1.
Pengantar
Kitab Suci merupakan sebuah buku berisi sabda Allah
yang ditulis dalam bahasa manusia. Dalam membaca Kitab Suci kita perlu
memperhatikan gaya bahasa atau jenis sastra yang digunakan lalu menyelidiki apa
yang disampaikan oleh para penulis dan apa yang disampaikan Allah melalui
mereka. Banyak metode dan pendekatan yang ditawarkan oleh para ahli Kitab Suci
dalam menggali isi Kitab Suci misalnya: pendekatan literer (literature approach), pendekatan
historis (historical approach),
pendekatan teologis (teological approach),
seni bercerita (narrative art/criticism)
dan lain sebagainya. Di bawah ini penulis mencoba menguraikan Amos 7:10-17
dengan memakai seni atau analisis naratif. Agar dapat memahami cerita dengan
baik, kita harus memahami unsur-unsur dari sebuah cerita Kitab Suci.
1.
Desain
Literer/Struktur
Ada
beberapa komposisi yang terdapat dalam narasi Amos 7:10-17. Komposisi ini
didasarkan pada pendapat David Bauer yang telah menyimpulkan 15 kategori
hubungan komposisi yang terdapat dalam narasi Alkitab.[1]
1.1. Kausal dan
Substansiasi
Kausal adalah pergerakan dari sebab kepada akibat
sedangkan substansiasi adalah kebalikannya. Kausal dalam Amos 7:10-17 dapat ditemukan
dalam ayat 10 dan 11, “Amazia mengatakan bahwa Amos melakukan persepakatan
untuk membunuh raja Yerobeam dan Israel pasti pergi dari tanahnya sendiri
sebagai orang buangan”. Akibatnya Amos diusir oleh Amazia dan ia dilarang
bernubuat di Betel[2]
(12-13). Sementara substansiasi ditemukan dalam ayat 16 dan 17. Kedua ayat ini
merupakan akibat yang akan diterima oleh Amazia dan juga bangsa Israel karena
Amazia menghambat Amos untuk berbicara kepada orang Israel (keturunan Isak).
1.2. Repetisi (Pengulangan)
Repetisi adalah pengulangan suatu istilah, frase
atau ide yang sama. Repetisi dipakai dalam narasi Alkitab untuk menekankan
suatu konsep tertentu. Dalam Amos 7:10-17, repetisi ditemukan dalam ayat 11 dan
17 yakni nubuat pembuangan: “Israel pasti pergi dari tanahnya sebagai orang
buangan”. Ini merupakan konsekuensi dari kedegilan hati Israel yang melakukan
ketidakadilan baik secara sosial dan religius.[3]
1.3. Interogasi
Interogasi adalah pemakaian bentuk tanya jawab atas
masalah-solusi. Dalam Amos 7:10-17 terdapat 2 interogasi yang terjadi antara
Amazia dan Amos (12-17).
Amazia: Pelihat, pergilah, enyahlah
ke tanah Yehuda, carilah makananmu dan bernubuatlah di sana, tetapi jangan lagi
bernubuat di Betel, sebab inilah tempat kudus raja, inilah Bait Suci kerajaan.
Amos : Aku ini bukan nabi dan aku
ini tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan
pemungut buah ara hutan. Tetapi Tuhan mengambil aku dari pekerjaan menggiring
kambing domba, dan Tuhan berfirman kepadaku: “pergilah, bernubuatlah terhadap
umat-Ku Israel.
Amazia: Janganlah bernubuat
menentang Israel dan janganlah ucapkan perkataan menentang keturunan Isak.
Amos : Isterimu akan bersundal di
kota dan anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan tewas oleh pedang, tanahmu
akan dibagi-bagikan dengan memakai tali pengukur, engkau sendiri akan mati di tanah
yang najis dan Israel pasti pergi dari tanahnya sebagai orang buangan.
1.4. Klimaks
Klimaks
adalah pergerakan dari argumentasi seperti anak tangga, dari hal sederhana ke arah
hal pokok. Klimaks dalam Amos 7:10-17 dapat digambarkan sebagai berikut:
Ket: Amazia
menyuruh seseorang (tokoh anonim) untuk menyampaikan pesan kepada raja Yerobeam
bahwa Amos akan melawan keluarga Yerobeam. Amazia belum mendapat balasan pesan
dari raja, namun ia langsung mengusir Amos. Kemudian Amos membela diri atas
pengusiran Amazia dan ia menubuatkan kehancuran Amazia dan juga pembuangan
bangsa Israel.
1.5. Perbandingan
Perbandingan
adalah penjajaran ide yang senada. Ide utama yang mau disampaikan dalam Amos
7:10-17 adalah nubuat kehancuran dan pembuangan bangsa Israel (ayat 11 dan 17).
Ide yang sama juga dapat ditemukan dalam Amos 2:5 (Aku akan melepas api ke
Yehuda, sehingga puri Yerusalem dimakan habis), Amos 2:13 (sesungguhnya Aku
akan mengguncangkan tempat kamu berpijak seperti goncangan kereta yang sarat
dengan berkas gandum), Amos 3:11, 14; 4:2-3, 7-11; 5: 2-3, 16-17; 6: 7-8, 14;
8:9-14; 9: 1-6, 9-10.
2. Latar
2.1.Latar Geografis atau
Ruang
Dalam
narasi Amos 7:10-17 tidak ada dikatakan secara eksplisit latar geografis. Akan
tetapi secara implisit dapat kita tebak bahwa kisah ini terjadi di Kerajaan
Utara.
2.2. Latar Waktu
Kisah ini terjadi ketika raja
Yerobeam II berkuasa di Kerjaan Utara.[4]
Amos berteriak keras dengan tajam untuk mengkritik ketidakadilan yang
merajalela dalam Kerajaan Utara. Kisah ini (pengusiran Amos) ditempatkan di
antara penglihatan-penglihatan Amos yakni setelah penglihatan ketiga.
2.3. Latar Sosio-Kultus
Kisah
ini terjadi ketika ketidakadilan merajalela di Kerajaan Utara. Ketidakadilan
ini, baik secara sosial dan religius disebabkan oleh kaum elit Israel baik
karena otoritas maupun karena kekayaan. Otoritas dan kekayaan membuat mereka
tamak dan lupa akan nilai-nilai luhur yang mereka warisi dari nenek moyang
mereka. Kaum elit bangsa Israel menjadi kaya raya. Mereka menjadikan orang
miskin dan kecil menjadi taruhan dan obyek penindasan.[5]
3.
Tokoh-Penokohan
3.1. Tokoh
1.
Amos
Tokoh utama (protagonist) dalam
narasi Amos 7:10-17 adalah Amos. Ia dilukiskan sebagai nabi untuk mengkritik
dan mengingatkan ketidakadilan yang terjadi di Kerajaan Utara. Namun dalam
narasi ini, Amos tidak mengakui diri sebagai nabi melainkan sebagai peternak
domba dari Tekoa dan pemungut buah ara hutan. Akan tetapi Allah mengambil dia
dari penggiring kambing domba menjadi penyambung suara Tuhan (14-15).
2.
Amazia
Amazia dilukiskan sebagai tokoh
pengganggu atau oposisi. Ia adalah pemimpin yang bertanggung jawab di Betel
yakni Bait Suci Negara yang telah diresmikan oleh raja Yerobeam I (1Raj
12:26-30). Dalam narasi ini dilukiskan bahwa Amazia mencoba mengadukan Amos
kepada pemerintah, yakni raja Yerobeam II. Akan tetapi, Amazia tidak menunggu
tindakan raja terhadap Amos, ia langsung mengambil inisiatif untuk mengusir
Amos.[6]
3.2.Penokohan
3.2.1. Pendekatan Psikologis
1.
Amos
Amos
dilukiskan sebagai pribadi yang ditolak. Ia tidak diakui sebagai nabi. Walaupun
demikian ia tetap menyuarakan suara Tuhan melalui nubuat-nubuat dan
penglihatan-penglihatan.
2.
Amazia
Amazia dilukiskan sebagai seorang
imam yang berkuasa di Betel. Ia mengusir Amos demi alasan politis (1Raj 12:27).
Pada wktu itu pemerintah membangun kerja sama dengan pemimpin agama. Amazia
takut kalau ia tidak dipercayai oleh pemerintah karena kehadiran Amos. Oleh
karena itu, ia membuat tuduhan-tuduhan yang tidak benar supaya ia dapat
mengusir Amos.[7]
3.2.2. Pendekatan Aktansial (Actantial
Approach)[8]
Pendekatan aktansial ini dipinjam
dari pendekatan untuk memahami Injil Yohanes. Pendekatan ini bisa juga
diterapkan kepada narasi Amos 7:10-17. Pada umumnya pendekatan ini
mengklasifikasikan tokoh ke dalam 6 fungsi:
1.
Pengutus (sender) : Allah
2.
Penerima (receiver) : Amos
3.
Obyek (object) : Bangsa Israel
4.
Subyek (subject) : Amos
5.
Penolong (helper) : Allah
6.
Musuh (opponenet) : Amazia
4. Plot
Plot (alur cerita) merupakan
interaksi antara tokoh, peristiwa dan latar. Ciri utama suatu plot adalah unsur-unsur
urutan (order), kausalitas, kesatuan dan daya afektif suatu narasi. Plot
beroperasi pada 2 level yakni keseluruhan isi kitab dan unit narasi. Plot
dipergunakan oleh pengarang untuk membawa pembaca pada efek yang diinginkan.
Efek dari Amos, khususnya Amos 7;10-17 adalah mengkritik ketidakadilan yang
terjadi di Kerajaan utara. Untuk mempermudah pembaca dalam memahami narasi Amos
7;10-17, penulis mencoba membaginya ke dalam 2 episode:
4.1. Episode I: Tuduhan
Amazia (10-11)
Dalam episode I ini, Amazia
menyuruh seseorang untuk menghadap raja Yerobeam dengan pesan: “Amos telah
mengadakan persepakatan melawan tuanku di tengah-tengah kaum Israel, negeri ini
tidak dapat lagi menahan perkataannya. Sebab beginilah dikatakan Amos: Yerobeam
akan mati terbunuh oleh pedang dan Israel pasti pergi dari tanahnya sebagai
orang buangan”. Tindakan Amazia kepada Amos bernada politis bukan religius
karena menyangkut keamanan dan ketertiban. Bukti dari tuduhan Amazia terhadap
Amos dilanjutkan dalam ayat 11. Akan tetapi, tuduhan Amazia ini tidak sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh Amos sebelumnya (Amos 7:9). Amos tidak
mengatakan secara personal tetapi lebih kepada komunal yakni keluarga Yerobeam
bukan Yerobeam. Dalam hal ini tuduhan yang dibuat oleh Amazia tidak akurat.[9]
4.2.
Episode II: Percakapan Amazia dengan
Amos
Dalam episode II ini, Amazia
langsung mengusir Amos tanpa menunggu keputusan dari raja. Amazia berkata:
“Enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu di sana”! Amazia menyindir
seolah-olah Amos bernubuat untuk mencari makan sebagaimana yang dilakukan oleh
pelihat-pelihat dalam kerajaan (1Sam 9: 7-9; 2Raj 5:5, 15, 22-27; Mi 3:5). Akan
tetapi dengan tegas Amos membantah bahwa ia bukan nabi melainkan seorang
peternak dan pemungut buah ara hutan.[10]
Kata nabi dalam zaman Amos, pada
umumnya dikaitkan dengan jabatan atau pekerjaan sehari-hari. Mereka biasanya
membuat keajaiban, bisa menenung, meramal dan menasihati (Ul 13:1; 1Raj 22:15).
Biasanya mereka hidup bersama dalam golongan atau persekutuan misalnya di Betel
(2Raj 2:3), di Gilgal (2Raj 4:38), di pegunungan Efraim (2Raj 5:22). Mereka
biasanya hidup dari pemberian dan sedekah atau mendapat bayaran dari
ramalan-ramalan yang mereka lakukan (1Sam 9:6; 2Raj 5:20-23) juga dibayar dari
kas negara (1Raj 18:19). Akan tetapi Amos menegaskan bahwa ia tidak ada
hubungannya dengan nabi-nabi bayaran semacam di atas. Ia tidak pernah hidup dari
bernubuat sebab ia seorang peternak dan petani. Akan tetapi Tuhan mengambil dia
dari pekerjaan menggiring kambing domba untuk bernubuat terhadap umat Israel.[11]
Bagian penutup dari episode II ini
adalah hukuman-hukuman yang akan diterima oleh Amazia dan bangsa Israel. Isteri
Amzia akan menjadi seorang pelacur dan anak-anaknya akan mati terbunuh.
Kemudian yang lebih buruk,, ia akan kehilangan harta milik keluarganya. Dan hal
yang paling buruk lagi bagi seorang imam, ia akan mati terbunuh dan dikuburkan
di tanah yang najis tanpa pemberkatan yang layak di pemakaman. Sementara bangsa
Israel akan jatuh ke pembuangan.[12]
5. Pesan yang mau
Disampaikan
5.1. Pembaca Zaman Amos
Amos adalah seorang juru bicara
Allah yang mengkritik ketidakadilan di bangsa Israel baik secara religius
maupun secara sosial. Ketidakadilan secara religius nampak dalam tindakan para
imam yang terlalu “kompak”/ “tunduk” kepada pemerintah. Akibatnya umat Israel
tunduk kepada agama yang didirikan oleh kerajaan bukan kepada Yahwe Allah nenek
moyang mereka. Ketidakadilan secara sosial nampak dalam praktek penindasan,
pemerasan, penyuapan, saksi dusta dan lain-lain. Hal di ataslah yang hendak
dikritik oleh Amos.
5.2. Pembaca Real
Amos 7:10-17 berisi pertentangan antara
para imam dan para nabi. Hal semacam ini sering ditemukan dalam Perjanjian
Lama, misalnya pertentangan antara nabi Elia dengan imam-imam baal di gunung
Karmel (1Raj 18). Para imam bertindak dalam peribadatan dan kebaktian sementara
para nabi menyuarakan suara Tuhan. Peribadatan sering dikaitkan dengan
pemerintahan atau politik, sementara pemberitaan suara Tuhan dilakukan dengan
bebas. Persoalan seperti ini sampai zaman sekarang masih aktual. Gereja atau
agama sering terikat kepada politik negara sehingga dalam arti tertentu Gereja
atau agama menjadi terkungkung dan tergantung kepada politik negara. Gereja
atau agama harus bisa mengambil sikap dan tidak menjerumuskan diri dalam
politik negara, supaya Gereja atau agama hidup berkat firman dan Roh Allah,
bukan karena pertimbangan-pertimbangan politik. Dengan demikian Gereja bebas mengkritik
ketidakadilan dalam negara dan menyuarakan damai dan kesejahteraan bagi negara.
6. Penutup
Amos 7:10-17 merupakan salah satu
kisah pertentangan antara imam dan nabi dalam Perjanjian Lama. Kisah ini telah
diuraikan dalam bentuk narasi dengan menekankan beberapa aspek pembentuk sebuah
cerita. Amos sebagai tokoh utama (protagonis) berhadapan dengan tuduhan Amazia
sebagai tokoh musuh (antagonis). Amos bertindak atas nama Allah, sementara
Amazia bertindak atas nama negara. Menurut nabi Amos, imam yang benar kepada
Yahwe harus terungkap dalam tatanan hidup sosial yang benar pula.
Daftar
Referensi
Bauer,
David. The Structure of Mathew’s Gospel:
A Study in Literary Design. Sheffield: Almond, 1988.
Bergant-Robert.
J. Karris (ed.), Dianne. Tafsir Alkitab
Perjanjian Lama (Judul Asli: The
Collegeville Bible Commentary), diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata dan
Lembaga Biblika Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Boland, DS. B.
J. dan P. S. Naipospos, Tafsiran Amos. Bandung:
Grafika, 1996.
Doorly
J, William. Prophet of Justice:
Understanding the book of Amos. New York: Paulist Press, 1989.
Rainey
Harper, William. Critical dan Exegital
Commentary on Amos and Hosea. Edinburgh: T&T. Clark, 1979.
Simamora,
S. Tano. Bibel: Warisan Iman, Sejarah dan
Budaya. Jakarta: Obor, 2013.
Stibbe,
Mark. Return to Sender: A Structure
Approach to John’s Gospel. Cambridge: CUP, 1993.
[1] David
Bauer, The Structure of Mathew’s Gospel:
A Study in Literary Design (Sheffield: Almond, 1988), hlm. 13-20.
[2] Betel
(beth mamlakah) adalah rumah Tuhan. Tempat kudus Betel sudah ada sebelum zaman
bapa-bapa bangsa (Kej 12:8; 13:3). Tempat ini dikaitkan dengan mimpi Yakub
tentang tangga antara surga dan bumi (Kej 28:10-22). Yerobeam I membangun
kembali Betel sebagai tempat penting untuk perkumpulan dan ibadat (1Raj 12:
26-33). Imamat Betel muncul tersendiri berbeda dengan imamat Lewi dari Musa.
Mereka berasal dari keturunan Zadok. Pada zaman Amos, Amazia menjadi imam
kepala di Betel (Lih. Dianne Bergant-Robert. J. Karris (ed.), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (Judul
Asli: The Collegeville Bible Commentary),
diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata dan Lembaga Biblika Indonesia (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), hlm. 661.
[3] S. Tano Simamora, Bibel: Warisan Iman, Sejarah dan Budaya (Jakarta:
Obor, 2013), hlm. 146.
[5] William
J. Doorly, Prophet of Justice:
Understanding the book of Amos (New York: Paulist Press, 1989), hlm. 23.
[8] Mark.
Stibbe, Return to Sender: A Structure
Approach to John’s Gospel (Cambridge: CUP, 1993), hlm. 189-206.
[9] William
Rainey Harper, Critical dan Exegital
Commentary on Amos and Hosea (Edinburgh: T&T. Clark, 1979), hlm. 169.
[11] DS.
B. J. Boland dan P. S. Naipospos, Tafsiran…
, hlm. 93. Bdk. Shalom M. Paul, Amos (Minneapolis: Fortress Press,
1991), hlm. 244-245.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar