita dapat merenungkan suatu peristiwa yang berhubungan dengan teks kitab suci. Dalam doa renung ini sumber yang harus kita gunakan sebagai bahan penuntun adalah kitab suci, karena kitab suci merupakan inspirasi ilahi yang bisa menuntun kita sampai pada Allah yang tak kelihatan.
                   Dalam doa renung ini sering orang dihantar, kepada Allah yang memang sungguh jauh tetapi bisa dapat dikenal lewat bantuan roh kudus. Doa renung ini sering membuat orang bisa jatuh dalam hayalan-hayalan yang kosong, kalau memang pribadi yang berdoa itu tidak sungguh-sungguh menyerahkan diri pada Allah yang merupakan pusat dan tujuan.
c.       Doa Batin
                   Doa Batin adalah ungkapan sederhana tentang misteri doa.[37] Ia memandang Yesus dengan penuh iman, mendengarkan sabda Allah, dan mencintai tanpa banyak kata. Ia mempersatukan kita dengan doa Kristus, sejauh ia mengikutsertakan kita dalam misteri Kristus. Santo Yohanes dari salib menyatakan bahwa doa Batin adalah berdiam diri bersama Allah.
                   Dalam doa batin tidak dibutuhkan kata-kata yang panjang lebar. Yang paling penting dalam doa batin adalah berdiam diri dihadapan Allah sebagai pribadi yang tak berdaya, karena di sanalah Allah akan bersabda kepada kita, oleh karena itu dalam kehenginan kita dapat menjawab panggilan Allah yang menyapa kita.
V.                Hambatan dalam Doa
1.      Doa Sejauh Kebutuhan
                 Pandangan umum sering menyangka bahwa doa identik dengan permohonan. Pandangan seperti ini akan menimbulkan pengertian bahwa orang berdoa saat membutuhkan sesuatu dari Tuhan karena ia sendiri tak mampu mendapatkannya dari dirinya sendiri, sehingga orang tidak perlu berdoa manakala tidak ada kekurangan atau kesulitan. Akibat lain dari paham ini adalah sikap tak mau berdoa karena merasa Allah tak pernah mengabulkan permohonannya.
                 Kita telah mengetahui pernyataan bahwa Allah memiliki kebebasan mutlak, Allah tidak terikat oleh siapapun dan bebas menganugerahkan rahmat-Nya kepada siapapun. Selain itu Allah juga memiliki sifat Mahabaik. Jelaslah bagi kita sebenarnya bila Allah tidak mengabulkan permohonan kita justru karena demi kebaikan kita. Mungkin jika permohonan kita dikabulkan tidak baik untuk kita atau orang yang kita doakan. [38]
                 Kita juga sering bersikap salah dalam berdoa, khususnya permohonan. Kita sering kali memohon dengan memaksa-maksa Allah. Kita sering memaksa Allah agar permohonan kita dikabulkan. Seolah-olah bila Allah tidak mengabulkan doa kita, kita akan kehilangan arti hidup ini. Sikap seperti ini merupakan komunikasi yang tak seimbang karena kita tidak memberikan kesempatan kepada Allah untuk berbicara kepada kita.[39]
2.      Kepedihan dan Kemarahan terhadap Allah
                 Terdapat teori pembalasan di bumi dalam Perjanjian Lama, yaitu orang yang setia kepada Allah akan mendapatkan ganjaran dan orang yang tidak setia akan mendapatkan hukuman atau penderitaan. Teori ini sebenarnya sudah direlatifisir dengan hadirnya orang-orang saleh yang tetap menanggung penderitaan dan dijanjikan hidup kekal (2 Mak 7: 13 ss). Teori pembalasan ini sampai sekarang masih cukup kental. Hal ini dapat ditengarai dengan adanya pandangan bahwa seseorang menanggung penderitaan karena dosa. Akibat dari pandangan ini adalah sikap kemarahan kepada Tuhan bilamana seseorang yang tidak menemukan dosa besar dalam hidupnya, namun tetap mengalami penderitaan.
                 Penderitaan yang dialami seseorang dapat mempengaruhi paham tentang Allah dan pada gilirannya memperngaruhi hidup doanya. Pengalaman akan Allah yang dirasakan jauh sekali merupakan akibat dari tekanan perasaan kemarahan terhadap Allah atau pertanyaan-pertanyaan tentang kebaikan, kasih dan kepedulian Allah. Perasaan marah kepada Allah atau kegelisahan tentang keadilan dan makna hidup mengakibatkan jurang pemisah antara Allah dan kita dalam pengalaman kita. Ia terasa jauh justru saat kita sangat membutuhkan-Nya. Doa kemudian menjadi asal-asalan, acuh tak acuh dan sekedar tata cara, atau sama sekali tak mau berdoa.[40]
                 Kita harus sadar bahwa para kudus juga mengalami malam gelap. Pengalaman malam gelap para kudus tidak membuat mereka merasa Allah jauh, namun justru mendorong mereka lebih dekat dengan Allah. Para kudus mampu jujur kepada Allah bahwa mereka tidak suka pada malam gelap yang mereka alami. Kejujuran ini bukannya merusak hubungan dengan Allah justru menciptakan kelegaan dan kembali merasakan pelukan mesra kasih Allah.[41]
3.      Ketakutan Berhubungan dengan Allah
                
Telah diungkapkan pada awal tulisan ini bahwa dasar kita berdoa adalah paham kita tentang Allah yang Mahakuasa sekaligus Allah yang dekat dan memperhatikan manusia. Selain itu, kita berdoa karena paham kita sebagai manusia yang membutuhkan pertolongan Allah karena kelemahan kita. Seseorang bisa saja enggan berdoa karena menolak paham tentang Allah  yang berkuasa berhadapan dengan manusia yang lemah. Penolakan terhadap realitas Allah yang melampaui manusia menjadi alasan untuk tidak berdoa dan merasa diri berkuasa atas hidupnya sendiri.
                 Keengganan atau bahkan menolak dalam membangun hubungan dekat dengan Tuhan dapat terjadi karena seseorang takut pada penderitaan sebagai akibat hukuman dari Tuhan. Penderitaan yang dimaksudkan adalah meninggalkan kenikmatan yang selama ini sudah dirasakan namun tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Keengganan atau penolakan doa dasarnya adalah sikap menghindari pengalaman akan Allah, pengalaman persatuan dengan-Nya.[42]
                 Ketakutan untuk bersatu dengan Allah dapat juga timbul dari perasaan bahwa seseorang akan kehilangan dirinya sendiri. Berserah diri kepada Allah dipandang sebagai bentuk peleburan diri sehingga seseorang akan kehilangan diri. Hal yang sebenarnya apabila orang berserah diri dan bersatu dengan Allah justru akan menemukan dirinya seutuhnya. Teladan penyerahan diri dan persatuan dengan Allah adalah Yesus Kristus sendiri. Yesus justru menemukan diri-Nya dalam sikap pasrah dan persatuan dengan Bapa. Yesus menemukan eksistensi diri sebagai Putera dalam kesatuan-Nya dengan Bapa.
VI.             Penutup
                 Dari penjabaran singkat di atas kita dapat menarik beberapa simpul tentang doa. Doa adalah aktivitas kita sebagai manusia beriman dalam berhubungan dengan Allah. Di dalam doa kita percaya dan berserah diri pada kuasa Allah serta mengakui diri sebagai manusia lemah yang membutuhkan penyertaan Allah. Doa selain memiliki sifat hubungan personal juga memiliki sifat komunal yang menunjukkan  persatuan orang beriman (Gereja) sebagai tubuh mistik Kristus dengan Kristus sebagai Kepalanya. Karena doa merupakan bentuk pengakuan kekuasaan Allah dan kelemahan manusia, maka isi doa dapat berupa pujian, syukur dan permohonan. Dapat kita katakan bahwa dalam doa termuat iman, harap dan kasih.[43] Doa jelas mengandung kepercayaan kita kepada Allah, kita terus berharap akan masa depan yang lebih baik dengan berjalan bersama Allah dan doa memuat kekuatan dari Allah untuk mewujudkan iman kita dalam tindakan nyata yang disebut cinta kasih. (Fr. Poly, Fr. Mendrat dan Fr. John D)




[1] Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat: Manusia-Paradoks dan Seruan (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 143.
[2] Yohanes Indrakusuma, Doa Yesus (Cianjur: Pertapaan Shanti Bhuana, 2005), hlm. 1.
[3] A. Snijders, Filsafat Manusia ..., hlm. 151.
[4] Tom Jacobs, Teologi Doa (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 13.
[5] Tom Jacobs, Teologi¼, hlm. 13.
[6] Tom Jacobs, Teologi¼, hlm. 14-15.
[7] Tom Jacobs, Teologi¼, hlm. 24.
[8] Tom Jacobs, Teologi¼, hlm. 59-60.
[9] Tom Jacobs, Teologi¼, hlm. 69.
[10] Tom Jacobs, Teologi¼, hlm. 69.
[11] Tom Jacobs, Teologi¼, hlm. 69-71.
[12] J. Darminta, SJ, “Doa dan Pengolahan Hidup” dalam Rohani , Thn XLII, No. 9 (September 1995), hlm. 360-361.
[13] Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 195.
[14] T. J. van Bavel, Hatiku Merindukan Allah (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm. 53.
[15] J. Darminta, SJ, “Doa¼, hlm. 361.
[16] J. Darminta, SJ, “Doa¼, hlm. 362.
[17] J. Darminta, SJ, “Doa¼, hlm. 362-363.
[18] J. Darminta, SJ, “Doa¼, hlm. 363.
[19] J. Darminta, SJ, “Doa¼, hlm 363.
[20] J. Darminta, SJ, “Doa¼, hlm. 364.
[21] J. Darminta, SJ, “Doa¼, hlm. 364.
[22] Tom Jacobs, Teologi¼, hlm. 89-91.
[23] Konferensi Waligereja Indonesia, Iman…, hlm. 195.
[24] Bernhard Haring, Doa Napas Hidupku (Jakarta: Obor, 2004), hlm. xviii.
[25] Guido Tisera, Yesus Sahabat di Perjalanan: Membaca dan Merenungkan Injil Lukas (Ledalero: Maumere), hlm. 122.
[26] Ernest Maryanto, Kamus Liturgi Sederhana (Kanisius: Yogyakarta, 2004), hlm. 43.
    [27] Ernest Maryanto, Kamus¼,hlm. 44.
[28] Katekismus Gereja Katolik, Diterjemahkan oleh Herman Embuiru (Ende:Arnoldus, 1995), no. 2629.
[29] T. J. van Bavel, Hatiku Merindukan Allah: Ajaran Agustinus tentang Doa (judul asli: The Longingof The  heart: Augustin’s Doctrine on prayer. Diterjemahkan oleh L. Prasetya (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm. 134.
[30] Katekismus Gereja Katolik¼.., no. 2634.
[31] T. J. van Bavel, Hatiku…, hlm. 134.
[32] Katekismus Gereja Katolik¼, no. 2637.
[33] Tom Jacobs, Teologi¼, hal.124.
[34]  Tom Jacobs, Teologi¼, hal.133.
[35] Katekismus Gereja Katolik¼,no. 2701.
[36] Katekismus Gereja Katolik...,no.2705.
[37] Katekismus Gereja Katolik¼, no.2724.
[38] William A. Barry. Paying Attantion to God: Mengarahkan Hati Kepada Allah. (Judul asli: Paying Attention to God) Diterjemahkan oleh A. Widyamartaya. (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 24-25.
[39] William A. Barry. Paying..., hlm. 24.
[40] William A. Barry. Paying..., hlm. 33.
[41] William A. Barry. Paying..., hlm. 36-37.
[42] William A. Barry. Paying..., hlm. 41.
[43] Bdk. M. Van den Berken, SJ., “Renungan Mengenai Doa” dalam Rohani, thn. XXI (1974), hlm. 199.

SEDEKAH MENURUT AGAMA ISLAM

1.PENGANTAR Sedekah merupakan ibadah sosial bagi umat Islam. Sedekah mempunyai kaitan yang erat dengan orang lain. Adapun alasan umat Isl...