Saudara saudari yang terkasih dalam nama Kristus.
Ada
sebuah cerita. Dahulu kala ada seorang
raja yang baik dan bijaksana. Sebagai raja yang bijaksana,ia selalu pergi
mengunjungi masyarakatnya. Suatu hari, ia pergi mengunjungi masyarakatnya
dengan mengenakan pakain pengemis,sehingga masyarakat tidak mengenal dia. Di
tengah jalan dia banyak mendapat cemoohan dan perlakuan kasar dari masyarakat.
Ia singgah di rumah seorang kaya. Ia meminta sesuatu untuk dimakan, namun ia
diperlakukan secara kasar dan hanya mendapat sisa-sia makanan, itu pun
dilemparkan kepadanya. Kemudian sang raja
berjalan-jalan dan singgah di sebuah gubuk yang kecil. Pemilik gubuk ini adalah
seorang janda tua yang miskin. Ketika sang janda melihat ada orang di depan
rumahnya, ia dengan senang hati mempersilahkan orang itu masuk dan memberinya
makan. Makanan yang diberinya itu adalah jatah makanannya untuk tiga hari.
Walaupun demikian ia memberi pengemis itu makan dengan sepuasnya dan ala
kadarnya. Tergeraklah hati sang raja oleh belas kasihan, lalu ia pulang.
Beberapa hari kemudian si janda mendapat banyak makanan dan uang. Ia pun tahu
bahwa pengemis yang diberinya makan itu adalah raja mereka.
Apa
dan siapakah janda? Dalam Perjanjian lama, maupun dalam Perjanjian Baru, janda
sering digambarkan sebagai orang yang miskin dan tidak mempunyai apa-apa. Di
Sarfat, nabi Elia menyuruh seorang janda untuk mengambil sedikit air dan
sepotong roti. Si janda menjawab nabi itu dan berkata: “Demi Tuhan Allahmu yang
hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikit pun, kecuali segenggam tepung
dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang
mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku pulang dan mengolahnya
bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya maka kami akan mati.”
Si janda
menggambarkan bagaimana perjuangan
hidupnya yang sangat menyedihkan. Perbekalan makanannya tinggal sedikit dan
setelah itu habis, dia tidak akan makan apa-apa lagi, berarti dia akan mati. Tetapi apakah yang terjadi? Si janda tidak menolak
permintaan nabi Elia. Ia mengikuti apa yang
dikatakan nabi Elia dan memberikan apa yang dimintanya. Si janda pasrah dan menaruh kepercayaan secara total kepada
penyelenggaraan Ilahi. Ia percaya bahwa Allah akan senantiasa memelihara
hidupnya.
Saudara-sadari
yang terkasih dalam nama Kristus.
Dalam Injil, kita telah
mendengarkan bagaimana Yesus memperhatikan orang banyak dalam memberikan
persembahan di Bait Allah. Yesus
memperhatikan tiap-tiap orang dan si janda pun tidak luput dari perhatian-Nya.
Dapat kita bayangkan bagaimana si janda memberikan persembahannya di atas peti
persembahan. Ia hanya memberikan dua peser atau satu duit. Orang lain
disekitarnya mungkin memberikan seratus kali lipat dari apa yang diberikan si
janda. Tetapi manakah yang dikehendaki Tuhan?
Tuhan menghendaki persembahan yang tulus
dan ikhlas. Yesus memuji tindakan si janda dan berkata kepada murid-murid-Nya:
“ Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari
pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka
semua memberi dari kelimpahanya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya,
semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.
Saudara-saudari yang terkasih.
Adakah Tuhan
tidak menghendaki persembahan yang banyak? Tidak. Tuhan menghendaki semua
persembahan yang kita berikan tetapi dengan syarat yaitu kita harus
mempersembahkanya dengan hati yang tulus dan ikhlas dan senantiasa berharap
kepada penyelenggaraan Tuhan. Kita bisa melihat pengalaman hidup kita selama
ini. Bagaimanakah kita memberikan persembahan kalau kita di gereja? Pernahkah
kita berikan dengan tulus dan ikhlas? Pernahkah kita sadari bahwa apa yang kita
berikan itu sebenarnya tidak sebanding dengan apa yang diberikan oleh Tuhan
kepada kita? Sungguhkah yang kita berikan itu merupakan ucapan syukur kita
kepada Tuhan, atau hanya sekedar pamer saja supaya kita dilihat dan dipuji
orang? Pernahkah kita persiapkan persembahan yang kita bawa ke gereja? Kalau
dipersiapkan berarti serius, tulus dan ikhlas tetapi kalau tidak, berarti kita
tidak serius mempersembahkanya kepada Tuhan, sebab ada orang, baru waktu
kolekte mencari-cari persembahanya. Adakah orang demikian di antara kita?
Saudara-saudari
yang terkasih dalam nama Kristus.
Persembahan bukan hanya urusan kolekte,
uang dan hal-hal materi. Persembahan lebih merupakan pemberian diri. Meberi
diri berarti berani berkorban demi orang lain. Banyak hal yang ada pada kita
yang dapat kita persembahkan kepada Tuhan dan sesama. Misalnya: kita dapat
menyumbangkan pemikiran , kata-kata, tenaga dan lain sebagainya. Kita harus
saling memberi dan saling melengkapi satu sama lain. Yang menjadi pertanyaan
adalah: Maukah kita meniru si janda yaitu meberikan persembahan dengan hati
yang tulus dan ikhlas dan senantisasa menaruh kepercayaan kepada Tuhan? Percayalah
Tuhan akan senantiasa menyelenggarakan hidup kita. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar