I.
Pengantar
II.
Dasar
Untuk Berdoa
Doa sering diartikan sebagai
komunikasi manusia dengan Allah. Dalam komunikasi itu terdapat banyak kandungan
makna. Seperti yang kita ketahui, doa merupakan suatu perjumpaan pribadi antara
manusia dengan Allah, di mana manusia membuka hati terhadap Allah dan terhadap
segala aktivitas-Nya. Dalam doa, kita dapat mendengarkan Allah yang menyapa
kita dan kita pun dapat mengungkapkan seluruh isi hati kita kepada-Nya. Karena
itu, doa mengandaikan adanya suatu relasi yang mesra, suatu persahabatan.[2] Namun
sebelum kita membahas lebih jauh tentang komunikasi itu, perlu kita tampilkan
terlebih dahulu konsep kita tentang Allah dan keterbatasan kita serta konsep
Kristus sebagai puncak Misteri Allah dan perantara bagi doa-doa kita kepada
Allah.
1.
Konsep
tentang Allah dan Keterbatasan Manusia
Mengenai perasaan
religius, Santo Agustinus pernah berkata: “Apa yang menampakkan diri kepadaku
dan menyentuh hatiku? Aku ketakutan, tetapi sekaligus ingin dekat (tremendum et fascinosum; inhorresco et
inardesco)”. Aku ketakutan karena Dia sama sekali berbeda dengan aku. Aku
rindu dan ingin dekat karena Ia sama dengan aku. Berhubungan dengan Sang Kudus
menimbulkan perasaan yang bertentangan dalam hati manusia. Dari satu pihak,
mengalami ketakutan religius (tremendum);
di pihak lain, ada rasa tertarik (fascinosum).[3]
Allah memang bersifat agung yang kodratnya sangat
berbeda dengan manusia, namun Ia sebenarnya tidak jauh dari manusia. Allah
adalah pencipta manusia, namun setelah penciptaan Allah tidak pensiun atau
membiarkan manusia berjuang sendiri. Allah tetap menghendaki ciptaan-Nya dalam
keadaan baik. Ia menginginkan manusia sebagai ciptaan seturut citra-Nya tetap
sesuai dengan kebaikan-Nya.
Allah Pencipta dunia menyerahkan dunia kepada manusia.
Karena Ia adalah pencipta dunia dan manusia, maka Ia bukan termasuk bagian dari
dunia dan manusia. Di sinilah letek perbedaan keberadaan Allah dan ciptaan-Nya,
Allah adalah Sesuatu yang tremendum. Selain itu sifat Allah adalah fascinosum, berarti dunia dan manusia tidak dapat dilepaskan dari konsep Allah
sebagai Pencipta. Allah tetap terus berkarya dalam dunia dan manusia.[4]
Konsep Allah yang dipahami hanya sebagai yang
tremendum akan memunculkan paham doa sebagai “sogokan” atau “bujukan” kepada
Sosok yang melebihi manusia. Doa semacam ini menempatkan Allah sebagai Yang
dapat “ditundukkan” dan “disuruh” untuk melindungi dan mengabulkan aneka
permohonan dengan “mantra-mantra”. Doa yang benar dilatarbelakangi konsep bahwa
Allah adalah Mahakuasa yang berbeda dengan manusia dan tidak terpisah dari
ciptaan-Nya.[5]
Allah bukanlah Sesuatu yang jauh dari dunia dan manusia
sebagai ciptaan-Nya. Allah menghendaki dunia ada dan manusia ada, maka
seseorang haruslah bersyukur karena ia ada karena senantiasa dikehendaki Allah.
Allah yang senantiasa menghendaki manusia ada berarti Allah tidak jauh dari
manusia, Allah tetap menyertai manusia dan ciptaan lainnya. Maka sebenarnya
kita sebagai orang beriman “di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada”
(Kis 17:28) Dalam konsep inilah tindakan menyembah Allah berarti mulai dengan
mengamini hidup kita, syukur ada Allah sehingga aku ada dan berarti.[6]
Doa secara benar berarti mempercayakan diri kepada
Allah. Allah sebagai pencipta hidup memberikan hidup itu kepada kita. Dalam
doa, manusia menghayati hidup dalam kesatuan dengan Tuhan. Maka doa bukanlah
pertama-tama sebagai tindakan meminta atau memohon, namun percaya dan berserah
diri pada penyelenggaraan ilahi.[7]
2.
Kristus
sebagai Puncak Misteri Allah
Dasar segala doa adalah kesatuan kita dengan Allah
dalam Kristus oleh Roh Kudus. Kita
berdoa “dengan perantaraan Kristus”, sebab Dia memang “Pengantara pada Bapa” (1
Yoh 2:1; bdk. 1 Tim 2:5), “Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara” (Ibr
7:25). Dengan demikian doa dapat diartikan sebagai ambil bagian dalam hubungan
Kristus dengan Bapa-Nya. Kristus tidak hanya memberikan teladan doa kepada
kita,namun juga memampukan kita untuk berdoa. Yesus adalah Pengantara dan Jalan
menuju Bapa, “Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui
Aku” (Yoh 14:6).[9]
Bagi orang kristen tidak ada jalan lain menuju Bapa,
kecuali dengan perataraan Kristus. Allah telah menyatakan misteri
keselamatan-Nya secara penuh dan memuncak dalam diri Kristus, maka kita menjawab
tawaran keselamatan Allah dalam diri Kristus. Kristus adalah titik temu antara
Allah dan manusia. Allah berinisiatip mendekati manusia dalam Kristus dan
Kristus merupakan dasar hubungan kita dengan Allah.[10]
Selain Kristus masih terdapat pengantara-pengatara doa
kita, namun tetaplah tidak “setingkat” dengan Kristus. Maria disebut sebagai
pengantara, namun “pengaruh Maria bertumpu pada pengataraan Kristus, dan
seluruhnya tergantung daripadanya serta menimba segala kekuatan daripadanya”
(LG, 60). Dengan kata lain, fungsi Maria sebagai pengatara tetap menampilkan
kesatuan orang beriman dengan Kristus sebagai satu-satunya pengantara kepada
Bapa. Selain Maria, para kudus juga disebut sebagai pengatara. Para kudus
mendapatkan pengudusan dari Kristus dan dari kesatuannya dengan Kristus. Fungsi
para kudus terletak pada statusnya sebagai saudara-saudari orang beriman yang
karena doa dan teladannya mendorong orang untuk terarah pada kesatuan dengan
Kristus, sumber kekudusan. Para kudus adalah saksi iman akan hidup kekal dan
menegaskan kesatuan iman antara semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus.[11]
III.
Muatan
Tindakan Doa
Berdoa berarti mengadakan
kontak secara sengaja dengan Allah. Allah dalam iman kita adalah Allah yang
bersabda dan menyapa manusia. Allah menyatakan diri kepada manusia lewat alam,
batin dan tubuh manusia, peristiwa, Kitab Suci, Kristus dan Gereja. Allah
mengundang manusia untuk hidup bersama dengan-Nya, semakin menyerupai-Nya dalam
Kristus. Rasa religius inilah yang membuat manusia dapat megembangkan kemampuan
untuk berkontak dengan Allah. Kontak yang benar memiliki tiga ciri utama, yaitu
mendengar, melihat dan mengambil sikap. Ketiga hal ini juga menjadi unsur utama
dalam doa.[12] Dengan berdoa, kita mengangkat hati, mengarahkan hati
kepada Tuhan, menyatakan diri anak Allah dan mengakui Allah sebagai Bapa.[13]
1.
Keheningan
dan Kesadaran
Proses doa sering diawali dengan mengusahakan dan
membangun keheningan diri dan batin. Keheningan ini dapat dilakukan dengan
penyadaran atas tubuh, nafas atau lingkungan. Kesadaran dalam keheningan ini
dapat menghantar kita pada pengenalan diri dan memungkinkan berkontak dengan
hal-hal yang lebih dalam dan halus yang terjadi dalam diri kita. Dengan hening,
kita akan sampai kepada Interioritas diri dan mampu menghadirkan diri
sepenuhnya.[14]
Kesadaran menyatukan gerak-arah dan perhatian yang terpecah. Kesadaran seperti ini menuntun pada kesadaran
rohani, yaitu kesadaran berkontak dengan yang ilahi, berjumpa dengan Tuhan yang
mencintai.[15]
Dalam keheningan kita bukan
hanya mampu mendengarkan dan menemui apa yang terjadi dalam diri kita, namun
juga mampu mendengarkan suara batin terdalam yang berasal dari Yang ilahi
sendiri. Atas bimbingan Roh Kudus kita mampu membuka hati kita dalam keheningan
untuk mendengarkan suara Tuhan dalam batin terdalam itu.[16]
2.
Imajinasi
dan Fantasi
Perjalanan hidup manusia
merupakan rentetan perjumpaan dan kontak dengan diri sendiri, alam sekitar dan
sesama yang membangun alam batin manusia. Dalam batin manusia tersimpan harta
kehidupan yang dapat berupa kesedihan yang membawa luka-luka batin atau
kegembiraan yang membawa kekuatan hidup. Simpanan harta kehidupan ini
melahirkan watak, perangai, perilaku, bahkan hirarki nilai sehingga menusia
menjadi pribadi yang unik.[17]
Manusia memiliki daya dalam
jiwa dan batin, yaitu ingatan yang mampu menghadirkan dan menghidupkan
pengalaman hidup dan bahkan mempu mengangan-angankan hal yang akan datang. Hal
inilah yang disebut fantasi. Fantasi memiliki daya kekuatan untuk menghimpun
kekuatan hidup karena Allah pun berkarya di dalamnya. Fantasi sebenarnya
berangkat dari hal nyata dalam hidup kita pada masa lalu yang dikaitkan dengan
masa sekarang dan masa yang akan datang. Fantasi seringkali mendorong kita
untuk melakukan sesuatu seperti yang kita angan-angankan.[18]
Fantasi membantu manusia
untuk berkontak dengan Allah karena fantasi merupakan sarana kontak dengan
realitas insani dan ilahi. Fantasi dapat menumbuhkan rasa religius dalam hidup
yang melahirkan sikap hormat dan bakti terhadap hidup dengan rahasia-rahasia terdalam
yang berasal dari Tuhan.[19]
3.
Sikap
Religius: Bakti dan Ora et Labora
Dengan kesadaran dan fantasi
manusia dapat terbantu untuk membangun sikap yang lebih benar dan kuat dalam
hidup. Sikap bukan hanya dibentuk oleh konsep atau pemikiran, melainkan terutama
oleh pengalaman-pengalaman hidup. Lewat kesadaran manusia diajak membangun
hidup berdasarkan kekuatan mistiknya dan lewat fantasi manusia diajak untuk
membangun sikap yang benar dalam hidup. Kedua hal ini mengarahkan manusia untuk
membangun diri dan kepribadian dalam Tuhan. Sikap dasar hidup yang diperlukan
adalah percaya kepada diri sendiri, alam, sesama dan Tuhan. Dari kepercayaan
inilah manusia akhirnya mampu menyerahkan diri kepada realitas misteri hidupnya
dalam Tuhan, bersatu dengan Tuhan.[20]
Misteri Allah hadir dan
bertindak dalam hidup manusia yang melahirkan rasa bakti dan taqwa kepada
Allah. Taqwa akan Tuhan bermula dari keterpesonaan yang diikuti keterpautan dan
keterlibatan dalam misteri Allah sendiri. Allah sendirilah yang lebih dahulu
terpesona, terpaut dan terlibat dalam hidup manusia (Ul 10:15). Rasa
bakti kepada Allah disertai dengan sikap penyerahan diri kepada Allah. Doa-doa
membangkitkan, menumbuhkan dan mengembangkan rasa bakti ini.[21]
Doa sendiri merupakan
perwujudan iman karena kita menampilkan iman dalam doa kita. Selain itu doa
memperkuat kita untuk mewujudkan iman secara lebih luas dan nyata dalam hidup
sehari-hari. Dengan doa kita membuka diri terhadap kehadiran Allah dan
rahmat-Nya dalam hidup kita termasuk lewat orang-orang yang kita jumpai. Dengan
kata lain kita menimba kekuatan dalam doa agar kita mampu menjalani hidup dan
merasakan kehadiran Allah dalam hidup kita.[22]
Doa merupakan pernyataan akan kasih sayang Allah. Maka hanya doa yang lahir
dari iman akan menyelamatkan orang (Yak 5:15).
Doa adalah ungkapan kehidupan iman.[23]
Selain itu, doa menjadi integrasi, simpul dan hidup, satu perjalanan yang berat
dan melelahkan, sarat dengan tantangan dan berbagai macam rintangan. Dengan
demikian, seseorang harus mampu mengambil jarak dari diri sendiri, keluar dari
batas-batas diri sendiri, untuk terbenam dan tenggelam dalam misteri besar
mencari kehadiran ilahi yang memberikan arti yang besar pada saat sekarang,
mendukung masa lampau dan menuntun kepada masa depan.[24]
IV.
Penggolongan
Bentuk Doa
1.
Berdasarkan
Orang yang Mendoa
a.
Doa
Pribadi/Personal
Doa pribadi atau personal adalah seruan
yang keluar dari hati.[25]
Setiap orang memiliki cara berdoa yang khas dan berbeda dari orang lain.
Keunikan cara berdoa setiap orang mengungkapkan relasi yang intim dengan
Tuhannya. Seruan yang keluar dari hati biasanya bersifat spontan dan bebas
misalnya: “Tuhan kasihanilah aku”, “Tuhan saya tidak sanggup lagi”, “Tuhan
bersegeralah menolong aku” dan lain-lain tanpa mengikuti suatu format doa
tertentu. Seruan doa seperti ini juga pernah diungkapkan oleh Yesus dalam
hidup-Nya misalnya: “Hati-Ku sangat sedih seperti mau mati rasanya” (Mrk
14:34), “Aku bersyukur kepada-Mu Bapa karena Engkau senantiasa mendengarkan
Aku” (Luk 10:21). Yesus juga pernah memuji doa pemungut cukai di kenisah. Si pemungut cukai tidak berani menengadah ke
langit. Ia memukul dirinya dan berkata: “Ya Allah kasihanilah aku orang berdosa
ini” (Luk 18: 9-14). Dengan ucapannya yang sederhana dan jujur ini, si pemungut
cukai telah membuka dirinya secara total di hadapan Tuhan. Inilah seruan yang
berasal dari hati dan diungkapkan secara personal dengan Tuhan.
b.
Doa
Bersama
Doa bersama atau komunal adalah doa
yang dilakukan oleh beberapa orang.[26] Doa bersama dapat berupa doa lisan atau doa
verbal, doa resmi atau doa liturgis. Doa lisan dapat saja merupakan doa
pribadi, namun menjadi ungkapan bersama atau didukung oleh yang lain dalam
persekutuan itu. Doa liturgis adalah doa resmi atas nama Gereja yang dilakukan
menurut ketentuan-ketentuan Gereja dan dipimpin oleh petugas resmi Gereja. Doa
Liturgis merupakan kegiatan seluruh Gereja, kegiatan Kristus bersama
anggota-anggota-Nya.
Ø -Pembukaan, berupa ajakan
yang biasanya disampaikan oleh pemimpin atau diakon, misalnya “marilah berdoa”.
Ø Saat hening, di sini umat
menyadari kehadiran Allah dan menyampaikan keprihatinan pribadi kepada-Nya.
Ø Permohonan,
yang terdiri atas sapaan dan permohonan.
Ø Penutup,
yang terdiri atas doksologi, yakni “dengan perantaraan Yesus Kristus¼” yang disahut oleh
umat dengan aklamasi “amin”.
2.
Berdasarkan
Isi
a.
Doa
Permohonan
Dalam Kitab Suci kita menemukan banyak
kata yang sepadan dengan kata permohonan misalnya: memohon, meminta, meminta
dengan sangat, berseru, menjerit, berteriak bahkan juga bergumul dalam doa.[28]
Akan tetapi ungkapan yang biasa digunakan adalah memohon. Dalam doa permohonan
terungkap kesadaran akan kerendahan kita di hadapan Allah.
Allah adalah Mahakuasa, tahu segala
sesuatu bahkan tahu apa yang kita butuhkan. Akan tetapi, meskipun Allah tahu
tahu dan mengenal segala sesuatu, kita harus menghaturkan doa permohonan
kepada-Nya. Menurut St. Agustinus ada tiga alasan mengapa kita harus memanjatkan
doa permohonan kepada Tuhan, pertama, sebagai ciptaan, kita harus menaati
Allah, kedua, kita memohon agar segalanya dilimpahkan kepada kita dan ketiga,
kita memohon petunjuk atau nasihat dari Allah berkaitan dengan apa yang hendak
dilakukan-Nya.[29]
b.
Doa
Syafaat
Doa syafaat adalah doa
permohonan yang membuat doa kita serupa dengan doa Yesus.[30] Ia adalah perantara
satu-satunya pada Bapa untuk semua manusia, terutama untuk orang berdosa. Dalam
doa syafaat setiap pendoa “ tidak memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi
juga kepentingan orang lain juga” (Filp 2:4). Melalui Doa syafaat ini orang bukan
berdoa hanya untuk orang yang berbuat baik bagi pendoa itu, melainkan mendoakan
orang-orang jahat.
c.
Doa
Syukur
Bersyukur merupakan bentuk
pujian sebab bersyukur itu mengakui kebaikan dengan cara yang khusus dan
menyatakannya secara terbuka[31].
Doa pujian atau doa syukur adalah doa yang mengakui Allah secara langsung [32]. Bersyukur kepada Allah
berarti menghormati Allah. Melalui doa pujian, roh kudus mempersatukan diri
dengan roh kita, untuk menyaksikan bahwa kita adalah anak-anak Allah. Doa pujian
mencakup bentuk-bentuk doa yang lain dan membawanya menuju sumber dan tujuannya
“Satu Allah yaitu Bapa, dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan untuk Dialah
kita hidup” (1Kor 8:6).
d.
Doa
Penyembuhan
Doa penyembuhan pertama
–tama adalah suatu dukungan rohani bagi orang yang menderita sakit[33]. Doa bisa membuat orang yang sakit lebih tenang,
lebih bebas. Kebiasaan berdoa seperti itu mengungkapkan semacam “ dukungan
rohani “ bagi orang yang sakit.
Menarik
sekali peristiwa penyembuhan wanita yang sakit pendarahan (Mrk 5:22-34). Ketika
wanita itu menyentuh jubah Yesus dari belakang, maka pada saat itu juga Yesus
mengetahui bahwa ada tenaga yang keluar dari dalam diri-Nya (Mrk 5:30). Di sini
mau menunjukkan bahwa Yesus memiliki kuasa untuk menyembuhkan orang yang sakit.
Dalam kis 10:38 dikatakan bahwa Allah mengurapi Yesus dengan roh kudus dan kuat
kuasa, Dia yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua
orang yang dikuasai iblis, sebab Allah menyertai Dia. Daya kekuatan yang ada
dalam diri Yesus adalah kuasa Allah sendiri, bahkan Allah sendiri yang berkuasa
dalam diri Yesus (Yoh 14:10). Doa penyembuhan itu bersifat Trinitaris : bersama
dengan Kristus, dan digerakan oleh Roh Kudus menghadap Allah Napa[34].Dasar doa penyembuhan adalah iman akan
kebangkitan. Allah yang membangkitkan Yesus akan memulihkan hidup orang sakit
juga.
Doa
memang amat penting dalam kehidupan dan misi Yesus. Doa Yesus harus menjadi
sumber doa kita. Sebagai orang Kristen, khususnya sebagai pengikut Kristus kita
harus meneladani dan mengikuti doa Yesus, gaya hidup Yesus untuk dapat membawa
misi-Nya yakni misi menyelamatkan dan menyembuhkan semua orang yang sakit. Kita
harus meniru sikap dan tindakan Yesus yang berdoa untuk orang-orang yang
menderita dan sakit.
3.
Menurut
KGK
a.
Doa
Lisan
Doa
Lisan merupakan unsur hakiki dalam kehidupan Kristen.[35]
Kristus mengajar murid-murid-Nya yang merasa tertarik
pada doa batin dari Guru-Nya, yakni doa lisan. Karena doa lisan diarahkan
keluar, dan karena sangat manusiawi, maka pada tempat yang pertama doa lisan
ini merupakan doa rakyat.
b.
Doa
Renung
Doa
Renung, meditasi, pada dasarnya adalah satu pencarian.[36]Doa
ini juga mencakup juga pikiran, daya khayal, gerak hati, dan kerinduan. Doa
renung merupakan suatu doa dimana kita dapat merenungkan suatu peristiwa yang
berhubungan dengan teks kitab suci. Dalam doa renung ini sumber yang harus kita
gunakan sebagai bahan penuntun adalah kitab suci, karena kitab suci merupakan
inspirasi ilahi yang bisa menuntun kita sampai pada Allah yang tak kelihatan.
Dalam
doa renung ini sering orang dihantar, kepada Allah yang memang sungguh jauh
tetapi bisa dapat dikenal lewat bantuan roh kudus. Doa renung ini sering
membuat orang bisa jatuh dalam hayalan-hayalan yang kosong, kalau memang
pribadi yang berdoa itu tidak sungguh-sungguh menyerahkan diri pada Allah yang
merupakan pusat dan tujuan.
c.
Doa
Batin
Doa
Batin adalah ungkapan sederhana tentang misteri doa.[37] Ia memandang Yesus dengan penuh iman,
mendengarkan sabda Allah, dan mencintai tanpa banyak kata. Ia mempersatukan
kita dengan doa Kristus, sejauh ia mengikutsertakan kita dalam misteri Kristus. Santo Yohanes dari
salib menyatakan bahwa doa Batin adalah berdiam diri bersama Allah.
Dalam
doa batin tidak dibutuhkan kata-kata yang panjang lebar. Yang paling penting
dalam doa batin adalah berdiam diri dihadapan Allah sebagai pribadi yang tak
berdaya, karena di sanalah Allah akan bersabda kepada kita, oleh karena itu
dalam kehenginan kita dapat menjawab panggilan Allah yang menyapa kita.
V.
Hambatan
dalam Doa
1.
Doa
Sejauh Kebutuhan
Pandangan umum sering menyangka bahwa doa identik dengan
permohonan. Pandangan seperti ini akan menimbulkan pengertian bahwa orang
berdoa saat membutuhkan sesuatu dari Tuhan karena ia sendiri tak mampu
mendapatkannya dari dirinya sendiri, sehingga orang tidak perlu berdoa manakala
tidak ada kekurangan atau kesulitan. Akibat lain dari paham ini adalah sikap
tak mau berdoa karena merasa Allah tak pernah mengabulkan permohonannya.
Kita telah mengetahui pernyataan bahwa Allah memiliki
kebebasan mutlak, Allah tidak terikat oleh siapapun dan bebas menganugerahkan
rahmat-Nya kepada siapapun. Selain itu Allah juga memiliki sifat Mahabaik.
Jelaslah bagi kita sebenarnya bila Allah tidak mengabulkan permohonan kita
justru karena demi kebaikan kita. Mungkin jika permohonan kita dikabulkan tidak
baik untuk kita atau orang yang kita doakan. [38]
Kita juga sering bersikap salah dalam berdoa, khususnya
permohonan. Kita sering kali memohon dengan memaksa-maksa Allah. Kita sering
memaksa Allah agar permohonan kita dikabulkan. Seolah-olah bila Allah tidak
mengabulkan doa kita, kita akan kehilangan arti hidup ini. Sikap seperti ini
merupakan komunikasi yang tak seimbang karena kita tidak memberikan kesempatan
kepada Allah untuk berbicara kepada kita.[39]
2.
Kepedihan
dan Kemarahan terhadap Allah
Terdapat teori pembalasan di bumi dalam Perjanjian Lama,
yaitu orang yang setia kepada Allah akan mendapatkan ganjaran dan orang yang
tidak setia akan mendapatkan hukuman atau penderitaan. Teori ini sebenarnya
sudah direlatifisir dengan hadirnya orang-orang saleh yang tetap menanggung penderitaan
dan dijanjikan hidup kekal (2 Mak 7: 13 ss). Teori pembalasan ini sampai
sekarang masih cukup kental. Hal ini dapat ditengarai dengan adanya pandangan
bahwa seseorang menanggung penderitaan karena dosa. Akibat dari pandangan ini
adalah sikap kemarahan kepada Tuhan bilamana seseorang yang tidak menemukan
dosa besar dalam hidupnya, namun tetap mengalami penderitaan.
Penderitaan yang dialami seseorang dapat mempengaruhi
paham tentang Allah dan pada gilirannya memperngaruhi hidup doanya. Pengalaman akan
Allah yang dirasakan jauh sekali merupakan akibat dari tekanan perasaan
kemarahan terhadap Allah atau pertanyaan-pertanyaan tentang kebaikan, kasih dan
kepedulian Allah. Perasaan marah kepada Allah atau kegelisahan tentang keadilan
dan makna hidup mengakibatkan jurang pemisah antara Allah dan kita dalam
pengalaman kita. Ia terasa jauh justru saat kita sangat membutuhkan-Nya. Doa
kemudian menjadi asal-asalan, acuh tak acuh dan sekedar tata cara, atau sama
sekali tak mau berdoa.[40]
Kita harus sadar bahwa para kudus juga mengalami malam
gelap. Pengalaman malam gelap para kudus tidak membuat mereka merasa Allah
jauh, namun justru mendorong mereka lebih dekat dengan Allah. Para kudus mampu
jujur kepada Allah bahwa mereka tidak suka pada malam gelap yang mereka alami.
Kejujuran ini bukannya merusak hubungan dengan Allah justru menciptakan
kelegaan dan kembali merasakan pelukan mesra kasih Allah.[41]
3.
Ketakutan
Berhubungan dengan Allah
Keengganan atau bahkan menolak dalam membangun hubungan
dekat dengan Tuhan dapat terjadi karena seseorang takut pada penderitaan
sebagai akibat hukuman dari Tuhan. Penderitaan yang dimaksudkan adalah
meninggalkan kenikmatan yang selama ini sudah dirasakan namun tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan. Keengganan atau penolakan doa dasarnya adalah sikap
menghindari pengalaman akan Allah, pengalaman persatuan dengan-Nya.[42]
Ketakutan untuk bersatu dengan Allah dapat juga timbul
dari perasaan bahwa seseorang akan kehilangan dirinya sendiri. Berserah diri
kepada Allah dipandang sebagai bentuk peleburan diri sehingga seseorang akan
kehilangan diri. Hal yang sebenarnya apabila orang berserah diri dan bersatu
dengan Allah justru akan menemukan dirinya seutuhnya. Teladan penyerahan diri dan persatuan dengan Allah adalah
Yesus Kristus sendiri. Yesus justru menemukan diri-Nya dalam sikap pasrah dan
persatuan dengan Bapa. Yesus menemukan eksistensi diri sebagai Putera dalam
kesatuan-Nya dengan Bapa.
VI.
Penutup
Dari penjabaran singkat di atas kita dapat menarik
beberapa simpul tentang doa. Doa adalah aktivitas kita sebagai manusia beriman
dalam berhubungan dengan Allah. Di dalam doa kita percaya dan berserah diri
pada kuasa Allah serta mengakui diri sebagai manusia lemah yang membutuhkan
penyertaan Allah. Doa selain memiliki sifat hubungan personal juga memiliki
sifat komunal yang menunjukkan persatuan
orang beriman (Gereja) sebagai tubuh mistik Kristus dengan Kristus sebagai
Kepalanya. Karena doa merupakan bentuk pengakuan kekuasaan Allah dan kelemahan
manusia, maka isi doa dapat berupa pujian, syukur dan permohonan. Dapat kita
katakan bahwa dalam doa termuat iman, harap dan kasih.[43] Doa jelas mengandung kepercayaan kita kepada Allah,
kita terus berharap akan masa depan yang lebih baik dengan berjalan bersama
Allah dan doa memuat kekuatan dari Allah untuk mewujudkan iman kita dalam
tindakan nyata yang disebut cinta kasih. (Fr. Poly, Fr. Mendrat dan Fr. John D)
[1] Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat: Manusia-Paradoks dan
Seruan (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 143.
[2] Yohanes Indrakusuma, Doa Yesus (Cianjur: Pertapaan Shanti
Bhuana, 2005), hlm. 1.
[3] A. Snijders, Filsafat Manusia ..., hlm. 151.
[4] Tom
Jacobs, Teologi Doa (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 13.
[12] J.
Darminta, SJ, “Doa dan Pengolahan Hidup” dalam Rohani , Thn XLII, No. 9
(September 1995), hlm. 360-361.
[25] Guido Tisera, Yesus Sahabat di Perjalanan: Membaca dan
Merenungkan Injil Lukas (Ledalero: Maumere), hlm. 122.
[26] Ernest Maryanto, Kamus Liturgi Sederhana (Kanisius:
Yogyakarta, 2004), hlm. 43.
[29] T. J. van Bavel, Hatiku Merindukan Allah: Ajaran Agustinus
tentang Doa (judul asli: The
Longingof The heart: Augustin’s Doctrine
on prayer. Diterjemahkan oleh L. Prasetya (Yogyakarta: Kanisius, 2011),
hlm. 134.
[38] William A. Barry. Paying Attantion to God:
Mengarahkan Hati Kepada Allah. (Judul asli: Paying Attention to God)
Diterjemahkan oleh A. Widyamartaya. (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 24-25.
[39] William A. Barry. Paying..., hlm. 24.
[40] William A. Barry. Paying..., hlm. 33.
[41] William A. Barry. Paying..., hlm. 36-37.
[42] William A. Barry. Paying..., hlm. 41.
[43] Bdk. M.
Van den Berken, SJ., “Renungan Mengenai Doa” dalam Rohani, thn. XXI (1974),
hlm. 199.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar